"Ketawa aja teross, nggak bisa berhenti mampus!"
Davina menatap Maia sengit. Gadis itu menusuk-nusuk baksonya dengan garpu, lalu ia potong kecil-kecil dengan begitu ganas. Anggap saja bakso itu adalah Cellus.
Maia memukul-mukul meja hingga membuat semua penghuni kantin menoleh. Davina meringis malu, lalu menggeplak dahi Maia, menghentikan tawa sahabatnya itu.
"Tutup mulut lo! Malu-maluin gue aja!"
Maia cekikikan. "Abis gue puas banget."
"Lo-nya puas, guenya panas. Sialan lo."
Maia kembali tertawa. Ia sengaja tak memberitahu Davina kalau ia sekelas dengan Cellus. Biar saja tahu sendiri. Lagi pula, itu tontonan asyik bagi semua orang. Hitung-hitung Maia nambah pahala, bikin orang senang.
"Gimana? Sebangku, nggak?" tanya Maia.
"Kagak! Amit-amit." Davina mengetuk-ngetuk dahinya dan meja kantin bergantian.
Suasana kantin yang ramai terasa begitu tenang dan tentram bagi seorang Davina, hingga negara api menyerang.
"PIPIPIPIN CALON MANTU, PIPIN CALON MANTU!"
Davina langsung menundukkan kepalanya dalam-dalam, berusaha menghalau rasa malu yang menyerangnya secara tiba-tiba. Bagaimana tidak? Cellus berjalan ke arahnya sambil bernyanyi keras dengan suara sumbangnya yang sama sekali tak bisa didengar itu. Anehnya, laki-laki itu malah mendapat tatapan penuh puja dari para kaum hawa— bahkan termasuk Maia.
Dengan tidak tahu dirinya, Cellus duduk di sebelah Davina, membuat para perempuan langsung mencibir dan menatap sinis Davina.
Idih, bodo amat. Ambil ambil noh idola lo!
"Pin, minta ma'em."
Davina menatap Cellus membuka mulutnya lebar-lebar, menunggu suapan Davina.
"Gue bukan mak lo. Ini jatah gue!" Davina menjauhkan mangkuk baksonya dari Cellus.
"Buat gue aja. Ntar lo gue kasih jatah, kok. Tunggu malem tapi, biar lebih sedep." Teman-teman Cellus— yang juga duduk mengelilingi Davina dan Maia, tertawa keras.
"Sinting!"
"Karena mu." Cellus menyengir.
Davina berdecak. "Pergi deh lo-lo pada! Ganggu gue makan aja!" usir Davina.
Milo menggeleng. "Nggak mau, Mbak Dav. Sebelum ketua suku kita disuapin. Ye nggak?"
"YOI!" sahut yang lainnya bersamaan. Kalau soal beginian, mereka memang kompak.
"Mbak Dav, boleh gue minum nggak?" Kai menunjuk-nunjuk es teh manis milik Davina. Buru-buru gadis itu menarik minumannya.
"Nggak! Hih, semelarat apa sih lo semua?! Beli sendiri sana!"
KAMU SEDANG MEMBACA
INCOGNITO ✓
Teen Fiction[SEQUEL BETWEEN LOVE AND LIES] Kesal karena dianggap hanya bisa bersembunyi di bawah ketiak sang ayah, Cellus mengajak kedua saudara kembarnya untuk masuk ke sekolah yang berbeda-beda, tanpa menggunakan embel-embel nama Williams. Tiga remaja di tig...