55. Bukti

10.9K 989 539
                                    

BUAT YANG BELUM GABUNG KE GRUP 'ACHA' YOK GABUNG SEKARANG!

RAMAIKAN PART INI!

UDAH GABUNG GC ACHA?

Happy Reading 💚
###

Rintihan kesakitan terus keluar dari mulutnya, air matanya mengalir membasahi kedua pipinya.

Seakan tuli, Ayahnya tetap memukul kakinya dengan rotan. Hingga ada beberapa bagian di kakinya yang mengeluarkan darah.

Penampilannya sudah sangat kacau, hidungnya yang tadi sempat mengeluarkan darah sekarang sudah berhenti. Meninggalkan jejak bekas darah disekitarnya.

"Yah...sak-it..." rintihnya, menatap Ayahnya dengan pandangan sayu.

"Rasakan! Kamu pantas mendapatkan ini, anak tidak tahu di untung kaya kamu tidak seharusnya saya kasih kebebasan! Kamu itu pembawa sial!" maki Ayahnya.

Pria paruh baya itu berhenti memukulinya, nafasnya tersengal. Dia sudah lelah, mungkin jika dia belum lelah. Acha masih terus mendapatkan pukulan lagi.

Rehan berdecih, menatap Acha dengan pandangan hina. Membuat dada Acha terasa nyeri melihat tatapan Ayahnya.

"Dasar bodoh!"

Lagi, telinganya mendengar cacian dari Ayahnya. Sakit? Tentu, dia merasa sakit. Bukan hanya sakit fisik, melainkan batin juga.

Fisik dan batinnya terluka, mereka melukai fisik dan batinnya secara bersamaan.

"Yah, Acha c-cuma ngelakuin kes-salahan kecil. Ta-pi kenapa Ayah hukum Acha separah i-ni?" Acha bertanya dengan terbata-bata.

Pandangan Acha sudah agak buram, dia memegangi kepalanya dengan pandangan yang terus tertuju pada kakinya. Kakinya penuh luka, lebam dimana-mana serta ada goresan yang sudah berdarah.

"Bagi saya, kesalahan sekecil apapun yang kamu perbuat. Tetap saja, itu kesalahan besar, kamu ngerti?" ujar Rehan.

"Yah," Acha sekuat tenaga mencobanya kembali berbicara.

"Kata Ayah, dulu Ayah yang pertama kali seneng denger Bunda hamil Acha," ucap Acha menatap Rehan sendu.

"Kata Bunda, dulu Ayah yang pertama kali gendong Acha, meluk Acha, cium Acha."

"Kata Abang, dulu Ayah yang pertama kali ngajarin Acha bicara, ngajarin Acha jalan. Dulu... Ayah yang pertama kali bahagia saat Acha udah bisa sebut 'papa'."

Acha menunduk, menghapus air matanya dengan tangan bergetar. Dia kembali menatap Rehan yang terdiam ditempatnya.

"Sekarang, Ayah juga yang pertama kali nampar Acha."

"Ayah yang pertama kali, mukul, cambuk bahkan jambak Acha."

"Ayah juga yang pertama kali ngelukai fisik dan batin Acha."

"Ayah tahu? Ayah yang pertama kali hancurin mental Acha."

Acha terkekeh miris, "Ayah bangga enggak, Ayah selalu jadi yang pertama loh!" ujarnya.

"Ayah tahu? Setiap malem Acha selalu dihantui bayang-bayang masa lalu, setiap malem Acha selalu mimpiin kejadian adek."

"Mental Acha enggak baik-baik aja, Yah. Acha pernah hampir depresi, tapi untungnya Acha bisa ngatasin. Acha rutin ke psikolog."

"Ayah enggak tahu kan?"

Rehan terdiam seribu bahasa, dia menatap Acha dengan tatapan tak percaya. Dia mendengar semua yang Acha katakan.

ACHA [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang