CLS | 7

3.8K 512 10
                                    

"Pipin itu siapa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pipin itu siapa?"

Pertanyaan Cassie sukses membuat Cellus meninju udara kosong dengan kesal. Berbeda dengan Cliff, yang malah tersenyum geli sambil mengusap kepala adik bungsunya.

"Cas, lo ya, gue... HIH!" Cellus meremas-remas tangannya sendiri. Cassie hanya memandangi Cellus bingung, mulutnya masih sibuk mengunyah giant marshmallow.

"Udah cukup, Cas," ucap Cliff, menarik bungkus marshmallow dari tangan Cassie.

"Kasih Cellus aja, Bang. Kayaknya dia lagi badmood."

"AAAAAAAAA!" Cellus menjerit sambil menjambak rambutnya sendiri. "Dah lah, capek gue!"

"Ya maaf, Lus." Cassie mulai merasa bersalah. Ia bingung sebenarnya kenapa Cellus marah. Kan, Cassie hanya bertanya?

"Emang salah lo apa?"

Cassie mengedikkan bahunya. Kedua sudut bibirnya turun, matanya sudah berkaca-kaca.

"Lus." Cliff memperingatkan.

"Wah, anjir, jangan nangis, kembaranku yang cantik." Cellus mengubah nada suaranya. "Jadi ya, gue ulangi untuk yang ke 179 kali. Pipin itu gebetan gue."

"Oh," gumam Cassie sambil mengangguk. "Jadi Cellus suka sama Pipin?"

"Ho'oh."

"Udah pacaran?"

Tanpa menunggu dua kali, Cellus langsung salto.

Beneran salto.

"Eh, Cellus ngapain?" tanya Cassie kaget.

"Ngejar nyamuk," jawabnya asal. "Cas, kalo gue udah pacaran sama Pipin, gue nggak bakal curhat di sini ke lo, ke Cliff ngeluh kenapa dia nggak suka gue!"

"Ooooooooo...." jawab Cassie panjang. Ia mendekati Cellus yang sudah agak jauh akibat salto tadi, lalu menepuk punggung laki-laki itu.

"Sabar ya, Lus. Nanti pasti Pipin mau. Cellus kan ganteng."

***

Malamnya, Cellus kembali ke apartemennya sendiri, setelah makan malam di tempat Cassie. Jelas Cliff yang memasak, Cellus dan Cassie bermain pok ame ame sambil menunggu sang kakak selesai mengolah bahan makanan menjadi nasi goreng keju.

Sebelum pulang, Cellus lebih dulu mampir ke taman. Takutnya, ada Diego yang merenung sendirian. Sebenarnya ini sudah bukan jamnya Diego merenung, sih, tapi entah mengapa, Cellus terdorong untuk mampir dulu.

Dan ternyata benar saja, Diego berada di sana, duduk sendirian sambil memeluk kedua kakinya.

"Go," panggil Cellus, membuat Diego mendongak. Cellus terkejut saat melihat Diego menangis.

Buru-buru Diego menghapus air matanya. "Kak."

Cellus duduk di sebelah Diego. Lama mereka terdiam, hingga Cellus akhirnya bertanya. "Udah makan?"

Diego menggeleng.

"Mau makan dulu, nggak?"

Diego menggeleng lagi.

Cellus menghela napas pelan. "Mau cerita sama Kakak?"

Diego tak langsung menjawab. Ia menatap lurus ke depan, ragu untuk bercerita.

"Kakak nggak bakal maksa kamu buat cerita. Tapi kalo kamu mau, Kakak mau dengerin, kok."

"Papa sama Mama tengkar lagi," ujar Diego akhirnya. "Kali ini, Papa bawa-bawa pisau."

Cellus tak bisa berkata-kata. Ia masih diam, menunggu Diego melanjutkan.

"Kenapa sih, Kak, mereka harus berantem mulu? Kalo emang nggak suka, kenapa dulu nikah?" keluh Diego. Anak itu, umurnya memang masih kecil, tapi kadang pikirannya sudah dewasa. Diego didewasakan oleh keadaan.

"Capek tau Kak, dengerin mereka bertengkar mulu."

Cellus bingung harus apa sekarang. Jujur saja, ia tidak pernah ada di posisi Diego. Jadi, daripada salah bicara, Cellus lebih memilih diam, memberikan usapan di puncak kepala Diego.

"Aku pengen cepet-cepet gede, biar bisa keluar dari rumah kayak Kakakku. Dia jarang pulang, nggak tau kemana. Uang jajan dia banyak, jadi bisa tinggal dimana aja. Kalo aku kan, uang jajannya cuma sepuluh ribu sehari. Nggak bisa tuh, kayak Kakak."

"Kamu punya kakak, Go?" Diego mengangguk.

Cellus cukup terkejut. Ia baru tahu kalau Diego punya seorang Kakak.

"Yang sabar ya, Go. Semua pasti ada hikmahnya. Kalo kamu butuh sesuatu, kamu bisa dateng ke Kakak. Pasti Kakak bantu."

Diego tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Makasih ya, Kak. Seandainya, yang jadi kakakku tuh Kak Cellus. Pasti asyik."

"Widih, sa ae lu Bambang," balas Cellus sambil tertawa, membuat Diego tersenyum tipis.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Cellus memutuskan untuk mengantar Diego pulang. Sudah terlalu larut, bahaya kalau Diego harus berjalan sendirian.

Cellus membawa Diego masuk ke dalam mobilnya. Jarak antara taman dan rumah Diego hanya lima menit dengan mobil.

Ini pertama kalinya Cellus melihat rumah Diego. Sebuah rumah sederhana bertingkat dua, dengan taman kecil di depannya. Saat Diego membuka pintu, Cellus bisa mendengar sayup-sayup orang bertengkar.

"Kak Davina?"

Mendengar nama itu, Cellus langsung terkesiap. Ia mengikuti arah pandang Diego. Awalnya, Cellus mencoba untuk tidak percaya. Tapi, saat melihat sosok gadis yang sedang duduk meringkuk di depan rumah, Cellus langsung melotot.

Itu Pipin. Pipinnya.

Cellus langsung melompat dari mobil, menyusul Diego yang langsung menghampiri Davina.

"Kakak ngapain di sini?" tanya Diego, membuat Davina mendongak. Ia cukup kaget saat melihat Cellus.

"Pin..." gumam Cellus.

Davina berdiri, lalu menghapus air matanya kasar. Ia mendekati Cellus sambil menggandeng tangan Diego.

"Tolong bawa kita pergi, Lus," mohon Davina.

Cellus dilema. Ingin membantu Davina, tapi ia takut dituduh menculik anak orang.

"Lus, gue mohon..." pinta Davina sekali lagi.

Setelah perdebatan batin yang panjang, Cellus akhirnya mengangguk.





Incognito - Cellus.
29-6-2021.

INCOGNITO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang