26

96 28 11
                                    

My Prince Friend 3

DI DEPAN cermin Mihi mencocokan baju yang akan dia pakai saat bertemu dengan Yoosun nanti. Baru kali ini dia sangat bersemangat untuk berdandan. Biasanya juga dia berpakaian yang biasa saja. Tapi baju 'standar' versi Mihi itu sangat mewah-mewah.

Mihi tidak ingin berdandan berlebihan, tidak juga mau berdandan ala kadarnya. Dia ingin terlihat cantik dengan dandanan yang pas.

Setelah cukup lama bergelut dengan sesi dandannya. Mihi tersenyum di depan cermin memerhatikan dirinya di sana. Baiklah, sepertinya dia sudah siap untuk berkencan dengan Yoosun.

Meski Yoosun tidak mengatakan bahwa ini adalah kencan. Tetap saja Mihi menganggap ini adalah ajakan kencan dari cowok itu. Memikirkan itu membuat dia sedikit gugup. Rasanya sedikit aneh. Padahal dia sudah sering bepergian bersama Yoosun.

Di dalam perjalanan Mihi tidak hentinya senyum-senyum sendiri. Pak sopir yang biasa melihat wajah judes cewek itu sampai terheran-heran. Kenapa nonanya jadi seperti itu.

Mihi melangkahkan kakinya menuju bangku di taman itu. Hembusan angin memainkan rambutnya lembut. Di taman inilah kencan pertamanya bersama Yoosun akan terjadi.

Mihi membuka hpnya lalu mengirimkan pesan pada Yoosun. Dia ingin memberitahu cowok itu kalau dia sudah sampai dan menunggu di taman tempat dimana mereka berdua sudah janjian untuk bertemu.

Setelah cukup lama menunggu Yoosun belum datang juga. Mihi mengecek hpnya dan pesan yang tadi dia kirim sepertinya hanya dibaca oleh cowok itu.

Mihi rasa mungkin Yoosun sedang di jalan. Dia harus sabar menunggunya. Lagipula sekarang masih pagi. Jadi kalau cowok itu telat sedikit juga tidak apa-apa.

Ketika siang tiba Yoosun masih belum datang. Mihi memutuskan untuk membeli minuman karena haus. Dia memerhatikan kesekitar kalau-kalau akan ada Yoosun yang datang.

Kira-kira Yoosun kemana ya? Mihi memutuskan untuk menelpon langsung cowok itu tapi hpnya tidak aktif. Mihi sudah merasa sedikit kesal. Apa cowok itu sengaja ya datang terlambat?

Sore pun tiba tapi Yoosun masih belum juga kelihatan. Karena lapar Mihi membeli makanan dan makan di bangku taman itu. Dia tidak ingin beranjak dari bangku itu takut kalau nanti Yoosun datang tapi dia tidak berada di sana.

Meski kesal dan lelah menunggu Mihi  akan tetap berada di sana. Dia mencoba berpikir positif. Mungkin saja Yoosun menyiapkan hadiah atau sesuatu untuknya. Karena kemarin kan dia habis menang lomba.

Matahari perlahan tenggelam menyisakan kegelapan malam. Untung saja ada lampu-lampu taman yang menjadi penerangan. Dan Mihi masih tetap berada di sana.

Baiklah, ini sudah tidak lucu lagi. Mihi sudah benar-benar kehabisan kesabarannya. Entah sudah berapa lama dia menunggu di sana. Tapi dia masih belum berniat pergi dari tempat itu.

Mihi masih berharap kalau Yoosun akan datang. Meski sudah jelas-jelas cowok itu tidak akan datang. Dada Mihi terasa sesak, rasanya ingin menangis di sana.

Mihi sama sekali tidak menyangka, kalau Yoosun akan mempermainkannya seperti ini. Cowok itu sudah berbohong. Padahal sudah janji akan datang.

Dengan rasa penuh kecewa Mihi berdiri dari bangku itu, lalu perlahan meninggalkan tempat itu dengan wajah muram. Dia melamun memikirkan alasan kenapa Yoosun tega melakukan ini padanya.

