41. Hanya Penasaran

8.5K 819 23
                                    

“Sebegitu tidak perdulinya kah kalian sampai kalian tidak menyadari bahwa putri kecil kalian ini tengah sakit”

VOTE AND COMMENT YA!
COMMENT AND VOTE KALIAN ITU BAGAIKAN SEMANGAT BUAT AKU!

KALIAN SEMANGAT VOTE AND COMMENT NYA, MAKA AKU JUGA SEMAKIN SEMANGAT BUAT UP NYA!

LAGU FAVORIT KALIAN?

Happy Reading 💚
###

Duduk dengan rasa khawatir yang terlihat jelas diwajahnya, Nadio beberapa kali mengusap wajahnya kasar.

Leo sendiri, saat ini dia sedang mengabari keluarganya kalau dia mungkin saja akan pulang agak malam, hari ini.

"Semua ini salah gue," gumam Nadio.

Leo yang baru saja kembali dan duduk disamping Nadio dengan jelas mendengarnya.

"Bukan," ucapnya menepuk bahu Nadio singkat, pandangannya tetap mengarah pada pintu ruang IGD. Raut wajahnya pun tetap datar.

"Ini salah gue, Le. Coba aja kalau tadi gue sempat cegat Ayah. Pasti Acha gak akan pingsan kaya gini," ujar Nadio meremas rambutnya sendiri. Dia tengah kalut sekarang ini.

"Gue bilang, bukan."

Nadio hanya menggelengkan nafasnya, dia mengangguk. Atensinya kembali menatap pintu ruang IGD yang tak kunjung terbuka. Sudah 30 menit mereka menunggu.

"Gue takut, Le."

"Hm?" Leo menaikkan satu alisnya menatap Nadio bingung.

"Gue takut kondisi Acha semakin buruk, gue belum sepenuhnya nebus kesalahan-kesalahan gue dulu. Gue juga belum bisa nemuin bukti kalo yang nge bunuh adek cowok gue itu Oma," jelas Nadio, dia menghela nafas kasar.

"Gue bantu," ucap Leo tanpa menatap Nadio.

"Bantu?" tanya Nadio bingung, "Bantu apa?"

"Bukti," ujar Leo.

"Lo mau bantuin gue cari bukti?" tanya Nadio saat ia sudah mengerti apa yang Leo ucapkan.

"Hm."

"Makasih Le, beruntung banget Acha bisa ketemu sama orang sebaik lo."

Leo hanya meliriknya sekilas, dia kembali menatap pintu didepannya.

Seorang dokter perempuan keluar dari ruang IGD, dia Dokter Vivi. Leo dan Nadio segera berdiri menghampiri.

"Gimana keadaan Acha dok?" tanya Nadio.

Dokter Vivi menghela nafas, "Sudah saya bilang, jangan sampai dia kenapa-napa. Jangan biarin dia kecapean juga. Saya takut nanti kondisi dia semakin menurun, sekarang Acha tidak apa-apa. Nanti malam baru boleh pulang," jelasnya.

Nadio dan Leo sama-sama berucap syukur, mereka mengangguk.

"Nanti Acha akan dipindahkan ke ruangan," ujar Dokter Vivi.

"Seperti biasa," ujar Leo membuat Dokter Vivi mengangguk.

Dokter Vivi kembali memasuki ruangan, tak lama dia keluar dengan para suster yang berjalan sembari mendorong brankar Acha.

Leo dan Nadio menatap Acha yang masih menutup matanya, wajah pucatnya terlihat jelas. Tubuh Acha terlihat kurus, pipinya sudah tidak chubby seperti dulu.

"Kurus banget," ucap Nadio lirih, matanya memandang sendu tubuh Acha.

Sesampainya di ruangan yang akan Acha tempati, Leo dan Nadio membantu memindahkan Acha ke brankar yang terdapat dalam ruangan.

ACHA [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang