52. Keluarga

9.8K 800 115
                                    

“Ayah dan Bunda, tidak ada kasih sayang dari mereka. Ada namun hanya sementara”

Happy Reading 💚
###

Ada satu harapan terbesar Acha, kebenaran segera terungkap. Jika sudah begitu, maka Acha akan merasa lega.

"Acha itu terlahir berbeda ya? Beda banget sama bang Dio, bang Dio selalu diberi kasih sayang. Sedangkan Acha? Enggak."

"Ayah sama Bunda marah kalo Acha gak berangkat sekolah, tapi kenapa mereka gak marah sama bang Dio kalo abang gak berangkat sekolah?"

"Kalo Acha sakit, mereka tetep maksa Acha berangkat sekolah. Tapi kalo bang Dio, langsung mereka izinin gak berangkat. Kenapa mereka gak adil?"

"Kalo kaya gini terus, lama kelamaan Acha jadi muak."

Acha masih asik dengan lamunannya, dia duduk ditepi ranjang menghadap balkon kamarnya.

"Dek."

Panggilan dari Nadio membuat lamunan Acha pecah, gadis itu menoleh menatap Nadio yang sudah berdiri dibelakangnya. Entah sejak kapan, dia tidak tahu. Dia tidak mendengar suara pintu yang terbuka.

"Kenapa bang?" tanya Acha.

"Kamu kenapa ngelamun? Ngelamunin apa sih?"

"Acha gak ngelamun kok," ucap Acha menggeleng.

"Masa? Kalo gak ngelamun gak mungkin dong dari tadi abang panggilin gak nyaut."

Acha menyengir, "Hehe iya Acha ngelamun," ucapnya mengaku.

"Ngelamunin apa emang?" tanya Nadio, dia duduk disamping Acha.

"Acha cuma mikirin tentang bukti rekaman itu bang, kapan kita bisa megang bukti itu?"

Nadio tersenyum tipis, "Kamu jangan pikirin itu, biar itu jadi urusan abang. Kamu tinggal terima beres aja," ucap Nadio mengelus rambut Acha, "Sabar, sebentar lagi abang sama si kembar pasti bisa dapetin bukti rekaman itu."

Acha mengangguk, "Iya bang."

"Ayok turun, kita nunggu Leo di teras aja!" ajaknya.

"Ayok, kayanya kak Leo sebentar lagi nyampe."

*****

Bibirnya terus melantunkan lirik demi lirik lagu yang dia nyanyikan, sebelah tangannya menggenggam tangan yang lebih besar dari tangannya.

Langkah kakinya seirama dengan langkah kaki orang yang berjalan disampingnya.

Membalas sapaan hangat dari orang orang yang menyapanya, kadang dia sendiri yang menyapa mereka.

Sedangkan disampingnya, seorang cowok mengulas senyum tipis. Menghiasi wajah datarnya.

"Nyanyi terus," ucap Leo.

Acha dan Leo tengah berjalan menuju kelas Acha, Leo mengantar gadisnya hingga sampai ke kelas. Padahal Acha sudah menolaknya.

"Gak papa, Acha suka."

"Gak haus?" tanya Leo.

Acha menggeleng, Leo heran dengan gadisnya ini. Bisa bisanya dia tidak haus padahal dia sudah bernyanyi sedari mereka baru keluar dari gerbang rumah Acha hingga sampai disini gadis itu masih menyanyi.

Entah sudah berapa lagu yang Acha nyanyikan, Leo tidak tahu.

"Udah ah berhenti nyanyi, entar tenggorokan kamu kering."

"Enggak kok, kata siapa tenggorokan Acha kering?" tanya Acha menatap Leo polos.

"Kata aku," ucap Leo.

ACHA [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang