"Nora, lo dipanggil ke BK."
Nora dan Cliff sama-sama menoleh, lalu saling menatap. Cliff mengangkat bahunya, menandakan ia tak tahu apa pun perihal pemanggilan Nora kali ini.
"Makasih ya," ucap Nora akhirnya. Gadis itu pun bangkit, lalu melangkah ke ruang BK bersama dengan Cliff.
"Apa pun pertanyaannya, lo harus jawab jujur." Cliff memperingatkan Nora sebelum masuk. Gadis itu pun mengangguk, lalu membuka pintu setelah mengetuknya dua kali.
Jantung Nora menggila saat ia mendapati Citra, Inge, Lulu, dan Sania menatapnya tajam. Tanpa sadar, gadis itu menggigit bibir dalamnya hingga berdarah. Sungguh, Nora tidak siap dengan pertemuan ini.
"Nora, silahkan duduk," pinta Bu Restu. Nora pun duduk di antara Bu Restu dan Bu Puji, wali kelasnya. Ia menundukkan kepala, tak berani menatap empat orang gadis yang berjejer tepat di seberang tempat duduknya.
"Nora, tolong jawab jujur pertanyaan Ibu," ucap Bu Restu. "Apa benar, mereka yang suka mem-bully kamu?"
Tangan Nora langsung gemetar. Matanya terasa panas, tenggorokannya tercekat. Gadis itu tak bisa menentukan mana yang lebih dominan, rasa takut atau traumanya. Semua perbuatan Citra dan teman-temannya memang sudah membekas, menimbulkan luka menganga dalam hati Nora.
Bu Restu tersenyum, ia memegang tangan Nora. "Jangan takut. Sekolah akan menjamin kenyamanan dan keamanan kamu. Tolong bantu ibu menyelesaikan kasus ini."
Citra berdecih sinis, membuat Bu Restu dan Bu Puji menatapnya penuh peringatan.
"Nora," panggil Bu Restu lembut. Nora menatap Citra dan teman-temannya sekilas. Mereka melayangkan tatapan penuh ancaman untuknya.
Jawab jujur, Nora. Ada Kak Cliff yang bakal ngelindungin kamu, batin Nora berteriak, mendorongnya untuk mengatakan yang sebenarnya.
Butuh waktu beberapa saat untuk berpikir, hingga akhirnya Nora pun menganggukkan kepalanya pelan. "Benar, Bu."
"Bohong!" Citra berdiri, lalu menunjuk-nunjuk Nora. "Lo bohong, Sialan! Lo nggak punya bukti!"
"Tapi ibu punya," timpal Bu Restu. Ia mengambil laptop-nya, lalu menyetel video rekaman CCTV dimana Citra dan teman-temannya merundung Nora di dekat laboratorium Biologi. Sial, ia tak menyangka tempat sepi itu masih memiliki CCTV.
"Satu video aja nggak cukup buat ngasih kita hukuman, Bu!" teriak Citra.
"Ibu punya banyak sekali rekaman yang bahkan cukup untuk mengeluarkan kamu dari sekolah," balas Bu Restu tak kalah tegas. Ia menggeser layar laptop-nya, lalu menyetel video yang lain. Kali ini, saat Citra dan teman-temannya merundung Nora di ruang janitor. Tak sampai di situ saja, Bu Restu menunjukkan beberapa video lain, membuat Citra dan teman-temannya ketakutan.
"Tidak sampai di sini saja, pihak sekolah sudah mengusut kasus ini hingga ke SMP kalian dulu," tutur Bu Restu, membuat Citra dan teman-temannya terbelalak kaget. Citra sampai kembali duduk saking lemasnya. Ia merasa sangat-sangat malu sudah berteriak di depan Bu Restu.
"Besok, orang tua kalian akan dipanggil. Termasuk orang tua kamu, Nora. Dan untuk kalian, akan mendapat hukuman skorsing selama satu minggu untuk sementara waktu, hingga keputusan selanjutnya."
Citra menipiskan bibirnya marah. Sedangkan Nora, gadis itu sudah menitikkan air mata sejak melihat video perundungannya tadi. Ia masih mengingat jelas bagaimana Citra dan teman-temannya menyuruh Nora untuk menelan air got, menyiramnya dengan air bekas pel, mengotori tubuh Nora dengan telur dan tepung, juga menghinanya dengan kata-kata kasar yang menyakitkan.
Tak ingin berlama-lama berada di ruangan yang dibencinya, Citra pun bangkit, lalu keluar dari ruang BK diikuti teman-temannya. Tak ada salam yang ia lontarkan untuk Bu Restu dan Bu Puji, membuat kedua guru itu menggelengkan kepala.
"Bu, kalau Bunda saya nggak dipanggil, apa nggak bisa? Saya takut Bunda kepikiran," tanya Nora.
"Maaf, Nora. Ini sudah ketentuan sekolah. Bunda kamu berhak tau bagaimana mereka memperlakukan kamu di sekolah. Tenang, semuanya akan baik-baik saja. Ibu yakin."
Nora tak punya pilihan lain selain mengangguk.
***
Entah sudah berapa lama Cliff dan Nora saling diam. Meski biasanya mereka juga tak banyak berinteraksi, namun kali ini rasanya aneh. Nora terlihat murung sejak keluar dari ruang BK, tidak seperti biasanya.
"Lo nggak papa?" tanya Cliff akhirnya. Nora mendongak menatap kakak kelasnya itu, lalu menggeleng.
"Nggak papa, Kak."
"Bu Restu bilang apa aja? Lo udah jawab jujur, kan?" Nora mengangguk.
"Besok, Bunda bakal dipanggil ke sekolah," tutur Nora akhirnya. "Aku takut Bunda kepikiran pas tau ulah Citra."
"Biar gimana pun, Bunda lo emang harus tau," balas Cliff. "Lo nggak usah khawatir, semuanya bakal baik-baik aja."
Nora tersentak saat Cliff menepuk puncak kepalanya. Hanya dua kali, namun mampu membuat hatinya bergetar. Jantungnya berdegup begitu cepat, seketika Nora lupa caranya bernapas. Apalagi, saat Cliff menarik kedua sudutnya, mengulum senyum. Sangat tipis, namun Nora bisa menangkapnya.
"Jangan melamun. Kesurupan lo," ucap Cliff jenaka, meski nadanya terdengar datar. Nora tersenyum, membuat senyum Cliff ikut melebar.
Sial, perasaan apa ini?
***
"Kak, Bunda dapet panggilan dari sekolah kamu. Kenapa? Kamu ada masalah?"
Nora menatap Laila sendu. "Maafin Kakak ya, Bun. Kakak ngerepotin Bunda."
"Kakak nggak ngerepotin Bunda selama bukan Kakak yang buat masalah," balas Laila. Ia duduk di sebelah Nora, merapikan anak rambut Nora yang berantakan ke belakang telinga. "Pasti tentang Citra, ya?"
Nora mengangguk lesu.
"Udah, Kakak nggak usah khawatir. Ini yang Bunda tunggu-tunggu, pihak sekolah akhirnya menindaklanjuti kasus Citra. Kakak sekarang tidur, ya."
"Iya, Bun," jawab Nora, menurut. Gadis itu pun bangkit, lalu berjalan ke kamarnya untuk beristirahat.
Incognito - Clifford.
6-8-2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
INCOGNITO ✓
Teen Fiction[SEQUEL BETWEEN LOVE AND LIES] Kesal karena dianggap hanya bisa bersembunyi di bawah ketiak sang ayah, Cellus mengajak kedua saudara kembarnya untuk masuk ke sekolah yang berbeda-beda, tanpa menggunakan embel-embel nama Williams. Tiga remaja di tig...