24

148 31 9
                                    

pangeranbulan🌙


"APA BISA lebih cepat?" pinta Mihi pada sang sopir di depan. Matanya masih fokus pada sosok Yoosun dan Nari yang berjarak cukup jauh dari mobil itu.

"Baik Nona," sahut sang sopir menambah gas mobil yang dia kemudikan.

Disaat seperti itu, ketika emosinya sedang memanas. Mihi baru menyadari sesuatu. Kenapa dia harus marah melihat Yoosun dan Nari? Apa dia cemburu pada cewek itu?

Entah mengapa saat melihat Nari yang dibonceng oleh Yoosun. Apalagi memakai helm yang sengaja Mihi beli agar bisa naik motor bersama cowok itu. Membuatnya sangat tidak terima.

Padahal dia tidak berhak untuk marah kan? Kecuali untuk helm itu, karena Mihi yang membelinya sendiri. Selain itu, apa haknya untuk marah?

Emosi Mihi yang tadinya membuncah hebat kini perlahan mendingin. Wajahnya yang tadi menahan emosi, gemas. Kini berubah menjadi senyum kecut yang menghiasi wajahnya yang muram.

"Berhenti," perintah Mihi yang membuat sang supir yang tadinya menamcap gas mobil dengan kecepatan tinggi perlahan menghentikan laju mobil itu.

"Ada apa Nona?" heran pengawal yang duduk di samping sang supir.

Mihi tidak menjawab dan langsung keluar dari mobil. Kemudian dia menghadang mobil yang sepertinya juga membuntuti Yoosun. Mobil itu adalah milik pria bertopeng misterius.

Pria bertopeng itu buru-buru menghentikan mobilnya, lalu keluar untuk menghampiri Mihi. "Bagaimana kabar Nona? Aku cukup terkejut. Bagaimana bisa Nona mengenali mobilku?" kekeh pria itu di balik topeng menyeramkan yang dia pakai.

"Kabarku baik. Sangat mudah untuk mengenali mobil murahan seperti ini," sahut Mihi menunjuk mobil milik pria itu dengan dagunya.
Pria bertopeng itu hanya balas mendengus geli.

"Ngomong-ngomong ada yang ingin aku tanyakan padamu," ucap Mihi yang kali ini menatap serius pada sosok pria bertopeng di depannya.

"Apa itu Nona?"

"Bukankah kemarin aku sudah memecatmu? Kenapa sekarang kamu masih membuntuti Yoosun? Apa yang sedang kamu rencanakan?"

Pria bertopeng itu menelan ludahnya pelan. Mihi kali ini memandang lebih tajam pada pria itu. Dia jadi curiga padanya.

"A-Aku, hanya sedang menjalankan misi lain Nona. Kebetulan saja aku lewat di sini. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Yoosun. Lagipula bayaran yang Nona berikan sudah lebih dari cukup. Yah, walau misiku gagal," jelas pria bertopeng itu tertawa canggung setelahnya.

"Baiklah, aku kira tadi kamu memang sengaja mengikuti Yoosun," balas Mihi masih dengan wajah tegasnya.

"Kalau begitu aku pergi duluan Nona. Ada misi yang sedang aku tangani. Jika Nona memerlukan bantuan dariku lagi, jangan sungkan untuk memanggilku ya."

Mihi hanya mengangguk pelan. Pria bertopeng itu pun berlari kecil masuk ke dalam mobilnya dan melanjutkan perjalanannya yang tadi sempat tertunda.

Mihi menatap mobil milik pria bertopeng itu dengan wajah curiga. Dia masih tidak yakin dengan apa yang pria itu tadi katakan. Mihi menyadari betul kalau dari tadi pria itu sengaja membuntuti motor milik Yoosun.

Mihi kembali masuk ke dalam mobil. Sang supir bertanya apakah Mihi ingin tetap mengejar Yoosun apa tidak. Dan Mihi lebih memilih untuk diantar ke tempat latihan balet saja.

Lagipula lomba yang akan dia ikuti sebentar lagi akan dimulai. Lebih baik dia latihan daripada membuntuti Yoosun dan Nari yang sedang bermesraan di atas motor.

"Cih, aku tidak sudi lagi memakai helm itu," hardik Mihi masih kesal karena Nari yang memakai helm miliknya.

***

Ketika pulang dan masuk ke kamarnya. Yoosun heran mendapati ayahnya di sana. Pria itu sedang mengamati sebuah gambaran tangan yang dipajang di dinding kamar itu.

Gambar itu merupakan lukisan yang memperlihatkan sosok anak kecil yang digandeng tangannya oleh ayah dan ibunya.

"Apa kamu yang menggambar ini?" tanya Seokjin pada puteranya yang baru saja datang. Seulas senyum lembut terpancar di wajahnya.

"Hm, iya. Aku membuatnya saat sekolah dasar dulu," ujar Yoosun  mendekati ayahnya, ikut memandang  pada gambaran tangan itu.

"Dulu aku sangat menginginkan sosok seorang ayah. Aku sering diejek oleh teman sekelasku karena tidak mempunyai ayah. Katanya, aku adalah anak yang aneh karena hanya memiliki seorang ibu."

"Saat kecil aku pikir punya seorang ayah pasti akan sangat menyenangkan," ucap Yoosun tersenyum masam. Membuat Seokjin menatap anak itu iba.

"Akan ada sosok yang mengantarku berangkat sekolah, sosok yang akan selalu menjaga dan melindungiku, dan sosok yang bisa aku mintai sesuatu yang aku inginkan, seperti mainan-mainan yang dulu hanya bisa aku lihat tapi tidak mampu untuk beli."

"Bagiku, sosok seorang ayah adalah seseorang yang akan selalu ada bersamaku dan merawatku dengan penuh kasih sayangnya," ucap Yoosun yang membuat mata Seokjin berkaca-kaca menahan air matanya.

Seokjin meraih tubuh puteranya itu dalam pelukannya. Kini air matanya mulai membasahi pipinya. Dia tak mampu lagi membendung perasaan yang saat ini dia rasakan.

"Yoosun, maaf jika selama ini aku tidak bisa menjadi ayah yang baik untuk dirimu," lirih Seokjin pada puteranya itu seraya mengusap-usap pundaknya lembut.

Yoosun yang sedari tadi matanya sudah berkaca-kaca menahan dirinya untuk tidak menangis. Akhirnya tidak kuasa juga. Dia mulai menangis tersedu-sedu dalam dekapan sosok ayahnya yang kini telah hadir dalam hidupnya.

"Ayah sudah menjadi sosok ayah yang baik untukku."

"Aku sangat bersyukur karena memiliki seorang ayah sepertimu."

"Maaf juga karena telah memukulimu, saat pertama kali aku mengetahui kalau kau adalah ayahku, aku sangat menyesalinya."

Seokjin menggeleng pelan. "Kamu sama sekali tidak bersalah. Ayah justru senang setelah mengetahui bahwa kamu adalah putra ayah."

"Justru ayah yang minta maaf padamu. Karena telah datang terlambat dalam hidupmu. Aku ...," ucap Seokjin yang kembali terisak. "Aku bahkan tidak bisa melihat tumbuh kembangmu hingga sebesar ini."

"Ayah benar-benar minta maaf padamu," ungkap Seokjin mengeratkan rangkulannya pada sosok Yoosun. Akhirnya, dia dapat mengungkapkan perasaan terdalamnya pada puteranya itu.

Tanpa mereka berdua sadari. Sedari tadi Suny memerhatikan mereka dari celah pintu. Dia tersenyum lembut melihat pemandangan itu.

Suny jelas sangat bahagia untuk Yoosun. Karena akhirnya puteranya itu kini telah benar-benar menemukan sosok seorang ayah yang selama ini dia inginkan.

•••

Np : Lama gak up yah hehe. Jujur aku lagi sibuk ngurus laporan magang aku. Dan sekedar curhat wkwk laporan magang aku itu bukan kek laporan biasa. Tapi udah kayak skripsi haha. Dari judul aja harus acc kprodi dulu😌

Btw sekedar info, cerita ini, 2 atau 3 bab lagi bakal tamat huhu. Bakalan rindu ntar aku sama cerita ini :(

MY PRINCE FRIEND 3, 30 Juli 2021

My Prince Friend - Kim Seokjin BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang