"Bentuknya aneh."
ㅡLivia Byun*****
"Hm... ada yang aneh. Tapi apa ya?"
"Apa??" protesku menghadapi tatapan curiga Na Jaemin.
"Kalian," Jaemin menunjukku dan Mark. "Makin hari tuh makin aneh."
Mark tidak dengar karena dia sedang dapat giliran jadi sasaran salon-salonan Alice Kim di ruang tengah rumahku. Seperti aku dan Jaemin, dia juga selalu protes atau berteriak ngeri tiap sesuatu ditempelkan Alice ke kulitnya. Untung aku sudah bebas, sekarang sedang membersihkan nail art buruk rupa buatan Alice di kuku jari tanganku. Di hadapan Na Jaemin yang baru selesai melepas puluhan jepit rambut kumbang dari rambutnya.
"Aneh apanya sih," sahutku, sok tidak peduli.
"Ya pokoknya aneh. Gerak-geriknya mencurigakan," kata Jaemin. "Iya kan, Ndut?" dia lalu meminta dukungan pada Leon.
"Heh, emangnya aku maling??"
"Iya, maling hatinya Mark Lee."
"HEH!"
Jaemin tidak ada takut-takutnya kupelototi. Dia malah cengengesan, meledek dengan gigi petasannya. Mampusㅡ jangan blushing, jangan blushing. Na Jaemin tidak boleh tahu aku sudah mengaku suka pada Mark akhir tahun lalu. Kalau dia sampai tahu... selamat tinggal harga diriku.
Oh iya, saking seringnya datang ke sini, alergi bulu Alice sampai sembuh dengan sendirinya. Jadi Noel dan Leon bebas berkeliaran walaupun ada dia. Kurasa para kucing juga takut pada Alice karena sering jadi menyaksikan adegan salon-salonan.
Sebaliknya, Noel dan Leon sudah tidak memusuhi Jaemin. Soalnya si mulut petasan pantang menyerah membuat kucing-kucingku tidak galak lagi padanya. Mereka sekarang tidak keberatan disentuh Jaemin ㅡwalaupun di saat yang sama dikatai gendut, gembrot, kambing, atau babi oleh si mulut petasan.
"Byunzilla, kamu tau nggak," Jaemin mencondongkan punggungnya yang ditunggangi kucing-kucingku, posisi siap bergosip.
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Frenemy
Fanfiction[Frenemy vol. 2] "I still hate you. But I like you. I just do."