***

Seokjin berjalan dengan tergesa-gesa menuju kamar milik Suny. Setelah mengetuk beberapa kali. Dia memutuskan untuk langsung masuk setelah diijinkan oleh wanita itu. Seokjin melihat Suny sedang santai menonton televisi.

"Ada apa?" heran Suny pada Seokjin yang seperti sangat gelisah.

"Orang yang menyewa pembunuh bayaran bertopeng itu, aku sudah tahu pelakunya," ujar Seokjin dengan raut wajah yang masih tidak percaya.

"Pria bertopeng yang waktu itu menembakmu kan? Siapa orang yang menyuruhnya, Seokjin?" tanya Suny kali ini ikut menatap serius pada pria itu.

Seokjin menghela napas berat. "Orang yang membayar pria bertopeng itu adalah Mihi."

"Mihi? Tapi tadi pagi Yoosun pamit padaku ingin keluar bersama Mihi," sahut Suny yang kali ini mulai panik.

"Apa Yoosun sudah pulang?"

"Sepertinya belum," jawab Suny menggelengkan kepalanya. Lalu buru-buru menelpon puteranya itu. Tapi panggilannya gagal karena hp milik Yoosun yang tidak aktif.

"Biar aku yang coba telpon." Seokjin mencoba gantian yang menelpon Yoosun tapi sama aja. Hp milik puteranya itu memang tidak aktif.

"Terjadi sebuah penembakan pada seorang siswa sma pagi ini," suara penyiar berita di televisi mencuri perhatian Seokjin dan Suny.

"Diperkirakan penembakan ini merupakan kasus pembunuhan berencana."

"Korban yang merupakan siswa sma saat kejadian sedang mengendarai motornya. Dan pelaku yang menggunakan mobil langsung menondongkan pistol ke arah korban."

"Para saksi yang berada di lokasi kejadian melihat kalau pelaku langsung menembakan pistol pada korban saat sedang dalam perjalanan. Membuat korban langsung terjatuh bersama motornya."

"Korban ditemukan telah meninggal dunia saat sedang dievakuasi oleh petugas rumah sakit yang datang."

Layar televisi menunjukan beberapa petugas ambulan yang sedang membawa bungkus mayat ke dalam mobil ambulan itu. Terlihat juga orang-orang yang mengerumuni tempat kejadian.

"Berikut ini merupakan kartu identitas korban yang berhasil kami dapat. Diharapkan pada pihak keluarga dari korban untuk langsung menuju rumah sakit Jyonghan tempat dimana korban dievakuasi."

Suny melebarkan matanya tidak percaya saat melihat kartu identitas Yoosun ditampilkan di layar televisi. Ini semua tidak mungkin. Apa dia sedang bermimpi?

"S-Seokjin, I-Itu bukan Yoosun kan?" tanya Suny dengan suara bergetar pada pria di hadapannya.

Seokjin tidak menjawab. Dia juga shok melihat berita itu. Wajahnya membeku, memandang pada televisi itu diam.

"Kumohon, katakan padaku kalau itu bukan Yoosun kan?" tanya Suny lagi kali ini beranjak menghampiri Seokjin lalu memegang tangan pria yang masih diam membisu itu.

Suara teriakan isak tangis Suny akhirnya pecah juga memenuhi seisi ruangan kamar itu. Tubuhnya tersungkur begitu saja di hadapan Seokjin.

"Katakan padaku kalau itu bukan Yoosun!"

Suny menguncang-guncang kuat kaki Seokjin histeris. Membuat pria itu akhirnya meneteskan air matanya dalam diam. Mulutnya tidak mampu untuk mengucapkan satu patah katapun pada wanita yang saat ini sedang bersimbuh di depan kakinya.

"Yoosuunn," teriak Suny kembali dengan air mata yang tak hentinya keluar membanjiri wajahnya.

Seokjin membungkukan badannya lalu merangkul tubuh Suny dalam pelukannya. Tidak ada hal lain yang dapat dia lakukan untuk wanita itu saat ini. Mereka berdua telah sama-sama hancur di saat yang bersamaan.

●●●

Np : Udah di bilang aku gak siap kemaren buat nulis bab ini :')

MY PRINCE FRIEND 3, Senin 16 Agustus 2021

My Prince Friend - Kim Seokjin BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang