Setelah tiga hari berturut-turut mendapat penolakan dari Davina, hari ini Cellus tak menampakkan diri untuk menjemput gadis itu. Davina yang sudah siap dengan berbagai kalimat penolakan untuk Cellus, terpaksa menelan kembali semuanya karena laki-laki itu tak muncul di depan rumah. Yang muncul hanya Maia, karena selama beberapa hari terakhir ini, Davina nebeng Maia untuk ke sekolah. Sepedanya kan, masih di bengkel.
"Tumben tuh si Cellus nggak muncul?" tanya Maia sambil celingukan. Davina mengedikkan bahunya.
"Kena mental dia? Kok aneh. Kayaknya nggak mungkin," gumam Maia. "Bodo amat, ah. Berangkat, kuy."
Perjalanan menuju sekolah diisi dengan percakapan mereka berdua tentang drama Korea baru yang mereka tonton. Saat sampai di parkiran, Maia langsung ngerem mendadak, membuat Davina hampir terbentur dashboard. Untung saja ia menggunakan sabuk pengaman.
"Apa-apaan sih lo?!" protes Davina.
Maia sama sekali tak menoleh. Ia memicingkan matanya, berusaha memperjelas pandangannya pada sesuatu di depan sana.
"Dav, itu bukannya sepeda lo? Kok Cellus yang pake?"
Davina mengikuti arah pandang Maia. Matanya membulat saat melihat Cellus sedang mengayuh sepedanya mendekati parkiran sepeda. Laki-laki itu membuat semua pasang mata langsung menatapnya tertarik.
Setelah memastikan itu benar-benar sepedanya, Davina langsung turun dari mobil Maia, menghampiri Cellus yang sudah dikerubungi teman-temannya. Tangannya terangkat, lalu memukul punggung Cellus keras.
BUGH!
"Jancok!" umpat Cellus. Ia langsung menyengir saat melihat siapa pelakunya. "Eh, Mbak Pipin."
"Turun lo dari sepeda gue!" seru Davina marah. Merasakan ada aura-aura pertengkaran, Edgar dan yang lainnya langsung mundur beberapa langkah, memberikan space yang cukup agar Davina dan Cellus bisa bergulat dengan lebih leluasa.
"Marah-marah mulu. Tapi tetap cantik sih," ucap Cellus. Ia mencondongkan wajahnya ke arah Davina, lalu menunjuk-nunjuk pipinya sendiri. "Cium dulu. Ntar gu—"
"TURUN!"
"Ck, iya iya." Cellus turun dari sepeda Davina, lalu menyerahkannya pada gadis itu. "Parkirin sendiri, ye. Sempit di sana, ntar gue malah nyenggol sepeda yang lain."
Davina tak menjawab. Ia membawa sepedanya menjauh menuju parkiran sepeda. Cellus terkikik saat mendengar Davina mengatakan 'thanks' begitu pelan tanpa melihat dirinya. Davina ini, gengsinya benar-benar setinggi langit.
"Tumben cepet, Lus. Padahal gue udah nunggu lo di-smack down," protes Kai yang langsung diangguki yang lain.
"Ganti strategi," jawab Cellus. Lalu, ia melangkah masuk diikuti yang lainnya dengan tas ransel yang masih menempel di dadanya.
***
Saat ini, kelas Davina sedang jam olahraga. Materinya adalah tes basket. Pak Asmat sedang menilai yang laki-laki, sedangkan yang perempuan sudah. Mereka sekarang asyik duduk-duduk di tribun untuk menonton anak-anak tim basket Ravenwood yang sedang latihan. Maklum, sebentar lagi akan ada turnamen. Jadi mereka harus rajin-rajin latihan.
Omong-omong, sekarang ketuanya Cellus, lho. Sudah resmi kemarin lusa.
"Anjir, Milo keren abis!" celetuk Hania sambil bertepuk tangan. "Kai juga!"
"Yeee, paling keren ya tetep Cellus, lah!" protes Nana. Lalu, tatapannya beralih pada Davina yang duduk di sebelahnya. "Maap, Dav. Nggak bermaksud ngerebut. Cuma mengagumi, kok."
"Dih, sinting," balas Davina. "Dia bukan siapa-siapa gue juga."
Nana, Hania, dan Rini terkikik. "Padahal kita dukung banget kalian berdua," ucap Hania. "Cocok, tau. Ya nggak, sih?" Nana dan Rini pun serempak mengangguk.
"Meskipun Cellus ganteng, banyak yang nge-fans, gue yakin, nggak ada satupun yang nggak nge-ship lo berdua," celetuk Rini. "Kalian tuh, couple goals banget."
"Couple goals ndasmu!" balas Davina, membuat ketiga gadis itu tertawa terbahak-bahak. Mereka bahkan tak sadar kalau latihan para anak-anak basket sudah selesai.
Pak Asmat meniup peluit, menyuruh muridnya untuk berkumpul. "Pelajaran hari ini sampai di sini saja, silahkan ganti baju."
Davina dan teman-temannya kembali ke kelas. Saat Davina mengangkat seragamnya, ia melihat sebuah benda jatuh ke bawah, tepat di atas sepatunya. Ternyata, itu susu kotak rasa plain kesukaannya.
Dahi Davina berkerut. Ia mengambil susu kotak itu, lalu membaca post it yang tertempel di sisi kotak.
Buat ayank Pipin :
Diminum ya yank, biar energinya penuh lagi. Cemungudh belajarnya, eemmuuach!Ketjup basah,
Cellus si ganteng.Tanpa sadar, Davina tersenyum tipis membaca surat absurd itu. Namun hanya beberapa detik, karena Rini tiba-tiba memanggilnya.
"Dav, ayo!"
"Bentar!" sahut Davina. Ia mengambil bajunya, lalu berjalan menyusul Rini dan kawan-kawan ke toilet.
***
"Berhasil, Bos! Senyum anaknya!"
Cellus bersorak riang saat mendengar laporan Fauzan. Laki-laki itu sampai jingkrak-jingkrak saking senangnya.
"Gue bilang juga apa. Si Pipin tuh suka sama gue, cuma gengsi aja," ucapnya percaya diri, membuat Felix mencibir.
"Tapi iya, sih. Gue bukan sekali dua kali ngegep dia ngeliatin lo," celetuk Milo.
"Gue juga."
"Gue juga!" sahut Kai dan Edgar bersamaan.
"Tuh, kan." Rasa percaya diri Cellus sudah hampir melampaui batas. "Gue juga ngerasa, kok. Tapi dianya aja yang gengsinya selangit. Pake sok-sok an nolak gue."
"Terus, rencana lo selanjutnya apa, bray?" tanya Milo.
Cellus tersenyum misterius. "Pulang sekolah nanti, gue..."
***
Setelah beberapa hari cuti kerja, hari ini Davina kembali masuk.
Gadis itu mengayuh sepedanya menuju toko bunga. Begitu sampai di toko, ia memarkirkan sepedanya dan menguncinya dengan aman, lalu melangkah masuk.
"Siang semu— LO?!" Davina menatap kaget Cellus yang berdiri di sebelah Hamish. Yang bikin Davina speechless adalah, Cellus menggunakan celemek khas Jasmine Florist.
Cellus menyengir. "Halo, Pin."
Incognito - Cellus.
12-7-2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
INCOGNITO ✓
Teen Fiction[SEQUEL BETWEEN LOVE AND LIES] Kesal karena dianggap hanya bisa bersembunyi di bawah ketiak sang ayah, Cellus mengajak kedua saudara kembarnya untuk masuk ke sekolah yang berbeda-beda, tanpa menggunakan embel-embel nama Williams. Tiga remaja di tig...