"Dih, itu cewek yang suka morotin duit si Cliff?"
Beberapa pasang mata langsung tertuju pada Nora karena suara yang terang-terangan menyindirnya tadi cukup keras. Gadis itu berusaha tak acuh, terus menyibukkan diri dengan makanannya.
"Apa bagusnya, sih? Muka biasa aja, anak beasiswa, otaknya juga pas-pas an," celetuk orang itu lagi.
"Jago flirting, lah. Jago di ranjang juga, kali?" Orang-orang itu mulai tertawa, begitu juga setengah penghuni kantin.
Mie ayam yang dimakan Nora tiba-tiba terasa hambar. Gadis itu langsung kehilangan selera makannya. Ia meneguk air dari botol minum yang dibawanya dari rumah, berharap hal itu dapat membantu mengembalikan kepekaan lidahnya.
"Biasanya cewek-cewek sok polos gini yang paling liar, nggak, sih?" celetuk yang lain.
"Yoi. Makin polos, makin longgar. Hahahaha!"
"Sebelum Cliff udah dipake berapa orang, ya, dia? Jangan-jangan, sama om-om juga, lagi!"
Baru saja Nora hendak berdiri, kedua pundaknya kembali ditekan, hingga gadis itu kembali duduk. Saat ia menoleh, ia mendapati Cliff sedang berjalan ke arah meja para penggosip itu, membuat seisi kantin terdiam.
Nora tidak bisa mendengar jelas apa yang Cliff katakan. Tetapi, dari gestur dan gerakan tangan laki-laki itu, Nora tahu Cliff sedang membelanya. Ia sesekali menunjuk wajah gadis-gadis itu, lalu menunjuk Nora yang berada di belakangnya.
Para gadis itu tampak langsung menunduk. Lalu, satu per satu dari mereka mulai berdiri dan keluar dari kantin dengan wajah kesal. Baru setelah itu, Cliff menghampiri Nora.
"Habisin makanannya," titah Cliff. Sama seperti Nora, Cliff juga tipe orang yang paling anti membuang-buang makanan.
Meski mulutnya terasa hambar, Nora tetap menghabiskan makanannya. Setelah mangkuk Nora kosong, Cliff berdiri, lalu meraih tangan Nora, mengajak gadis itu keluar dari kantin dan menuju ke taman belakang sekolah.
Nora mendadak gugup saat Cliff menangkup wajahnya, memperhatikan setiap inci wajah Nora lamat-lamat. "Are you okay?"
Nora mengangguk sambil tersenyum simpul. Sekali lagi, ia bisa merasakan perutnya tergelitik oleh ribuan kupu-kupu yang beterbangan kesana-kemari. Jantung gadis itu mendadak berdetak tak sesuai ritme yang seharusnya.
"Kakak udah selesai rapat?"
Bukan kata-kata terima kasih, Nora malah menanyakan pertanyaan konyol. Hal itu membuat Cliff mendengus pelan, lalu melepas tangkupannya pada wajah Nora dan beralih mengacak pelan rambut pacarnya.
"Sorry, aku terlambat," tuturnya. Dari matanya, Nora bisa melihat kalau Cliff benar-benar merasa bersalah karena terlambat membela Nora tadi.
"Nggak papa. Makasih, ya, Kak."
Pasangan itu memilih untuk duduk di bawah pohon yang cukup rindang. Bel masuk baru akan berbunyi lima menit lagi, dan mereka tak akan menyia-nyiakan setiap detik yang ada untuk bersama.
"Nora."
"Hm?"
"Weekend ini ada waktu?"
Nora menimbang-nimbang. "Rencana mau kerja full-time, sih. Tapi bisa izin, kok. Kenapa?"
Cliff tampak ragu. "Kalau nggak sibuk, aku mau ajak kamu jalan-jalan," jawabnya, membuat Nora langsung menoleh. Gadis itu menatap Cliff yang tampak tak enak, padahal seharusnya Nora yang merasa begitu.
Sudah dua bulan mereka resmi berpacaran, keduanya tak pernah sekalipun pergi menghabiskan waktu berdua selain di sekolah. Nora terlalu sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, dan Cliff mencoba untuk memahami hal itu.
Tetapi, bukankah merupakan hal yang normal kalau Cliff juga menginginkan sebuah kencan? Ia ingin merasakan apa yang dirasakan oleh Cassie dan Kieran, atau seperti apa yang orang tuanya sering lakukan.
"Kalau sibuk, nggak usah, nggak papa," lanjut Cliff saat tak mendapat jawaban dari Nora.
"Bisa!" jawab Nora langsung, sebelum gadis itu menunduk malu. "Bisa, Kak. Nanti aku izin aja."
Mau tak mau, kedua sudut bibir Cliff terangkat. Ia merapikan rambut Nora yang sedikit berantakan, membuat gadis itu jantungan tiba-tiba.
***
Cliff dan Nora akhrinya bisa berkencan di hari Sabtu dan Minggu. Sebenarnya Nora hanya izin untuk hari Sabtu saja, tetapi pemilik cafe memberi satu hari lagi sebagai bonus untuk Nora. Gadis itu sudah terlalu rajin bekerja, tak jarang Nora mau-mau saja menggantikan temannya yang tidak bisa hadir pada shift-shift tertentu.
Pukul dua belas siang, Cliff sudah tiba di mulut gang rumah Nora. Ia turun dari mobil dan berjalan menyusuri gang sempit itu.
"Bu," sapa Cliff pada seorang ibu-ibu yang kebetulan lewat. Cliff menyapa setiap orang yang ditemuinya. Selain alasan kesopanan, Cliff juga memiliki tujuan tertentu. Ia ingin membangun image baik agar Nora tidak lagi dipandang miring.
Begitu sampai di depan rumah Nora, laki-laki itu mengetuk pintu pagar. Tak butuh waktu lama hingga Nora keluar. Gadis itu mengenakan kaus putih polos dan celana jeans panjang, tak lupa flat shoes putih dan tas putih yang menyilang di tubuhnya.
"Eh, bajunya mirip," celetuk Nora saat melihat apa yang Cliff kenakan hari ini. Kaus putih dan celana jeans gelap, dan sepatu putih. Padahal, mereka tidak janjian.
"Jodoh," jawab Cliff, membuat Nora terkekeh.
"Aku mau minta izin Bunda dulu," ucap Cliff.
"Bunda lagi pergi sama Sasa. Langsung berangkat aja. Bunda udah tau, kok."
Keduanya lalu berjalan kembali ke mulut gang. Di tengah jalan, indera pendengaran Cliff kembali menangkap segerombolan ibu-ibu yang sedang menggosipkan Nora.
"Eh, Bu, tadi saya disapa sama pacarnya Nora, lho."
Ibu-ibu yang lain berdecak. "Anaknya Bu Laila ini pakai pelet apa, sih, kok bisa aja dapet laki yang kayak gitu. Cantik juga nggak, lebih cantik Nelly." Ia menyebutkan nama anaknya. "Keluarga saya juga lebih kaya. Lebih sepadanlah."
"Hmm, Bu RT bisa aja. Mungkin, Nora anaknya baik, Bu. Jadi dapet pacarnya juga baik."
"Maksud Ibu, anak saya nggak baik, gitu?" tanya Bu RT sinis. "Jelas oke-an anak saya kemana-mana, lah. Anaknya Bu Laila nggak ada apa-apanya. Nggak pantes sama cowok kayak gitu. Pasti pake pelet, atau pinter ngegodain. Cih."
Cliff melipat bibirnya ke dalam. "Nora," panggilnya. Nora menoleh, menatap Cliff dengan mata bulatnya. Dari ekspresi Nora, sepertinya gadis itu tidak mendengar ucapan Bu RT tadi.
"Hm?"
Cliff menyerahkan kunci mobilnya. "Kamu masuk mobil dulu, ya, nanti aku nyusul," titahnya. Nora mengerutkan keningnya, bingung. "Kakak mau ke mana?"
"Udah, masuk mobil dulu sana. Nyalain aja AC-nya, biar nggak kepanasan."
Nora masih bingung, tetapi gadis itu akhirnya menurut. Begitu sampai di mobil, Nora berusaha melihat apa yang Cliff lakukan. Laki-laki itu menghampiri rumah Pak RT. Hanya sebentar, sebelum Cliff berlari kecil menuju mobil.
"Kakak ngapain?" tanya Nora begitu Cliff sudah mulai menyalakan mesin.
"Nggak papa, Sayang." Cliff meraih tangan Nora untuk digenggamnya, lalu mulai menjalankan mobil. Nora tak lagi bertanya, ia sudah terlanjur tersipu dengan panggilan sayang yang keluar dari mulut Cliff tadi.
Kalo Nora dikata-katain, cuma bisa diem aja.
Kalo Cassie dikata-katain, nggak bakal peka.
Kalo Davina yang dikata-katain, fix tuh orang bakal dilempar sepeda.Udah mau tamat, btw 🥺
Incognito - Clifford.
28-8-2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
INCOGNITO ✓
Teen Fiction[SEQUEL BETWEEN LOVE AND LIES] Kesal karena dianggap hanya bisa bersembunyi di bawah ketiak sang ayah, Cellus mengajak kedua saudara kembarnya untuk masuk ke sekolah yang berbeda-beda, tanpa menggunakan embel-embel nama Williams. Tiga remaja di tig...