14

215 40 21
                                    

My Prince Friend 3


NARI BURU-buru menjauh dari Mihi. "Yoosun ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Cewek ini. Dia yang dari tadi membuatku emosi," bohongnya agar cowok itu tidak salah paham. Dia tidak mau jika Yoosun menganggapnya sebagai cewek yang kasar.

"Kapan aku memancing emosimu hah? Kamu datang kemari langsung marah-marah dan menamparku tidak jelas." Mihi bangkit dari duduknya dan bersiap untuk membalas perbuatan cewek itu. Dia memang sudah menunggu saat-saat seperti ini.

Yoosun segera menengahi kedua cewek itu. Dia tidak ingin jika mereka berdua harus bertengkar. "Tunggu dulu. Kita bisa selesaikan ini secara baik-baik kan?"

"Tidak bisa!" seru Mihi menggulung lengan bajunya bersiap untuk berkelahi dengan sosok cewek di depannya.

"Kamu lihat sendiri kan Yoosun. Dia ini memang senang mencari masalah. Lebih baik kamu jauhi saja dia." Nari mencoba berlindung dari balik tubuh tegap cowok itu. Padahal kalaupun tidak ada Yoosun di sana. Sudah dari tadi dia akan menyerang Mihi.

Mihi mendengus geli melihat tingkah laku Nari yang sangat menjijikan. Benar-benar bermuka dua. Tadi saja cewek itu berani sekali menampar pipinya. Sekarang malah bersikap sok polos?

"Sebenarnya apa masalah yang sedang kalian ributkan sih?" Yoosun jadi bingung sendiri dengan kedua cewek itu.

"Sama sekali tidak ada masalah. Hanya saja. Cewek yang ada di belakangmu itu. Dia cemburu padaku karena aku dekat denganmu dan malah marah-marah tidak jelas," jelas Mihi yang membuat Nari jadi sangat malu sekali. Dasar Mihi. Mulutnya tidak disaring lagi kalau bicara. Padahal mereka berdua sama-sama cewek. Seharusnya masalah seperti itu cukup mereka berdua yang tahu.

"Jaga mulutmu ya! Jangan asal bicara. Aku melakukan semua ini karena tidak ingin Yoosun dekat-dekat dengan cewek sepertimu."

Mihi terlihat mengejek Nari dengan mengulangi perkataan dari cewek itu seraya memanyunkan mulutnya. Selalu saja berkilah. Padahal sudah sangat jelas sekali kalau cewek itu cemburu padanya.

"Bilang saja, tidak ada cewek lain yang boleh dekat dengan Yoosun selain dirimu di dunia ini. Kamu pikir Yoosun itu siapanya kamu? Kenapa kamu yang mengatur-atur dengan siapa dia harus berteman," balas Mihi melipat kedua tangannya di depan dada.

"Teman? Teman darimana? Kamu selalu saja menyuruhnya melakukan ini dan itu sesukamu. Kamu pikir dia itu budakmu apa?"

"Dia memang budakku lalu apa?"

Nari melebarkan matanya. Dia sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. Begitu juga dengan Mihi. Akhirnya perkelahian di antara mereka berdua tidak bisa terhindarkan lagi.

Burung-burung yang tadinya dengan tenang beristirahat di ranting-ranting pohon di taman itu. Ikut beterbangan menghindar dari pergulatan sengit dua cewek tersebut.

Taman yang tadinya sepi dan tenang seketika penuh oleh siswa-siswi yang ingin menonton perkelahian itu. Yoosun yang mencoba melerai mereka berdua justru ikut terbawa dalam perkelahian itu. Rambutnya pun harus menjadi korban dari jambakan dua cewek itu.

Perkelahian sengit itu selesai setelah tanpa sengaja Nari memukul wajah Yoosun. Dia tidak percaya telah melakukan hal itu pada Yoosun. Sementara Mihi sendiri tidak peduli siapa yang dia pukul selama perkelahian berlangsung. Entah itu Nari atau Yoosun.

"Yoosun aku minta maaf. Apa kamu baik-baik saja?" Nari yang cemas mencoba mengecek wajah Yoosun. Dan benar pipi cowok itu tampak sedikit memerah.

"Aku tidak apa-apa kok," balas Yoosun seraya tersenyum tipis pada Nari. Mihi yang melihat itu merasa geli sendiri. Drama sekali pikirnya.

Tak lama datang seorang guru konseling yang datang ke sana. Semua siswa-siswi yang tadi asik menonton kabur dari sana. Menyisakan mereka bertiga yang harus di bawa ke ruang guru konseling. Sial. Ini semua karena ulah Nari pikir Mihi.

Jika Nari tidak datang dan mengajak ribut. Saat ini dia pasti sedang enak-enaknya makan makanan yang tadi dibeli oleh Yoosun. Sekarang makanan itu sudah remuk tidak karuan di tanah.

***

"Bapak kecewa pada kalian, Yoosun, Nari. Kalian adalah siswa paling berprestasi di sekolah ini. Tapi bisa-bisanya kalian berkelahi seperti tadi di taman?" Guru bernama Lee itu hanya bisa mendesah pelan seraya mengeleng-gelengkan kepalanya.

"Aku tidak berkelahi Pak Lee. Aku hanya mencoba memisahkan mereka berdua," jelas Yoosun yang rambutnya juga acak-acakan karena ulah dua cewek di sisi kanan dan kirinya.

"Kenapa Pak Lee tidak kecewa padaku? Aku juga siswa berprestasi di sekolah ini." Mihi tidak terima jika gurunya itu hanya menganggap Yoosun dan Nari.

Pak Lee memandang pada Mihi bingung. "Memangnya prestasi apa yang telah kamu lakukan untuk sekolah ini?"

"Hah? Bapak tidak tahu ya? Aku kan pernah menjadi juara balet mewakili sekolah ini."

"Oh," balas Pak Lee seperti tidak tertarik sama sekali. Mihi merasa usahanya tidak dihargai sama sekali. Memangnya prestasi seorang siswa hanya tentang rangking dan juara olimpiade ilmiah saja ya?

Tak lama terdengar suara pintu yang terbuka. Seorang pria tegap dengan setelan jas biru tua memasuki ruangan itu. Nari menoleh dan ternyata yang datang adalah papanya.

"Maaf karena telah menganggu waktu anda. Tapi pihak sekolah terpaksa harus memanggil orang tua murid-murid ini. Apa benar anda Pak Bim, orang tua dari Nari?" sambut Pak Lee pada pria yang baru datang barusan.

"Iya benar," sahut Bim duduk di belakang kursi milik putrinya. Nari menepuk dahinya mendesah pelan. Kenapa sampai harus memanggil orang tua segala sih? Pak Lee sama menyebalkannya seperti Mihi.

Menyusul Bim datang lagi seorang wanita yang tidak lain adalah Suny. Dia melihat sudah ada Yoosun di sana dan memutuskan untuk duduk di belakang puteranya itu. "Tumben sekali kamu berkelahi. Kamu berkelahi dengan cewek-cewek ini?Apa masalahnya?" bisik Suny pada Yoosun.

"Aku tidak berkelahi dengan mereka Bu. Aku hanya mencoba melerai mereka berdua," sahut Yoosun tidak terima. Baru kali ini ibunya dipanggil ke sekolah dan yang lebih memalukan itu karena kasus berkelahi dengan cewek.

"Ehem," deham Pak Lee. "Apa benar Nyonya orang tua dari Yoosun?" Suny balas mengangguk kecil.

Perhatian Suny teralihkan pada sosok pria di sampingnya. Dia sungguh terkejut ketika mendapati Bim di sana. Pria itu juga tak kalah kagetnya saat melihat Suny. Lucu sekali. Takdir kembali mempertemukan mereka dalam situasi seperti sekarang setelah sekian lama.

"Mihi, apa orang tuamu tidak akan datang?" tanya Pak Lee memerhatikan jam tangannya.

"Sepertinya tidak. Lagipula memang tidak ada yang peduli padaku," cicit Mihi tersenyum masam. Sejak papa dan mamanya bercerai dan mamanya menikah lagi dengan pria lain. Mihi memang seperti anak buangan yang tidak diurus.

Semua perhatian orang di ruangan itu tertuju pada pintu yang di buka dengan cara kasar. "Apa aku terlambat? Aku adalah wali siswa dari Mihi," tanya Seokjin dengan keringat yang bercucuran karena sehabis berlari terburu-buru menuju tempat itu.

...

Np : Kayaknya aku udah sembuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Np : Kayaknya aku udah sembuh. Pas banget ya besok senin dan langsung bisa masuk magang hehe.

Btw mau ngasih tau, kalau sekarang aku lagi nulis Bonus Bab dari novel MPF 2🤭 Tunggu aja ya info selanjutnya.

MY PRINCE FRIEND 3, 25 April 2021

My Prince Friend - Kim Seokjin BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang