Hi, everyone.
I know ini basi banget tapi yah, episode depresi aku sempet memburuk beberapa bulan ke belakang.
Once again, I know that shouldn't be an excuse haha but lemme just tell y'all that I'm trying my best to finish all of my abandoned stories.Jadi, kuharap aku nggak akan kumat jelek lagi sampai semua buku tamat. Minimal update tiap minggu (ini udah hampir tamat kok).
In the meantime, au baru bakal tayang di threads aku buat latihan juga supaya aku berani publish tulisan lagi (soalnya deg2an parah sampe pusing).
Jadi kalian bisa liat di instagram/threads @in__fi__niteKabar baik terus berdatangan setelah kehamilan Liv. Mungkin ini yang namanya anak membawa berkat dari Tuhan.
Sebulan berlalu, kehamilan Liv sudah menginjak bulan ke-empat sehingga anak kami sudah ketahuan perempuan, perut Liv mulai membesar dan kami tidak bisa lagi menyembunyikan kehamilan ini dari orang-orang. Otomatis pernikahan kami juga sudah tidak bisa disembunyikan lagi. Orang-orang terdekat sudah tahu kami menikah walaupun tidak dirayakan. Rasanya entah kenapa jadi lega, seperti tidak perlu menyembunyikan lagi kalau Liv istriku. Walaupun masih lebih banyak yang belum tahu sih.
Persidangan Shin Yamato juga berjalan lancar, dia akhirnya jadi tahanan rumah dengan pengawasan ketat. Dia mulai melayani pengobatan lagi, termasuk mengobati penyakit Baby. Aku rela mencari obat-obatan herbal ke seluruh pelosok negeri demi membuat obat yang ternyata lumayan sulit. Semua ini demi Baby dan kakek Byun. Walaupun aku tidak tega tiap melihat Baby rewel karena obatnya pahit sekali, tapi ini demi kesembuhannya juga.
Satu-satunya hal yang kucemaskan sekarang cuma ancaman dari pihak Liv. Aku yakin baik Don maupun keluarga Byun sudah tahu kalau Liv hamil anakku karena kami sudah mendaftarkan pernikahan secara resmi. Tinggal menunggu waktu saja sampai mereka memberi peringatan lagi padaku atau Liv. Tapi aku tidak pernah menunjukkan kecemasanku pada Liv, dia hanya boleh berhubungan dengan hal yang baik saja. Apalagi anak kami baik, Liv tidak mengidam macam-macam ㅡcuma sifat menyebalkannya saja yang masih kadang kambuh. Aku memaklumi, hamil pasti rasanya campur aduk.
"Aku bosen banget di rumah, tau," kata Liv suatu hari saat aku mau berangkat kerja. Dia bergelayut memelukku dari belakang.
"Ke peachdelight aja, di sana kan banyak orang. Atau ke rumah aja sekalian nemenin mama," saranku.
"Kalau sama mama aku suruh diem aja nggak boleh ngapa-ngapain, makin bosen. Kalau di peachdelight ketemu Baby suka jadi sedih... takut nggak baik buat anak kita," keluh Liv. "Tapi jujur kangen banget sih. Baby udah kayak anakku juga. Di sisi lain aku nggak tega liat dia makin sakit kayak sekarang."
Mungkin ini sudah waktunya memberi tahukan pada Liv soal rencana mengobati Baby. Aku berbalik padanya padanya, mengusap lembut perut yang mulai buncit.
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Frenemy
Fanfiction[Frenemy vol. 2] "I still hate you. But I like you. I just do."