Tidak mungkin menyanyikan lagu opera tanpa latihan.
Aria ㅡsebutan untuk lagu dari opera, butuh teknik yang sulit dan berbeda tiap lagunya. Penyanyi harus sering latihan dan menjaga kesehatan pita suara. Dan semua itu sama sekali tidak bertolak belakang dengan gaya hidup Livia Byun. Yang dia jaga cuma selera berpakaiannya yang berlebihan, perut yang harus tetap kenyang, dan ㅡaku, hehehehe.
Menurut saran Red Hawk, daripada aku sedih atau kesal sendiri karena terus memikirkan kemungkinan Liv bertunangan diam-diam, lebih baik bertanya langsung padanya. Ingin sekali kulakukan, tapi ternyata sulit. Apalagi setelah tanganku sembuh kami jadi jarang bertemu lagi. Liv sibuk kuliah, mengurus Peachdelight, waktu luangnya untuk dipakai bermain dengan Alice atau Jaemin, atau keduanya ㅡsekarang dia sudah tidak punya teman di kampus karena teman sekelasnya sudah lulus semua.
"Eh? Udah pulang duluan??" tanyaku di telepon karena sudah sampai di halte seberang kampus Liv tapi dia tidak ada.
"Maaf lupa bilang. Bukan pulang, di Peachdelight. Baby sakit nih," sahut Liv.
"Lagi?? Ah- oke, aku ke sana juga."
"Kay, bye."
Sudah Rabu sore.
Dalam hitungan jam Liv akan pergi, dan aku juga. Lalu besok semua akan terungkap di gedung opera. Aku masih berusaha memberanikan diri untuk bertanya langsung. Yang kutakutkan adalah tidak bisa mengontrol emosi lalu membuat Liv merasa bersalah. Harusnya sore ini aku mengajak dia makan es krim dan berusaha bicara untuk terakhir kalinya sebelum pergi ke Roma. Tapi Baby malah sakit.
"Kenapa lagi sih? Padahal waktu itu kayaknya udah sehat," aku bicara sendiri sambil parkir di lahan kosong halaman samping Peachdelight.
Cafe tampak sedang ramai-ramainya, jadi aku menyelinap ke taman dan bergegas naik tangga perselingkuhan. Kamar Baby tepat berhadapan dengan kamar Liv. Dari pintu yang terbuka aku bisa melihat Liv dan Jaehyun baru selesai mengganti baju Baby. Sekilas seperti keluarga kecil ㅡlalu aku cemburu pada pemikiran sendiri.
"Babyyyy~~~" panggilku dari jauh, anak itu terperanjat. Ada Noel dan Leon juga, mereka berlari mengejar kakiku.
"Heh berisik! Anakku kaget nih!" Jaehyun langsung mengomeliku. Dasar bapak-bapak galak.
"Sorry," aku minta maaf sambil menghampiri mereka. "Kenapa lagi? Bawa ke rumah sakit aja coba."
"Udah ganti tiga rumah sakit, diagnosa sama semua ㅡcuma demam biasa," sahut Jaehyun sambil membereskan baju kotor.
"Kambuhnya sering banget, pasti ada yang nggak beres," kata Liv. "Gimana kalau kita bawa ke Amerika? Di sana rumah sakitnya lebih canggih. Tapi kalau sekarang aku nggak bisa..."
Kupegang kening Baby, panas sekali. Warna kulitnya juga jadi pink lagi seperti anak babi. Gemasnyaaa~ ingin kucubit-cubit tapi kasihan nanti dia makin sakit. Karena bingung mau bantu apa, aku mengusap-usap kepala Baby sementara dia terkulai lemas di pangkuan Liv.
"Mom."
"E-eh? Apa?"
"Po mommy-nya Baby kan?"
Liv tampak kaget saat tiba-tiba dipanggil ibu oleh bayi yang kami temukan di atas keset Peachdelight dua tahun yang lalu. Baby berpegangan pada lengannya, menatap Liv dengan tampang minta perhatian.
"B-bukan," gagap Liv. "Heh, ini anakmu kenapa jadi panggil aku Mommy??" tukas Liv pada Jaehyun yang sedang serius membaca keterangan di kemasan obat.
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Frenemy
Fanfiction[Frenemy vol. 2] "I still hate you. But I like you. I just do."