chapter 36: decision [2023]

19.4K 4K 1.6K
                                    

Sudah lama aku tidak merasa begini. Seperti rumah besar yang penghuninya pergi semua.

Setelah tahu 'pesan tersembunyi' dari memar-memar di tubuh Jaehyun, yang bisa kulakukan hanya kabur dari Mark ㅡdan semua orang. Apalagi di basement rumah sakit ternyata di mobilku sudah terselip surat dalam amplop hitam. Dijepit begitu saja di wiper mobil. Kalian mau tau isinya? 

Ditulis dalam bahasa mandarin, berbunyi: Dari semua jenis manusia yang ada di negara ini, kenapa harus artis? Kasta paling hina, seumur hidup jadi penghibur lalu makin dilupakan seiring waktu berjalan. Sadar, Liv Byun. Derajat kita jauh di atas mereka.

Bisa bayangkan betapa takutnya aku saat itu? Yah, cukup takut sampai meninggalkan mobilku di sana dan memilih naik taksi. Mungkin aku tidak akan berani melihat mobil itu lagi karena trauma. Aku bukannya takut mati, tapi takut mereka berbuat yang tidak-tidak pada Mark setelah ini. Setelah itu sebisa mungkin aku menghindari semua orang di luar Peachdelight, sambil menenangkan diri.

Satu-satunya penghiburanku sekarang cuma Baby.

Kami saling menghibur, kurasa. Anak itu sudah telanjur dimanjakan ayah angkatnya setiap hari, dan mungkin bayi juga punya insting sendiri. Sepertinya Baby merasa ada yang tidak beres, karena belum bisa bicara jadi dia cuma bisa rewel. Aku kasihan melihatnya tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena dilarang bawa bayi saat menjenguk Jaehyun.

Karena aku dan Mark yang menemukannya, kurasa Baby juga jadi punya hubungan batin khusus dengan kami. Selama sering rewel dia tidur dengan aku. Kadang bertiga dengan Hyunjae juga ㅡsudah kubilang kami seperti pasangan lesbian yang baru menikah. Keadaan begini berlalu selama lebih dari seminggu, dan Jaehyun belum keluar juga dari rumah sakit.

Hari ini aku sendirian soalnya Hyunjae menginap di kampusnya. Dari Peachdelight belum tutup aku sudah meninabobokan Baby di kamar sambil nonton Pororo. Karena lelah fisik dan psikis akhirnya aku juga ikut ketiduran. Jam menunjukkan setengah dua belas malam saat aku terbangun karena haus. Kantukku langsung hilang saat melihat sebelahku kosong. Baby mana?

"Baby?" panggilku, segera bangun dari ranjang.

Kasur ini lumayan tinggi, dan di bawah lantainya sudah dilapisi busa lembaran khusus bayi supaya Baby tidak terluka kalau misalnya jatuh. Ah bodoh, harusnya tadi anak itu aku pindahkan di box supaya lebih aman. Ke mana sih dia?

Pintu kamarku masih tertutup, tapi karena di dalam kamar tidak ada akhirnya kuputuskan mencari di luar. Walaupun dipikir-pikir tidak mungkin sih Baby bisa buka pintu sendiri. Baru saja aku membuka pintu kamar, Baby sudah ketemu. Dia tidur pulas tengkurap di atas perut Mark  Lee yang juga sedang tidur di sofa lebar ruang kerjaku.

"Mark? Kapan datengnya coba orang ini?" gumamku, menghampiri mereka berdua.

Aku tersenyum senditi melihat Baby tidur dalam posisi begitu. Anak ini pastinya meniru kelakuan Noel Leon yang suka tidur di atas perut Mark. Tetap saja lebih baik tidur di box, jadi kugendong anak itu dengan hati-hati untuk dipindahkan. Jangan sampai terbangun lalu rewel lagi.

"Tambah berat aja anak ini, saingan sama kucing," kubaringkan Baby di box.

"Euah- magugu-" Baby menggeliat, melindur sepertinya.

"Shhh... jangan bangun... jangan nangis, miniatur petasan," bisikku sambil memberinya boneka monyet.

Untung dia langsung meringkuk memeluk boneka monyet itu sambil menghisap jempol. Aku menghela napas lega. 

Setelah memindahkan Baby, aku bingung mau tidur lagi atau keluar menghampiri Mark. Dia tidak bilang dulu mau datang. Jangan-jangan sengaja karena sadar belakangan aku menghindar. Akhirnya akal sehatku kalah dengan hati. Aku kembali ke luar, duduk di tepian sofa yang ditiduri Mark. Kutatap wajahnya yang seperti biasa tampak lelah karena overwork.

More Than FrenemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang