CLS | 1

11.1K 766 29
                                    

Hari pertama tahun ajaran baru, koridor utama Ravenwood High School penuh dengan para murid baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari pertama tahun ajaran baru, koridor utama Ravenwood High School penuh dengan para murid baru. Kerumunan semakin padat di dekat papan mading, tempat daftar pembagian kelas ditempel.

Davina mendengus. Melihatnya saja sudah sesak. Ia cukup waras untuk tak memaksa terus berjalan. Gadis itu berbelok ke kiri, mengambil jalan lain. Meski sedikit memutar dan lebih jauh, tapi itu jauh lebih baik dari pada harus berdesakan dengan gerombolan para murid baru.

Davina mengecek pesan yang dikirimkan Maia sekali lagi. Ia berada di kelas 11 IPS 4, begitu kata sahabatnya. Sangat disayangkan sekali, kali ini mereka berdua tidak bisa sekelas, karena Davina mengambil jurusan IPS, dan Maia IPA.

"Woy, Dav!"

Davina menoleh mendengar namanya dipanggil. Detik selanjutnya, Davina kembali melanjutkan langkah. Maia berlari kecil menyusul Davina, berusaha mensejajarkan langkahnya.

"Muter lo?"

"Ya kali nggak," balas Davina. "Gue nggak mau jadi bandeng penyet."

Maia tertawa. Keduanya meniti tangga bersamaan. Kelas mereka cukup jauh, di lantai tiga. Kelas dua belas di lantai dua, dan kelas sepuluh di lantai empat. Lumayan lah, turun satu lantai. Waktu kelas sepuluh dulu, rasanya Davina ingin merangkak saja sampai ke kelas.

Davina dan Maia berpisah di ujung koridor. Davina ke kiri, Maia ke kanan.

"Dav! Lo kelas mana?" tanya Raja, salah satu teman Davina. Kabar-kabarnya sih, Raja punya perasaan lebih. Tapi Davina tidak begitu peduli, karena ia tak pernah merasa mendapat perlakuan berbeda dari Raja. Lagi pula, Raja juga tidak pernah mengatakan apa-apa.

"11 IPS 4, lo?"

Raja melotot. "Beneran?"

"Nggak, ngibul," balas Davina malas. "Ya kali, Ja!"

Raja terkekeh. "Good luck, ya. Semoga lo jantung lo baik-baik aja."

Davina mengernyit. "Maksud lo?"

Raja mengedikkan bahu. Ia menepuk pundak Davina dua kali, lalu beralih menuju kelasnya, meninggalkan Davina yang kebingungan.

"Dih, nggak jelas, Ja!" teriak Davina. Lalu, gadis itu kembali melanjutkan langkahnya.

Begitu sampai di depan kelas, semua mata langsung tertuju pada Davina, membuat gadis itu semakin bingung. Ia mengambil ponsel, lalu membuka kamera depan.

"Udah cakep perasaan," gumamnya. "Ngeliatin apaan, sih?" tanya Davina pada Rini, teman kelas sepuluhnya yang kebetulan duduk paling depan.

"Lo di kelas ini. Dav?" tanya Rini. Ia terlihat seperti sedang menahan senyumnya.

Davina mengangguk. "Iya. Emang kenapa?"

"Beneran?"

"Kenapa, sih? Semua orang nanyain gue itu. Emang muka gue kayak lagi ngibul?" Davina mulai jengkel.

Rini terkekeh. "Nggak, sih. Cuma... sabar aja ya, Dav."

"Sabar kenapa? Ngomong yang jelas deh, Rin."

"Ntar lo tau sendiri, deh."

"Eh, kurang ajar," ujar Davina. "Kasih tau nggak lo?!"

Tawa Rini semakin keras. "Tunggu aja. Bentar lagi juga dateng."

"Apaan? Si—" Mata Davina membulat, lalu menyipit. "Jangan bilang..."

"MBAK PIPINNNN!!!"

Shit.

***

Hari yang indah bagi seorang Cellus Acalan. Bagaimana tidak? Pagi-pagi ia sudah disuguhi ratusan adik kelas cantik yang berkumpul bak semut di koridor utama.

Kalau orang lain memilih memutar, Cellus tidak. Ini malah kesempatannya untuk tebar pesona— meskipun pesonanya sudah terpancar kemana-mana tanpa harus ia sebar-sebar.

Itu yang kata Kakak lo ganteng, ya?

Si Cellus bukan, sih?

Anjir, beneran cakep, woy!

Fix, gebetan baru gue!

Pura-pura jatuh aja kali gue ya? Kali ditolongin?

Kalo yang begini mah, gue rela rebutan.

Bisikan-bisikan yang masuk ke telinganya membuat Cellus semakin semangat berjalan. Sengaja ia berjalan dengan begitu keren— meski tanpa dikeren-kerenkan pun, ia sudah keren.

Cellus dengan sigap menangkap seorang gadis dengan badge biru di dada kirinya, yang menandakan bahwa gadis itu adalah murid baru.

"Eits, hati-hati," ucapnya. Pipi gadis berambut gelombang— seperti hasil catok semalaman itu langsung memerah. Buru-buru ia melepaskan diri dari pelukan Cellus, meski sebenarnya ia enggan. Apalagi, saat semua gadis menatap mereka sambil memekik iri.

"M-makasih, Kak," ujarnya sok imut.

"Sama-sama." Cellus membalas dengan begitu manis, membuat semua gadis rasanya ingin menjatuhkan diri di depan Cellus agar ditolong juga.

"Tebar pesona terooosss!" Teriakan Felix dan Kai langsung menyambut Cellus. Mereka sejak tadi memang melihat aksi tebar pesona Cellus.

"Nggak perlu gue tebar, mereka udah terpesona," balas Cellus percaya diri, membuat teman-temannya pura-pura muntah.

"Najis, sat!" sahut Milo.

"Diem lo, Su!" 'Su' dari 'Susu', ya. Karena nama Milo sama dengan merk susu cokelat terkenal. Salah satu kesukaan Cassie.

Cellus duduk di sebelah Edgar yang sibuk bermain game dengan Fauzan. Jam masuk masih lima belas menit lagi. Masih ada waktu untuk nongkrong di basecamp jadi-jadian mereka, alias ruang olahraga.

"Kelas mana lo, Lus?" tanya Edgar tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

"Nggak tau."

"11 IPS 4 lo, sama gue," sahut Felix.

Cellus, Edgar, Felix, Fauzan, Kai, dan Milo. Enam sekawan yang sudah berteman sejak kelas sepuluh. Mereka dipertemukan saat masa orientasi. Jalinan pertemanan mereka semakin erat saat keenamnya tergabung dalam tim basket Ravenwood.

Begitu bel masuk berbunyi, keenam sekawan itu langsung melangkah menuju lantai tiga. Mereka berpencar di ujung koridor, menuju kelas masing-masing. Fauzan dan Milo IPA, sedangkan sisanya IPS. Edgar sendiri sudah duluan, karena ia ingin cepat-cepat bertemu dengan Laticia, sang pujaan hati. Yang tersisa hanya Cellus, Felix, dan Kai.

Ketiga laki-laki itu berjalan sambil mengobrol. Sesekali, ketiganya membalas sapaan teman-teman dan fans-fans mereka. Maklum, anak basket. Fans-nya banyak.

"Duluan, Sob!" pamit Kai. Ia berada di kelas 11 IPS 2, jadi duluan. Sedangkan Felix dan Cellus masih harus berjalan lebih jauh sedikit.

Begitu sampai di depan kelas, Felix langsung menyenggol lengan Cellus.

"Lus, Lus!" Felix menunjuk seorang gadis yang sedang mengobrol di dekat pintu. Cellus mengikuti arah tunjuk Felix, dan detik itu juga, senyumnya mengembang lebar.

"MBAK PIPINNNN!!!"

Di cerita Cellus, bakal banyak kata-kata kasarnya, ya, kalo merasa nggak nyaman bisa dihapus dari library 🙏🏻🙏🏻

Semoga suka!🥳

Incognito - Cellus.
6-6-2021.

INCOGNITO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang