Menangis dipojokan kamar, sudah menjadi kebiasaannya.
Ia terisak di kegelapan kamarnya, isakan yang terdengar begitu menyayat hati.
Ia terisak pilu tanpa ada yang menenangkan nya, sendiri? Ya. Itu yang dia rasakan selama ini.
Kemana orang-orang? Kenapa? Kenapa harus dia yang mengalaminya.
Keluarga. Kemana mereka? Kenapa tak ada yang mendekapnya? Selama ini, ia hanya merasa sendiri.
Orang tua serta kakaknya, mereka membenci nya. Sejak umurnya menginjak 5 tahun, mereka berubah. Mereka menjauh. Mereka membenci nya.
Ia selalu bertanya pada dirinya sendiri, sebenarnya. Apa salahnya? Seberapa besar salahnya hingga membuat keluarganya membenci nya.
Ia mengangkat kepalanya, menatap lurus dengan pandangan kosong. Ia masih terisak. "Salah Acha apa?" lirihnya
"Kenapa mereka benci sama Acha? Buat apa Acha hidup kalo keberadaan Acha aja gak pernah mereka anggap ada."
"Kemana perginya mereka yang dulu? Bunda yang selalu menemani Acha, Ayah yang selalu jadi pahlawan Acha dan Abang yang selalu menjaga Acha. Kemana mereka yang dulu? Yang selalu sayang sama Acha, bukan mereka yang sekarang selalu mencaci dan bersikap kasar sama Acha." lirihnya dengan air mata yang mengalir deras.
Dia Acha, lebih tepatnya Acha Raquella. Gadis cantik dan polos, gadis yang memiliki pipi chubby dan pemilik senyum yang manis.
Dia Acha, gadis ceria yang selalu menebar senyum dan tawa nya. Bohong! Itu semua hanya topeng. Acha yang sebenarnya adalah gadis yang rapuh, memiliki banyak luka baik fisik maupun batin.
Senyum, tawa semuanya hanyalah topeng belaka. Acha hanya tak ingin mereka semua tahu, kalau dia memiliki begitu banyak luka dan kesedihan.
Acha tak ingin dianggap lemah.
Acha, gadis yang tumbuh tanpa kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Sejak kejadian itu, ya kejadian saat ia berumur 5 tahun. Kejadian yang membuat keluarganya berubah.
"Acha capek, tapi Acha gak boleh nyerah. Suatu saat nanti, ya suatu saat nanti pasti semuanya kembali seperti dulu." ucapnya menyemangati dirinya sendiri.
Ia bangkit, berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Hari sudah malam, sudah waktunya ia tidur. Ah, selalu seperti ini, menangis dan meratapi nasib sebelum tidur. Itu sudah menjadi kebiasaan Acha.
Besok, ia akan pindah ke sekolah barunya. Keluarganya baru saja pindah ke Jakarta. Maka ia juga harus pindah sekolah.
Selamat tidur Acha, semoga mimpi indah. Semoga besok harimu menyenangkan. Semoga apa yang kamu harapkan selama ini juga akan terkabul.
*****
Pagi yang cerah dengan suasana hati Acha yang juga ikut cerah. Matahari sudah bersinar. Acha juga sudah rapih dengan seragam sekolah barunya.
Ia berjalan keluar dari kamarnya, menuruni tangga. Kakinya membawanya ke arah meja makan.
Disana sudah ada orang tuanya dan sang Abang yang tengah makan dengan khidmat. Tanpa dirinya tentu saja.
Acha tersenyum cerah, ia berjalan mendekati ketiganya. "SELAMAT PAGI AYAH, BUNDA, ABANG." sapanya tanpa memudarkan senyuman nya.
"Gak usah berisik bisa?!" ucapan sinis itu terlontar dari mulut sang abang yang ia sayangi.
Acha menundukkan kepalanya, "Acha minta maaf abang," ucap Acha pelan
"Kalo mau ikut makan, cepat duduk! Saya sudah muak melihat muka kamu. Cepat makan dan berangkat sekolah!" ucap Sinta-Bunda Acha.
KAMU SEDANG MEMBACA
ACHA [END]
Teen Fiction"Mulai sekarang lo pacar gue!" "Hah?" "Sekarang lo pacar gue!" ucapnya. "Kakak ngomong sama Acha?" tanya Acha . "Iya lah terus sama siapa lagi?" "Jadi, sekarang Acha punya pacar?" tanya Acha. "Wahh, Acha punya pacar," pekik Acha. "Gue, Leonard Ald...