24

660 82 1
                                    

pangeranbulan 🌙


WONJU SAAT itu sedang berjalan terburu-buru ke lantai atas. Namun langkahnya terhenti. Saat sekilas dia melihat sosok Suny dari kaca jendela yang sedang duduk di ayunan di luar.

Dia pikir gadis itu bermain ayunan. Tapi setelah dia amati dengan cermat, Suny sebenarnya hanya duduk-duduk saja di sana. Terlihat seperti orang yang sedang melamun memikirkan sesuatu.

Akhirnya dia inisiatif untuk menghampiri gadis itu. Bahkan ketika jarak hanya beberapa langkah lagi Suny tidak menoleh. Sepertinya dia tidak sadar dengan kedatangan Wonju di sana.

Ketika jarak mereka berdua semakin dekat Wonju akhirnya dapat melihat wajah Suny. Raut wajahnya datar memandang kosong ke bawah rerumputan. Dia jadi bertanya-tanya, apa gerangan yang terjadi pada gadis itu.

"Suny," panggil Wonju menyadarkan gadis itu. 

"Eh, Kak Wonju. Kapan datangnya?" kikuk Suny yang kaget dengan kehadiran pria itu.

Kak Wonju mengambil posisi duduk di atas ayunan yang berada di sebelahnya. Pria itu mengayunkan pelan ayunan yang dia duduki dengan kaki jenjangnya.

"Tadi aku mau ngambil berkas di kamar papa. Gak sengaja liat kamu lagi duduk di ayunan jadi aku iseng ke sini."

"Kamu kenapa? Kayak lagi mikirin sesuatu gitu," tanya pria itu pada Suny.

"Ah gak, Suny cuma lagi bosen aja. Jadinya duduk-duduk di sini."

Wonju tahu kalau gadis itu berbohong. Pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan. Wonju agak merasa kecewa karena Suny tidak mau terbuka pada dirinya. Seolah ada jarak di antara mereka berdua.

Tapi Wonju pikir tidak apa-apa jika gadis itu tidak mau bercerita padanya kali ini. Kalau memang Suny merasa enggan untuk menyampaikan apa yang sebenarnya sedang gadis itu alami.

"Kalau lagi main ayunan harusnya di ayunin donk. Masa diam-diam aja kayak lagi duduk di kursi," canda Wonju seraya mengayunkan tali ayunan yang Suny duduki.

Suny memegang tali ayunan itu dengan kedua tangannya ketika ayunan yang dia duduki mulai terayun ke depan dan belakang. Senyum tipis pun terukir di bibirnya kala itu.

"Kak Wonju, ayuninnya jangan kenceng-kenceng ya," peringat Suny pada pria itu.

Baru saja berbicara seperti itu. Pria yang sedang mengayunkan ayunan miliknya itu justru jahil dengan memperkuat dorongannya.

"Iiiihh... Kak Wonju udah dibilangin jangan kenceng-kenceng ayuninnya. Suny takut!" rengek gadis itu memperkuat pegangan tangannya pada tali ayunan.

"Iya-iya deh," kekeh pria itu memperlambat ayunannya pada tali ayunan milik Suny.

Setelah puas berayun Suny meminta pada Kak Wonju untuk berhenti mengayunkan ayunan miliknya. Dia tertawa riang karena merasa sangat senang setelah bermain ayunan.

Untuk sesaat Suny bisa melupakan masalahnya tentang kejadian tadi siang karena pertemuan dengan ayahnya. Sudah lama juga dia tidak bermain ayunan seperti ini.

Suny sangat ingat sekali dulu. Dia dan Seokjin akan berebut agar dapat di ayunkan oleh Kak Wonju. Tapi ada kejadian yang membuat Suny trauma.

Pernah suatu waktu Seokjin mengayunkan ayunannya. Sangat kencang sampai akhirnya Suny terjatuh dari ayunan karena tidak berpegangan dengan kuat.

Seokjin panik dan buru-buru menghampiri dirinya. Suny sendiri menangis karena ketakutan sekaligus kaget dengan kejadian itu. Maka dari itu sampai sekarang dia masih trauma jika bermain ayunan dengan kencang.

"Kak Wonju," lirih Suny. Pria itu menoleh padanya.

"Suny minta maaf ya, akhir-akhir ini Suny ngejauhin Kakak. Padahal kakak gak salah apa-apa. Suny cuma terlalu takut buat terima perasaan kakak ke Suny."

Jelas saja Suny takut, selain karena umur mereka berdua yang terbilang jauh berbeda. Kak Wonju dia anggap tidak lebih sebagai sosok seorang kakak. Dia sangat terkejut ketika mengetahui perasaan yang dimiliki pria itu pada dirinya.

Wonju tersenyum tipis mendengar perkataan gadis itu. "Kak Wonju ngerti perasaan kamu kok. Aku juga minta maaf karena terlalu memaksa kamu Suny."

♡♡♡


"Apa kamu yakin dengan apa yang kamu lakukan ini Wonju?" tanya Lena pada putranya itu.

Kini di tangannya sudah ada sebuah berkas rahasia yang barusan saja diberikan oleh Wonju. Berkas yang akan menjadi kunci keberhasilan dari rencana yang selama ini mereka persiapkan.

"Iya Ma, ini adalah pilihan yang Wonju pilih karena ini adalah hal yang terbaik untuk kita semua."

"Padahal walaupun kamu tidak melakukan ini. Kamu tetap akan menjadi pewaris dari perusahaan Seo company," salut Osan pada anak pertama dari istrinya itu.

Wonju hanya tersenyum kecil mendengar ucapan pria itu. "Ini bukan hanya masalah perusahaan. Tapi juga tentang kebenaran yang selama ini belum terungkap. Ada seorang gadis yang menderita selama bertahun-tahun karena hal ini. Dan aku tidak bisa melihat dia merasakan penderitaan itu lebih lama lagi."

"Apa kamu tidak takut nanti dia justru akan membencimu setelah mengatahui semua kebenarannya?"

"Bagiku kebahagian dia adalah hal yang terpenting saat ini. Masalah dia akan membenciku atau tidaknya kita lihat saja nanti."

"Anak Mama memang sudah dewasa sekarang. Mama akan selalu mendukungmu Wonju," sela Lena mengusap bangga bahu putranya.

"Tapi bagaimana dengan Seokjin. Apa kita perlu memberitahunya tentang hal ini?" seru Osan teringat pada anak itu.

"Aku rasa tidak perlu. Lagi pula dia tidak akan mudah percaya begitu saja. Pasti dia akan menanyakan hal ini pada papanya. Justru hal itu akan mengacaukan semuanya. Biarkan dia mengetahui semunya nanti setelah rencana ini berhasil."

"Apa yang dikatakan oleh mama benar. Akan lebih baik kita tetap merahasiakan ini pada Seokjin," timpal Wonju menyakinkan pria itu.

"Baiklah kalau kalian berpikir seperti itu. Tinggal satu langkah lagi dan rencana ini akan berhasil. Aku harap semua akan berjalan dengan lancar nantinya."

"Ya, aku harap juga seperti itu," balas Wonju seraya hendak menyeruput kopi yang sedari tadi hanya terbengkalai di atas meja.

"Ngomong-ngomong kapan kamu akan menikah Wonju?" tanya Lena tiba-tiba membuat putranya itu hampir tersedak kopi yang sedang diminumnya.

Wonju meletakan cangkir kopi itu kembali ke atas meja sembari terbatuk-batuk. "Kenapa Mama mendadak menanyakan hal itu?"

"Umur mu sudah masuk untuk menikah dan keadaanmu juga sudah mapan. Apalagi yang kamu tunggu? Mama juga mau seperti teman-teman mama yang sudah menggendong cucu sekarang," rengek wanita itu pada Wonju.

"Sebenarnya saat ini Wonju sedang menunggu seseorang Ma."

"Sampai kapan kamu akan menunggunya? Apa perlu mama carikan jodoh saja untuk mu? Kebetulan mama ada banyak kenalan yang punya anak perempuan," tawar Lena bersemangat mengenai hal ini.

"Aku tidak tahu jelasnya akan sampai kapan. Tapi yang jelas aku akan sabar menantinya. Mama tidak perlu khawatir tentang itu."

Lena memijit dahinya pusing. "Sepertinya itu akan sangat lama sekali. Aku akan menjadi nenek-nenek tua sebelum bisa menggendong cucuku."

Wonju dan Osan hanya tertawa renyah melihat tingkah laku wanita itu. Setidaknya hal itu dapat mengurangi ketegangan yang sedang berlangsung saat ini.






My Prince Friend - Kim Seokjin BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang