Edgar dan Kai yang baru saja masuk ke dalam basecamp, langsung dibuat heran dengan tingkah Cellus yang sudah tergeletak di lantai sambil kejang-kejang.
"Kenapa, tuh?" tanya Kai sambil menunjuk Cellus dengan dagunya.
"Abis pelukan sama Davina semalem, terus jadi zombie," jawab Fauzan. Laki-laki itu berusaha menusuk pentol yang paling besar dalam plastik, namun tak kunjung berhasil.
"Njir, seriusan?!" tanya Edgar tak percaya.
"Hm. Ternyata pelukan sama gebetan ada efek sampingnya. Gue baru tau," ejek Milo.
"Lus, Lus! Sadar, Lus!" Kai menepuk-nepuk pipi Cellus. Mata laki-laki itu terpejam setengah. Yang terlihat cuma putihnya, pula. Sudah menunjukkan tanda-tanda orang mau lewat.
"Jangan ganggu gue, Kai. Gue lagi kejang," ucap Cellus lirih. Laki-laki itu memegangi dadanya, lalu memejamkan mata. Lalu, Cellus tersenyum, membuat Kai langsung beringsut menjauh.
"Ngeri beud." Kai merinding sendiri.
"Heh, goblok! Bangun lo, Su!" Edgar menendang-nendang kecil lengan Cellus.
"Jancuqz," umpat Cellus. Ia akhirnya bangkit, lalu duduk di kursi usang yang terletak di sebelah Felix. Laki-laki itu menyandarkan kepalanya di pundak teman sekelasnya itu lalu kembali senyum-senyum sendiri.
Sejujurnya, yang tadi pagi mencetuskan ide agar Davina tidak masuk dulu itu ya si Cellus. Tapi kan malu, jadi Diego dijadikan kambing hitam. Diego setuju-setuju saja sih, ia juga kasihan pada kakaknya.
Astaga, Cellus sudah merasa jadi pacar paling perhatian sedunia.
Eh, belum ding. Tapi hampir, kok. Tunggu saja.
***
Pulang sekolah bukannya ke rumah, Diego malah menyuruh supir antar jemputnya untuk mengantarkannya ke apartemen Cellus. Jelas saja, kan kakaknya ada di sana. Bocah itu baru saja selesai membersihkan dirinya, dan sudah mengganti seragamnya dengan baju rumah yang ia ambil bersama Cellus tadi pagi.
Saat ini, Davina sedang memasak makan siang. Gadis itu bosan sekali di apartemen sendirian, jadi ia pergi ke minimarket yang ada di bawah, lalu membeli bahan memasak. Kali ini, Davina ingin membuat spaghetti carbonara.
"Kak, menurut aku, Kakak sama Kak Cellus cocok, lho," celetuk Diego tiba-tiba, membuat Davina menoleh.
"Ngaco kamu, Go," balas Davina sambil mengaduk saus putihnya.
"Ih, aku serius tau. Kalo Kakak sama Kak Cellus nikah, ntar Kak Cellus jadi kakakku juga, kan?"
Davina mendengus. "Jadi kamu jodoh-jodohin kakak sama kak Cellus biar dia jadi kakak kamu?"
Diego menggeleng. "Nggak juga, sih. Kalian beneran cocok. Kakak suka marah-marah, kak Cellusnya baik banget, sabar. Walaupun kadang mulutnya suka ngawur, sih. Suka kasih saran yang nggak-nggak. Tapi beneran, cocok."
Davina tak menjawab lagi. Gadis itu menyajikan sepiring spaghetti untuk Diego, lalu ikut duduk di kursi seberang adiknya. Diego terlihat sangat bersemangat memakan masakan kakaknya.
"Enak, nggak?" tanya Davina setelah Diego menyantap suapan pertamanya. Anak laki-laki itu mengangguk semangat.
"Enak, Kak. Udah lama aku nggak makan masakan Kakak," jawab Diego, membuat Davina tersenyum tipis.
"Go, maafin Kakak, ya. Kakak ninggalin kamu sendirian."
Diego menatap Davina, lalu mengangguk. "Tapi Kakak jangan pergi-pergi lagi, ya? Kalo malem pulang, main sama aku."
Davina tersenyum. "Iya, mulai sekarang Kakak bakal pulang tiap hari."
***
"PIPIPIPIN!!" teriak Cellus begitu masuk ke dalam unit apartemennya. Davina— yang sedang bermain ponsel, terlonjak kaget.
Saat melihat wajah Cellus, Davina langsung mengalihkan pandangannya. Bayang-bayang pelukan mereka semalam masih terngiang-ngiang di otak Davina.
"Udah pulang lo?"
Cellus mengerutkan keningnya. "Lah, Pin. Gue di sini, bukan di sana."
Mau tak mau, Davina melihat ke arah Cellus. Pipinya sontak memerah. Ia malu bukan main. Ingin sekali rasanya Davina menenggelamkan dirinya sendiri di laut mati.
"G-gue masak spaghetti carbonara. Gue siapin dulu," ucap Davina cepat, sebelum ngibrit ke dapur. Cellus terkekeh melihat tingkah Davina. Laki-laki itu menyusul Davina, lalu duduk di meja makan sambil memandangi sang calon istri sedang memasak. Eh.
"Gimana pelukan gue semalem, Pin? Mantep, nggak?" tanya Cellus sambil menaik-turunkan alisnya. Davina tak berani menoleh. Bisa-bisa ia melempar Cellus dengan panci saking kesalnya.
"Mau lagi nggak, Pin?"
"Gue tabok ya lo," ancam Davina. Cellus terkikik sendiri. Lalu, keheningan kembali menyelimuti.
"Pin, jadi pacar gue, yuk."
Davina menghela napas. Entah sudah berapa kali Cellus mengajaknya berpacaran. "Ogah."
"Yahh..." Wajah Cellus berubah sendu. "Kok gitu. Padahal gue ganteng, baik, rajin beribadah, pinter basket, nyaman dipeluk, murah hati, tidak sombong, ram—"
BRAK!
Davina meletakkan piring berisi makan siang Cellus dengan kasar. Bukan bermaksud begitu, tapi ia tak tahan saja mendengar Cellus membangga-banggakan dirinya sendiri seperti itu. Kan Davina jadi... ah, sudahlah.
"Makan, jangan ngoceh mulu."
Cellus tersenyum girang. "Aduh, istri idaman banget. Gue jadi ngebayangin, ntar kalo kita nikah, gue kalo makan siang tiap hari pasti pul— auuuwh!" Cellus menjerit saat Davina mencubit lengan kekarnya.
"MAKAN!"
Incognito - Cellus.
2-7-2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
INCOGNITO ✓
Teen Fiction[SEQUEL BETWEEN LOVE AND LIES] Kesal karena dianggap hanya bisa bersembunyi di bawah ketiak sang ayah, Cellus mengajak kedua saudara kembarnya untuk masuk ke sekolah yang berbeda-beda, tanpa menggunakan embel-embel nama Williams. Tiga remaja di tig...