32. first marriage day

4.2K 791 301
                                    

Bisa tidak sih terkuaknya satu rahasia besar Livia Byun kuanggap sebagai hadiah pernikahan kami?

Siapa coba yang pernah menyangka kalau Liv masih punya saudara kandung? Bahkan dia sendiri mungkin sudah lupa ㅡatau sengaja melupakan. Liv kan sudah membuang masa lalunya. Dia jadi orang berbeda sejak berteman dengan Alice Kim, lalu mengenal aku, dan semua orang yang sekarang ada di hidupnya. Karena itulah aku enggan mengungkit tentang Red, takut Liv jadi ingat masa kecilnya yang menyakitkan.


Kami sekarang sedang di rumah orang tuaku, merayakan natal sekaligus pernikahanku dengan Liv yang serba sederhana. Entah Liv sedang apa saat aku sudah sekitar setengah jam menepi dari sisa-sisa pesta kecil kami. Masuk kamar, merokok dekat jendela yang terbuka sambil melamun. Aku kadang merokok diam-diam kalau sedang banyak pikiran.

Cuaca malam ini membuatku ingat pada bertahun-tahun yang lalu saat aku dan Liv menemukan bayi lucu di depan pintu Peachdelight. Makhluk yang tadinya dikira Liv zombie tapi ternyata bayi belum genap setahun dan hampir mati kedinginan. Ya, kita bicara tentang Baby. Jung Baby anak adopsinya Jung Jaehyun. Dari tadi aku memikirkan anak itu.

Aku sayang Liv, Jaehyun, dan Baby. Sakitnya Baby makin parah dan tentu saja berpengaruh pada ayah adopsinya, dan Liv juga ㅡkarena sampai sekarang Baby masih mengira kalau Liv itu ibunya. Mereka jadi sering uring-uringan karena bingung tiap Baby kambuh. Apalagi penyakitnya memang bukan penyakit biasa.



Klak klak

"Loh, Mark? Kok dikunci??"

Reflek batang rokok langsung kulempar ke luar jendela. Liv tidak suka aku merokok --well, sebenarnya semua orang tidak suka. Makanya aku mengunci pintu sebelum melanggar peraturan.

"Wait up!" seruku sambil menyemprotkan penyegar napas ke dalam mulut.

"Cepetaaaan!"

"Iya iya sabar!"

Setelah pintu kubuka, Liv langsung nyelonong masuk tanpa menoleh. Ia berjalan lurus ke kamar mandi di dalam kamar. Loh? Padahal aku sudah siap-siap acting bohong karena kukira Liv sudah curiga daddy's getting hot in the body shop doing something unholy.

Eh- aku jadi nyanyi lagu Sam Smith noona.

Mungkin Liv kebelet berak. Jadi sementara dia di dalam kamar mandi aku bersandar selonjoran di atas kasur sambil scroll TikTok. Jangan ditiru, ini adiktif, nanti kalian kecanduan.


"Huff-" helaan napas berat terdengar dari depan pintu kamar mandi beberapa menit kemudian. Kulihat Liv baru keluar sambil memegangi perut. Wajahnya gusar. Jangan-jangan dia mencium bau rokok??

"Kenapa?" tanyaku, pura-pura bego.

Masih dengan ekspresi cemberut Liv berjalan kemari kemudian merangkak di atasku, sampai dia sepenuhnya tengkurap menindihku. Untung dia tidak terlalu berat, jadi kebiasaan semacam ini bisa dimaafkan. Ia memaksakan kepalanya menerobos di antara lenganku yang memegang ponsel.

"Ayo pulang, udah malem," ujar Liv tepat di depan mukaku.

Fiuh- aku tersenyum lega. Untung dia tidak sadar aku merokok. Kucium keningnya. "Why suddenly? Bukannya kita mau nginep di sini?"

"Perasaan nggak ada bahasan tentang itu deh."

"Well- I mean, secara nggak langsung. Ini hari natal, normalnya dirayain sama keluarga."

Liv merengut. "Kan udah dari tadi. Aku kan sekarang keluarga kamu juga, apa salahnya kalau natal cuma kita berdua, di rumah kita?"

"Bukan gitu maksudnya. Natal tahun ini kan beda. Kayak yang kamu bilang tadi, sekarang kita keluarga. Ini bukan cuma natal, tapi juga perayaan pernikahan kita," kujelaskan pelan-pelan karena tahu Liv sedang menstruasi hari pertama alias tambah ganas. Tambah gampang emosi --padahal dalam keadaan normal pun tiap menit dia sudah emosi.

More Than FrenemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang