"Aliceㅡ mau sampe kapan sih kamu punya hobi penyiksaan kayak gini?"
"Diem, nanti jelek hasilnya kalo kamu nggak mau diem."
Helaan napas pasrah keluar dari mulutku seiring tangan Alice menjambak-jambak rambutku untuk dikepang mengikuti tutorial youtube. Tadinya padahal aku cuma mau mampir ke apartemennya setelah mengajak Baby jalan-jalan. Wellㅡnaik motor sih sebenarnya. Ada Jaemin di sini, dia mengomeliku waktu tahu aku kebut-kebutan dengan Baby di punggungku. Sekarang dia yang pergi membawa anak itu bersepeda sementara aku menjalani siksaan salon mimpi buruk Alice Kim.
"Jadi, sekarang apa kegiatan kalian selain pacaran? Sepagi ini gigi petasan udah ada di rumahmu?" ledekku.
"D-dia kan emang sering nginep," jawab Alice.
"Wow, pergaulan bebas since day one. Nice~"
"Nggak gitu, dia emang sering tiba-tiba dateng tengah malem bawa makanan kalau aku tau lagi belajar," sangkal Alice ㅡ aku tau itu cuma alasan.
"Belajar buat apa lagi sih? Kamu mau ambil S2?" tanyaku. Dia yang terus belajar tapi otak pajanganku yang berdenyut nyeri.
"Pasti, tapi nggak dalam waktu dekat. Aku harus ikut akademi kepolisian biar bisa resmi jadi criminal profiler dan polisi forensik," jawab Alice lagi.
"Whoa~ good luck!" ucapku tulus. "Semoga kita nggak sering ketemu di kantor polisi kalau aku berantem sama orang."
Alice tertawa. "Sekarang kamu makin jarang berantem sampai masuk kantor polisi, orang-orang udah pada takut duluan."
Aneh rasanya jadi dewasa, termasuk merasa aneh melihat Alice jadi polisi. Agak lucu sebenarnya karena dia kecil seperti karakter anime. Tinggi badannya pas batas minimal untuk jadi polisi, dan kalau sudah dilantik nanti pasti akan lebih mirip anak-anak mau karnaval dengan seragam polisi. Tapi Alice sudah berusaha, bahkan sampai ikut kelas bela diri. Dia pantas jadi polisi sungguhan walau secara teknis pekerjaannya sebagai staf profiler dan forensik.
"Ck- Jaemin mana sih? Aku harus pulang sebentar lagi," keluhku sambil melihat jam.
"Mau apa? Sejak ada Baby kamu kan jarang ke sini," kata Alice.
"Ada janji... sama Mark hehehehehe."
Sebenarnya aku mau membicarakan sesuatu dengan Mark hari ini. Cukup penting. Hal yang menggangguku sejak kami bertunangan, walau tidak secara resmi.
"Kalo cuma Mark sih suruh aja ke sini," Alice tampak bersemangat. "Aku punya pensil alis baru, pasti bagus kalo dicoba di mukanya Mark!"
"Kalo tau alisnya mau kamu mainin, dia nggak akan mau ke sini," aku tertawa.
"Pasti mau kalo ada kamu juga di sini. Come on, Livㅡ dia mau pura-pura jadi sedot WC sama servis AC demi kamu, itu namanya cinta, head over heelsㅡ"
"Stop, aku malu!" kuhentikan Alice, dia tertawa puas.
"Aku bilang Mark ya," ujarnya, mengangkat ponselku. "Kira-kira dia jadi apa sekarang? Tukang ledeng?"
"Kayaknya jadi diri sendiri, soalnya udah aman. Media udah bosen, lagian Jaehyun juga udah terang-terangan adopsi Baby. Berita itu nggak menarik lagi sekarang," aku bersandar ke pinggiran sofa, lega akhirnya bebas dari jambakan Alice.
"Bagus deh. Aku ikut lega," Alice menghela napas. "Soalnya sebelum ini Jaemin ngomong terus mau adopsi Baby, nggak tau beneran atau bercanda."
"Paling bercanda, sengaja gara-gara kamu takut bayi. Lagian bisa-bisanya sama bayi aja takut??"
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Frenemy
Fanfiction[Frenemy vol. 2] "I still hate you. But I like you. I just do."