"Pin, ngomong, dong. Takut nih gue nungguin lo ngomong. Lo nggak lagi sekarat, kan?"
Cellus menatap Davina khawatir. Pasalnya, sudah sepuluh menit mereka duduk bersebelahan di kursi taman. Sejak tadi, gadis itu hanya diam saja, dan Cellus tidak berani bertanya. Sampai akhirnya, laki-laki itu tidak tahan.
"Pin—" ucapan Cellus terpaksa harus terpotong karena serangan tiba-tiba dari Davina. Entah kena angin apa, atau kerasukan setan yang mana dan sehebat apa, gadis itu meletakkan kepalanya di pundak Cellus. Posisi mereka itu membuat bahu Cellus menegang, tidak bisa bergerak. Urat-uratnya terasa kaku seketika.
"Pin, lo nggak lagi kesurupan, kan?" tanya Cellus ketakutan. "Gue nggak takut setan, sih, tapi kalo kayak gini gue takut juga."
Davina menabok lengan Cellus tanpa memindahkan kepalanya. "Sialan, diem dulu napa."
Cellus terkikik. Tangannya terangkat, diusapnya pipi Davina lembut. Lumayan. Kapan lagi bisa mengusap-usap macan betina seperti ini?
Baik Cellus maupun Davina, sedang sama-sama berusaha menetralkan degup jantung mereka yang semakin lama semakin kencang saja. Davina yang menjatuhkan pipinya di bahu Cellus, dan dibalas oleh elusan di pipi satunya oleh laki-laki itu, tanpa sadar menghantarkan sengatan listrik tegangan tinggi pada satu sama lain.
"Pin."
"Lus."
Davina mengangkat kepalanya, lalu berdeham. "Lo duluan aja."
"Ladies first," balas Cellus. "Meskipun lo setengah-setengah."
"Kampret!" Davina kembali menabok lengan Cellus. Lalu beberapa saat kemudian, wajahnya mulai kembali serius. Ditatapnya Cellus yang juga sedang menatapnya.
"Soal perasaan lo itu, lo beneran?"
Cellus langsung mengangguk tanpa perlu berpikir lagi. "Seribu rius gue, Pin," ujarnya. "Lo punya perasaan yang sama, kan? Gue tau. Jadi, kita resmiin aja hari ini. Gimana?" Cellus menaik-turunkan kedua alisnya.
"Soal omongan gue yang nyuruh lo buang jauh-jauh perasaan itu, gue juga serius, Lus," ucap Davina akhirnya, meski rasanya berat sekali. Tenggorokannya kembali tercekat, matanya mulai memanas.
"Kenapa, sih?" tanya Cellus. "Kasih gue alasan kenapa lo nolak gue."
"Karena gue nggak suka lo," jawab Davina setelah mengalihkan pandangannya ke depan.
Cellus mengepalkan tangannya. Hatinya berdenyut saat mendengar ucapan Davina. Namun, ia tak percaya begitu saja. Davina sedang berbohong, ia tahu itu.
"Lo bohong."
"Nggak, gue nggak bohong."
"Kalo gitu tatap mata gue, bilang kalo lo nggak suka sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
INCOGNITO ✓
Teen Fiction[SEQUEL BETWEEN LOVE AND LIES] Kesal karena dianggap hanya bisa bersembunyi di bawah ketiak sang ayah, Cellus mengajak kedua saudara kembarnya untuk masuk ke sekolah yang berbeda-beda, tanpa menggunakan embel-embel nama Williams. Tiga remaja di tig...