Brayn membawa Clarisa keruang ganti khusus pemain basket, Brayn mengambil sesuatu dilokernya, setelah itu ia kembali menarik tangan Clarisa menuju ke arah toilet.
"Nih pake, ganti baju loe buruan," ucap Brayn datar, sambil menyerahkan seragam cadangannya, Clarisa hanya menurut saja.
Tak beberapa lama kemudian, Clarisa keluar dari toilet dengan wajah cemberut dan masih menggunakan almamater Brayn.
"Siniin almamater gue," kata Brayn sambil mengulurkan tangannya.
"Gak mau, loe yang bener aja baju loe itu gede tau ga, gue jadi kelihatan gendut," jelas Clarisa dengan wajah ditekuk.
"Yaudah kalo loe gak mau buka lagi aja seragam gue, dan balikkin almetnya soalnya gue mau rapat," kata Brayn santai.
"Terus gue pake apa dong," kata Clarisa dengan pipi mengembung, sambil menatap Brayn.
"Yah loe pake aja lagi seragam loe yang udah robek kaya tarzan itu," kata Brayn santai.
"Sialan loe," kata Clarisa kesal.
"Brayn plisss ya tolongin gue, pinjem dulu almet loe sehari ini aja," kata Clarisa memelas.
"Apa untungnya digue kalau gue nolongin loe," kata Brayn dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
"Entar gue bayar deh," kata Clarisa mencoba bernegosiasi.
"Gue gak kekurangan duit kali," jawab Brayn.
"Yaudah bodo amat, mau loe setuju atau gak gue tetep pinjam," kata Clarisa kesal dan hendak pergi dari sanah.
Langkah Clarisa terhenti, dan lagi-lagi Clarisa harus menabrak dada bidang Brayn karena ulah Bryan yang menarik tangannya dengan kuat.
"Brayn lepasin gue, kalo ada yang lihat gimana," panik Clarisa.
"Biasakan bilang makasih, kalau sudah ditolongin," kata Brayn Berbisik.
"Gak, gue gak mau lagian siapa yang nyuruh loe buat bantuin gue," ucap Clarisa seenaknya, dengan wajah angkuhnya.
Dengan sekali putar kini Clarisa tengah bersender ditembok dengan Brayn yang mengukung tubuhnya.
"Oke kalo loe gak mau, sekarang jawab gue, kenapa mata loe sembab kemarin malam ?," tanya Brayn.
"Bukan urusan loe, lepasin gue," kata Clarisa sambil berusaha mendorong dada bidang Brayn.
"Gak akan, sebelum loe jawab pertanyaan gue, ooooh gue tau atau karena perjodohan ini ya loe jadi mewo gini, kenapa loe takut ya," tebak Brayn.
"Kalau udah tau gak usah nanya, tuman tau loe, dan soal takut sama loe sorry nih, Clarisa Alnindia Wijaya tidak akan pernah takut kepada seorang Brayn," kata Clarisa sambil mendelikan matanya kesal.
"Oke gue faham, gue sih bisa aja nolak perjodohan ini tapi..." kata Brayn menggantungkan ucapannya, seraya tersenyum sinis.
"Tapi apa ?" tanya Clarisa sambil menatap kearah Brayn.
"Ada syaratnya," kata Brayn sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Apapun syaratnya gue pasti penuhi," kata Clarisa cepat.
"Yakin loe bisa," ucap Brayn meremehkan.
"Udah buruan ngomong, gak usah basa-basi," jawab Clarisa ketus.
"Gimana kalo gue minta tubuh loe," ucap Brayn dengan senyum menyeringai.
"Sialan loe, jangan harap," kata Clarisa seraya mememukul Brayn.
"Canda kali gue, gak minat gue sama cewe bar-bar kaya loe," jawab Brayn dengan senyum mengejek, seraya memandang tubuh.
"Ngapain loe ngeliatin gue kaya gitu," ucap Clarisa segeran menyilangkan tangannya didadanya, seraya melotot kearah Brayn.
"Gak, cuman memastikan ukurannya doang," kata Brayn santai, hal itu sukses membuat wajah Clarisa memerah bak udang rebus.
"Awas loe yah," kata Clarisa kesal.
"Oke kita kembali kepembahasan," tegas Brayn.
"Gue mau loe jangan pernah terlambat selama 1 bulan kedepan, gimana, mudahkan ?" tanya Brayn seraya menatap Clarisa yang kini masih dalam kukungannya.
"Oke gue setuju," kata Clarisa.
"Dan gue gak mau denger lagi loe buat keributan dengan Merry, selain itu loe harus nurut apapun kata gue. Deal," sambung Brayn, lalu ia segera melepaskan kukungan tangannya dan sedikit menjauh dari Clarisa, lalu mengulurkan tangannya.
Clarisa sejenak berfikir namun dengan cepat ia membalas uluran tangan Brayn.
"Oke deal," kata Clarisa seraya menjabat tangan Brayn sebagai tanda sepakata, dan setelah itu Clarisa bergegas untuk pergi dari sana.
Sebelum benar-benar pergi, Clarisa kembali berbalik menatap kearah Brayn.
"Tapi gue gak janji untuk syarat yang kedua, godaan mak lampir itu bener-bener kuat, emosi gue selalu ditarik ulur," setelah mengucapkan itu, Clarisa melanjutkan langkahnya meninggalkan Brayn.
Tanpa mereka berdua sadari, sejak tadi ada seseorang yang melihat kejadian itu namun tak mendengar percakapan mereka karena jaraknya yang lumayan jauh, ya dia adalah Kana sahabat Brayn.
-----
Clarisa kini tengah berjalan memasuki kelasnya."Aduh Clarisa loe tuh dari mana aja sih, dari tadi kita tuh nyariin loe tau, loe dibawa kemana lagi sama pangeran gue," cerocos Caca.
"Loe emang dari manasih, untung ajar guru belum masuk," kata Zaskia, yang juga ikut bertanya.
"Gue dari toilet tadi minjem ini," kata Clarisa sambil menunjuk almamater yang dia kenakan sekarang.
"What gue sampe gak sadar kalo ini almetnya pangeran gue," kata Caca sambil memegang almet yang dipakai Clarisa.
"Lebay loe kumat," kata Zaskia malas.
"Sudah-sudah kalian berdebat ngapa sih, tuh lihat siapa yang datang," kata Clarisa melerai, seraya menunjuk kearah pintu kelas, disanah ada seorang guru yang tengah melangkah masuk.
Menit demi menit berlalu, pelajaran kini telah usai, dan sekarang adalah jam pulang sekolah. Teman-teman Clarisa sudah pulang terlebih dahulu sedangkan Clarisa masih menunggu jemputannya karena hari ini dia tidak membawa mobil sendiri melainkan diantar maminya.
Clarisa berjalan kearah parkiran untuk menunggu sopirnya.
Langkah Clarisa terhenti dan dia sedikit terkejut pasalnya ada seseorang yang berbicara setengah berbisik ditenginya.
"Jangan lupa cuci almet gue yang bersih, soalnya gue gak mau ya, masih ada bau-bau bekas cewek bar-bar kaya loe," kata Brayn dengan nada yang sedikit mengejek.
Saat ini Clarisa benar-benar ingin menonjok wajah Brayn, seandainya ia tidak membutuhkan almamater itu.
"Ya," jawab singkat Clarisa, lalu melanjutkan langkahnya diikuti oleh Brayn dibelakangnya.
Kini Bryan sudah bersiap untuk menjalankan mogenya.
"Mau gue anter gak, tapi gak gratisa ya," kata Brayn yang kini tengah memakai helemnya.
"Gak usah, makasih kalau gak ikhalas," jawab Clarisa ketus, dan berjalan meninggalkan Brayn, lalu menghamipiri supirnya yang telah datang.
Sedangkan Brayan Terseyum dibalik helmnya saat melihat kepergian Clarisa, lalu dia menjalankan moge nya kesebuah kedai, kedai tersebut adalah milik Brayn sendiri dan dikelola oleh dirinya sendiri pula, kedai teesebut adalah dari hadiah ulang tahunnya yang diberikan oleh sang Ayah, itu semua adalah permintaan Brayn agar dirinya bisa belajar mengelola bisnis, serta tidak selalu memakai uang kedua orang tuanya, terlebih sebelum semua tanggung jawab perusahaan seutuhnya diberikan kepada dia.
Bersambung...
Mohon dukungannya, apa bila banya kesalahan kata dalam penulisan cerita ini, mohon dikeritik yah:)🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Karena Perjodohan
Teen FictionAssalamu'alaikum... Deskripsi dari judul cerita ini adalah: Meraungi kisah cinta, persahabatan dan hidup seorang gadis remaja berumur 18 tahun yang bernama Clarisa Alnindita Wijaya, yang tumbuh menjadi gadis dewasa tanpa kasih sayang yang penuh dari...