pangeranbulan🌙
DI RUMAH sakit Jyonghan Mihi yang baru turun dari mobil langsung lari menuju kamar mayat. Dia ingin memastikan kalau berita yang dia dengar di televisi itu tidak benar. Pikirannya benar-benar kosong saat ini.
Ketika sampai di depan ruangan kamar mayat Mihi melihat sudah ada Tante Suny dan Papa Seokjin di sana. Apa itu artinya berita tentang Yoosun di televisi tadi benar? Seketika detak jantungnya terasa berhenti untuk sesaat. Tidak percaya.
"Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Suny yang masih berlinang air mata dengan tatapan penuh amarah pada sosok gadis di hadapannya.
"Untuk apa!"
Suny langsung menghampiri sosok Mihi lalu menjambak kuat rambut gadis itu penuh kebencian. "Pembunuh! Kamu adalah orang yang telah membunuh puteraku!"
Mihi tidak melawan sama sekali diperlakuan seperti itu oleh Tante Suny. Justru kini dia mulai meneteskan air matanya tidak percaya pada kenyataan yang dia dapatkan.
Jambakan rambut yang Tante Suny berikan padanya tak sesakit rasa sakit di dadanya. Mihi jatuh terduduk ke lantai begitu saja. Kakinya sudah tak mampu menopang tubuhnya.
Meski begitu Tante Suny masih tidak berhenti menjambak rambutnya. Membuat beberapa helai rambutnya sampai rontok oleh ulah wanita itu. Pasti rasanya sangat menyakitkan tapi Mihi seolah tidak peduli pada hal itu. Hatinya lebih hancur saat ini.
"Suny hentikan," lerai Seokjin pada Suny yang sepertinya tidak sadar tentang apa yang sedang dia lakukan pada Mihi. Wanita itu terbawa emosinya karena harus menerima kenyataan kalau Yoosun telah meninggal dunia.
"Pembunuh!"
"Kembalikan puteraku!" teriak Suny yang sudah dibawa menjauh oleh Seokjin dari sosok gadis itu.
"Yoosun, puteraku," ringis Suny dengan air mata yang semakin mengalir deras membasahi wajahnya.
"Pergi dari sini! Aku tidak sudi melihat wajahmu!"
"Aku bilang pergi!" raung Suny dengan suara yang memenuhi lorong ruangan itu.
Mihi mencoba bangkit untuk berdiri meski kakinya terasa sangat lemas untuk hal itu. Dia menatap pada Papa Seokjin. Terlihat jelas kalau pria itu sepertinya juga sangat marah padanya saat ini. Tapi dia tahu pasti Papa Seokjin menahan dirinya untuk tidak melakukan hal serupa yang Tante Suny lakukan padanya.
"Aku tahu kalau kalian saat ini sangat marah padaku."
"Tapi sekali saja, kumohon ijinkan aku untuk melihat Yoosun yang terakhir kalinya. Aku berjanji setelah itu akan pergi dari sini," pinta Mihi dengan wajah yang tak hentinya meneteskan air mata.
"Sama sekali tidak perlu!"
"Cepat pergi dari sini!" tolak Suny dengan suara yang sangat tinggi.
"Suny tenanglah," bujuk Seokjin pada wanita itu. Dia tahu pasti kedaan hati Suny saat ini sedang hancur. Dia sangat mengerti kenapa Suny bersikap seperti ini.
"Aku tahu kamu pasti sangat kehilangan putera kita. Tapi jika kamu seperti ini pasti dia akan sedih di sana."
"Mungkin ada banyak hal yang belum sempat kamu katakan padanya. Tapi aku yakin, kamu sudah membuat Yoosun mengerti betapa besarnya cintamu padanya. Dia sudah sangat mengerti dari caramu menyayanginya selama ini."
"Kamu sudah menjadi sosok ibu terbaik untuknya. Dan akan selalu seperti itu."
Suny kembali menangis sesegukan kala mendengar kata-kata dari Seokjin. Seokjin pun merangkul Suny ke dalam pelukannya.
Seokjin menatap pada Mihi seolah memberikan ijin pada gadis itu untuk menemui Yoosun di dalam sana. Mihi akhirnya dengan langkah yang berat melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan itu.
Setelah masuk Mihi mendapati keranjang yang sepertinya adalah milik Yoosun. Karena memang hanya ada satu mayat di ruangan itu saat ini.
Mihi terus dengan langkah yang berat menghampiri keranjang mayat Milik Yoosun. Hingga akhirnya saat hendak membuka kain yang menutupi wajah Yoosun tangannya terhenti. Gemetaran.
Buliran air mata kembali mengalir deras di pipinya. Rasanya Mihi tidak siap jika harus menerima kenyataan pahit ini. Kenyataan bahwa Yoosun telah benar-benar meninggal dunia.
Mihi perlahan menarik kain itu dan ternyata benar, itu adalah Yoosun. Mihi terjatuh begitu saja ke lantai dengan isakan tangis yang semakin histeris.
"Ini tidak mungkin!"
Mihi tanpa sadar berteriak tidak jelas dan menjambak-jambak rambutnya frustasi. Membuat beberapa helai rambutnya sampai rontok karena ulahnya sendiri.
"Hei, tenankan dirimu," pinta seorang suster yang sedang berjaga di sana pada Mihi.
Tak berapa lama beberapa orang polisi masuk ke dalam ruangan itu dan menghampiri Mihi. Mereka langsung memborgol tangan Mihi lalu membawanya menuju kantor polisi.
Mihi telah terbukti bersalah setelah mendapat pengakuan dari pria bertopeng misterius yang telah lebih dulu di tahan. Pria bertopeng misterius itu telah mengaku dibayar oleh Mihi untuk melakukan pembunuhan berencana pada Yoosun.
Ketika berada di kantor polisi Mihi meminta untuk bertemu dengan pria bertopeng misterius itu. Dan dia diperbolehkan meski hanya sebentar.
"Kenapa kamu melakukan ini semua? Padahal aku sudah memecatmu, kenapa!" teriak Mihi emosi pada sosok pria di dalam sel itu.
Pria yang sudah tidak bertopeng itu hanya mendengus geli. "Aku adalah pembunuh bayaran terbaik di Seoul. Nona tahu sendiri tentang hal itu. Ketika aku sudah mendapat misi, aku harus melaksanan tugas itu hingga tuntas. Itu semua demi harga diriku sebagai seorang pembunuh bayaran."
"Pikiranmu sudah tidak waras!" maki Mihi mencoba memukul pria itu namun di tahan oleh penjaga yang mengantarnya ke sana.
Pria itu hanya tertawa saat melihat Mihi yang kini menangis sesegukan terduduk di lantai. "Setiap hal yang kamu perbuat akan mendapatkan hasilnya. Meski itu adalah yang baik ataupun buruk sekalipun. Itu sudah hukum alam Nona."
"Diam!" teriak Mihi yang kini menyesali semua yang telah dia lakukan. Hatinya benar-benar hancur harus menerima kematian Yoosun. Semuanya sudah terlambat. Kini Yoosun telah benar-benar pergi dari dunia ini. Selamanya.
●●●
Np : Kayaknya endingnya di bab selanjutnya aja ya.
MY PRINCE FRIEND 3, Kamis 19 Agustus 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Prince Friend - Kim Seokjin BTS
Fiksi PenggemarSeokjin yang bertemu dengan Suny di hari yang sama dengan perginya mamanya dari rumah bersama seorang pria asing. Sejak saat itu pun mereka menjadi sahabat dekat hingga dewasa. *** Suatu hari secara tiba-tiba Lena, mama Seokjin pergi dari rumah bers...