Baru saja membuka pintu apartemen, Cliff langsung mendapati Cellus yang sedang kejang-kejang di lantai. Kedua bola mata kembarannya itu sudah tersisa putihnya saja, tubuhnya terus tersentak-sentak. Lebih mirip orang sedang kesurupan.
Cliff berjalan menghampiri Cellus, lalu menendang-nendang kaki Cellus dengan ujung sepatunya. "Bangun."
Detik itu juga, Cellus langsung bangkit. Wajahnya terlihat lesu, kedua sudut bibirnya ditarik ke bawah. Cellus duduk bersila di lantai, mengamati Cliff yang sedang membereskan barang-barangnya.
"Lo di sekolah sampe malem gini ngapain, sih?" tanya Cellus penasaran. Perasaan, ketua OSIS di sekolahnya tidak sesibuk Cliff.
"Yang OSIS cuma lo doang, ya?"
Cliff tak menjawab. Ia menata sepatunya di rak, lalu menggantung tas sekolahnya di tempat biasa, lalu membuka seragamnya, dan membuangnya ke keranjang baju kotor setelah ia lipat rapi. Lalu, Cliff berjalan ke kamar mandi, dan tak lama, terdengar bunyi gemericik air.
"Udah makan?" tanya Cliff setelah keluar dengan rambut basah dan handuk yang menggantung di leher. Cellus menggeleng. "Belom. Makanya gue ke sini."
Cliff mendengus. Ia mulai memasak nasi dan mengeluarkan bahan-bahan makanan, lalu mengolahnya. Cellus pun mulai berpindah ke meja makan, mengamati saudara yang begitu mirip dengannya itu memotong bawang putih dengan cekatan. Setengah jam kemudian, seporsi besar ayam goreng mentega dan cah sawi.
"Nasi gue segunung," pinta Cellus. Cliff pun mengambilkan nasi yang cukup banyak sesuai permintaan saudaranya. Lihat, sudah menumpang, menyusahkan pula.
"Lo kenapa?" tanya Cliff lagi.
"Makan dulu. Gue laper." Lalu, mereka berdua pun makan dalam diam.
Seusai makan, Cellus langsung merebahkan dirinya di sofa, sedangkan Cliff mencuci piring. Ia lalu menyusul Cellus dengan dua cangkir teh susu hangat.
"Gue lagi seneng dan sedih di saat yang sama," celetuk Cellus tiba-tiba, padahal Cliff belum bertanya lagi.
"Senengnya?"
"Senengnya, gue akhirnya denger dari mulut Davina sendiri kalo dia juga suka sama gue," jawab Cellus sambil senyum-senyum sendiri.
"Sedihnya?"
Kedua sudut bibir Cellus langsung ditarik ke bawah. "Sedihnya, Davina nolak gue."
"Karena?"
"Karena dia trauma. Hubungan orang tuanya nggak baik. Dia juga bakal pindah ke Kalimantan dan nggak balik."
Cliff mengangguk mengerti. Mulutnya tetap diam, membiarkan Cellus menyesap teh susu hangatnya dengan perlahan.
"Lo sayang banget ya, sama dia?"
"Ho'oh," jawab Cellus. "Anjir, gue jadi sedih lagi," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INCOGNITO ✓
Teen Fiction[SEQUEL BETWEEN LOVE AND LIES] Kesal karena dianggap hanya bisa bersembunyi di bawah ketiak sang ayah, Cellus mengajak kedua saudara kembarnya untuk masuk ke sekolah yang berbeda-beda, tanpa menggunakan embel-embel nama Williams. Tiga remaja di tig...