CLF | 10

3.9K 542 6
                                    

Berita tentang pihak sekolah yang mengusut tuntas kasus bullying secara besar-besaran mulai menyebar begitu cepat seperti virus, membuat kehebohan di seantero sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berita tentang pihak sekolah yang mengusut tuntas kasus bullying secara besar-besaran mulai menyebar begitu cepat seperti virus, membuat kehebohan di seantero sekolah. Pasalnya, sekolah tak hanya mengusut satu kasus saja, melainkan puluhan— baik yang ditemukan sendiri maupun dari e-mail yang masuk dari para whistleblower.

Terhitung sudah satu minggu sejak orang tua Nora serta orang tua Citra dan teman-temannya dipanggil ke sekolah. Saat itu ayah Citra marah besar, sama sekali tidak percaya dan malah menuduh pihak sekolah telah mencoba untuk mencoreng nama baik keluarganya. Citra— yang merasa dibela, juga ikut mendukung ayahnya, mengatakan bahwa pihak sekolah sudah menuduhnya yang tidak-tidak.

Setelah pihak sekolah membeberkan semua bukti rekaman video dan hasil yang didapat sekolah dari SMP mereka dulu, barulah ayah Citra percaya, dan malah berbalik memarahi anaknya. Tak hanya Citra, ketiga temannya yang lain pun bernasib sama.

Hari ini, Citra resmi keluar dari Atlanta High School. Inge dan Lulu pun sama, hanya Sania yang bertahan. Sania itu sebenarnya anak baik, dia hanya ikut-ikutan saja karena takut dimusuhi oleh yang lainnya. Di antara mereka berempat, hanya Sania yang meminta maaf pada Nora.

"Ngapain lo? Mau ngetawain gue?" tanya Citra sinis setelah keluar dari ruang kepala sekolah. Di tangannya, terdapat sebuah amplop putih yang Nora yakini sebagai surat pernyataan bahwa dirinya tidak lagi bersekolah di Atlanta High School.

"Aku cuma mau tau apa alasan kamu," balas Nora. Ia berusaha sebaik mungkin menutupi rasa takutnya. Ia jadi lebih tenang karena di sebelahnya ada Cliff yang senantiasa menemani.

Citra berdecih tak suka. "Lo pikir aja sendiri!"

Nora menghela napas. "Ya udah, nggak mau ngasih tau juga nggak papa." Nora pun melangkah pergi, tak ingin berlama-lama dekat dengan Citra.

"Coba kalo lo nggak ada, Kak Aben nggak akan nolak gue!" teriak Citra akhirnya, membuat langkah Nora langsung terhenti. Cliff yang di sebelahnya pun ikut berhenti secara refleks, lalu menoleh pada Nora.

Aben, adalah kakak kelas mereka waktu SMP dulu. Satu sekolah— termasuk Nora juga tahu, bahwa Aben menyukai Nora. Laki-laki itu selalu mengambil kesempatan sekecil apa pun untuk bisa berdekatan dan mengobrol dengan Nora.

Namun, fakta bahwa Citra menyukai Aben tidak pernah Nora ketahui sama sekali. Apalagi tentang Aben yang menolak Citra, hingga membuat Citra dendam pada Nora.

Nora membalikkan tubuhnya, menatap Citra yang tampak tak seperti biasanya. Saat Nora menatap mata Citra, Nora bisa melihat tatapan penuh kesedihan dan luka. Tatapan yang tak pernah Citra tunjukkan pada siapa pun.

Nora berjalan mendekati Citra. "Seharusnya kamu nggak nyalahin aku. Aku bahkan nggak tau kamu suka sama Kak Aben. Aku nggak ngerti sama jalan pikiran kamu, Cit. Bahkan waktu Kak Aben pacaran sama Kak Illona pun, kamu tetep bully aku."

Citra bungkam. Matanya sudah berkaca-kaca, napasnya naik-turun. "Itu karena gue iri sama lo!" tutur Citra akhirnya. Nora tampak terkejut mendengar pengakuan Citra.

"Iri?"

"Lo sadar nggak, sih, lo selalu dapet perhatian guru-guru! Lo selalu jadi murid kesayangan, sedangkan gue nggak! Gue yang harus mati-matian latihan dance biar bisa kepilih jadi center di tim cheers, tapi malah lo yang dapet! Lo ngambil semua yang gue mau tau, nggak!"

"Tapi itu bukan kesalahan aku, Cit. Aku nggak—"

"SEMUA SALAH LO! SALAH LO, NORA! ANJING!"

Cliff langsung menarik Nora menjauh dari Citra saat gadis itu hendak menyerang Nora. Ia juga dengan sigap menahan Citra yang masih berusaha menggapai rambut Nora.

"Pergi," pinta Cliff pada Nora. Gadis itu menatap Citra sejenak, sebelum berjalan cepat meninggalkan tempat itu, entah ke mana.

Sepeninggal Nora, Cliff kembali fokus pada Citra yang masih histeris. Untung saja beberapa guru langsung menarik Citra untuk pergi, sehingga Cliff bisa menyusul Nora.

***

"Kak, makasih, ya."

Cliff langsung menolehkan kepalanya, menatap Nora dengan tatapan bingung. Sebelah alisnya terangkat, petanda dirinya sedang menuntut penjelasan lebih.

"Makasih, karena Kakak, aku bisa bebas dari Citra," lanjut Nora. "Kakak kan, yang ngusut semuanya? Kakak yang nelusurin kamera CCTV satu-satu."

"Lo tau dari mana?"

Nora tersenyum. "Aku nggak sengaja denger waktu Bu Puji sama Bu Restu lagi ngobrol," tuturnya. "Kakak melototin semuanya sendiri?"

"Hm."

"Semua kasus?"

"Nggak, punya lo doang."

Kening Nora berkerut. Kedua sudut bibirnya berdenyut, menahan senyum. Entah, ada perasaan senang yang tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata.

"Kenapa gitu?"

Cliff mengedikkan bahunya, lalu menunjuk bekal yang ada di pangkuan Nora dengan dagu. "Makan."

Nora tersenyum canggung. Gadis itu pun kembali memakan bekalnya. Sesekali, ia mencuri pandang ke arah Cliff yang juga sedang menyantap bekal yang dibawakan Nora.

Saat tahu bahwa selama ini Cliff yang menjaga Nora, Laila langsung mengucapkan beribu-ribu terima kasih, membuat Cliff jadi sungkan sendiri. Tak hanya sampai di situ saja, Laila juga sering memasakkan bekal untuk diberikan pada Cliff. Nora pun, setiap hari harus menjadi sasaran sang bunda yang tak pernah absen menggodanya.

Sebenarnya, Nora juga merasa ada yang berbeda. Akhir-akhir ini, Nora jadi lebih mudah tersipu saat ia dekat dengan Cliff. Apalagi tatapan tajam nan tegas yang selalu Cliff layangkan setiap sedang berbicara dengan lawan bicaranya.

Damage-nya itu lho.

PLETAK!

"Auw!" Nora meringis karena Cliff menyentil keningnya.

"Makan, bukan ngeliatin gue," kata Cliff, membuat Nora menyengir. Malu.

"Kak," panggil Nora setelah beberapa saat.

"Hm."

"Kan kasus aku sama Citra udah selesai, Citra juga udah nggak sekolah di sini lagi." Nora menjeda ucapannya. "Setelah ini, kita bisa deket kayak gini lagi, nggak?"

Cliff menatap Nora sedikit terkejut, membuat gadis itu buru-buru meralat. "Bukan, bukan deket yang kayak gimana-gimana. Maksudnya... kita bisa tetep jadi temen, nggak?"

"Emang selama ini, kita temenan?" tanya Cliff.

"Eh, nggak tau," balas Nora. "Menurut Kakak?"

Cliff mengedikkan bahu. "Lo maunya gimana?"

Nora menggigit bibir dalamnya. "Kalo jadi temen, Kakak mau?"

Cliff menatap Nora lama, sebelum akhirnya mengangguk, membuat kupu-kupu yang beterbangan dalam perut Nora beranak-pinak.

Astaga, baru diterima sebagai temen aja udah seseneng ini, batin Nora.



Jangan lupa mampir ke ceritaku yang judulnya "Toxic", yah! 🤓💕


Incognito - Clifford.
7-8-2021.

INCOGNITO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang