Pagi ini Brayn melihat Clarisa tengah terduduk di balkon kamar, ia seperti sedang termenung di sana. Entah apa yang mengganggu pikirannya pagi-pagi begini, pikir Brayn. Ia mulai melangkah menghampiri Clarisa, lalu melingkarkan lengannya di perut Clarisa.
Clarisa yang sejak tadi melamun memikirkan seseorang, akhirnya tersadar kala sebuah tangan memeluknya dari belakang. Ia menoleh ke samping dan terlihatlah bayangan wajah Brayn yang tengah menelusup di ceruk lehernya.
"Kenapa melamun, hem?" tanya Brayn, masih dengan posisi yang sama.
"Lepas, ih! Geli tau," ucap Clarisa berusaha melepaskan diri dari dekapan Brayn.
"Jawab dulu kenapa, Sayang?" tanya Brayn lagi.
"Ng--nggak ada apa-apa, kok," jawab Clarisa terbata, ia merasa sangat tak nyaman kala nafas Brayn menyapu hangat permukaan kulit lehernya.
"Mulai berani berbohong, ya, sekarang?" ucap Brayn. Kali ini ia berbisik di telinga Clarisa.
"I--iya, nggak. Lepasin, ih!" Clarisa terus memberontak.
"Mau jujur, atau begini terus?" tanya Brayn lagi.
"Jujur," sahut Clarisa.
Brayn membalikkan posisi Clarisa hingga menghadap ke arahnya, ia membelai kedua pipi mulus Clarisa dengan lembut, lalu mendaratkan sebuah kecupan di kening Clarisa. Setelah itu, ia menarik lengan Clarisa dan mendudukannya di samping tempat tidur.
Brayn berlutut di hadapan Clarisa, seraya menggenggam kedua jemari Clarisa.
"Ada apa, Sayang?" tanya Brayn, matanya menatap lekat netra di hadapannya.
"Zaskia," ucap Clarisa lirih.
"Zaskia?" Bryn mengulang ucapan Clarisa dengan alis berkerut. Clarisa menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Ada sesuatu?" tanya Brayn lagi. Clarisa mengangguk dan mulai menceritakan semuanya.
Brayn menarik nafasnya dalam, kala mendengar apa yang diceritakan oleh Clarisa.
"Rumit juga, ya," ucap Brayn.
"Kasian Zaskia," ucap Clarisa lirih.
Brayn tersenyum melihat empati besar pada diri sang istri.
'Cantik luar dalam,' ucap Brayn membatin.
"Udah, ya. Semua sudah diatur, kalau keduanya ditakdirkan untuk bersama, pasti selalu ada jalan untuk semua itu," jelas Brayn seraya tersenyum.
Clarisa mengangguk menanggapinya, lalu ia mengalungkan lengannya ke leher Brayn yang kini tengah berlutut di hadapannya.
"Sudah dulu peluknya, Sayang. Sekarang mandi ya, sebentar lagi teman-teman datang," jelas Brayn.
"Oh, iya. Kenapa harus di rumah ini, sih! 'Kan jadi was-was ... kalau mereka datang tiba-tiba," ucap Clarisa dengan wajah memelas. Brayn terkekeh mendengar keluhan Clarisa.
"Ada saatnya, nanti. Mereka semua akan tau dan terbiasa," ucap Brayn, seraya mengusap lembut pucuk rambut Clarisa.
"Iya," jawab Clarisa seraya mengangguk pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Karena Perjodohan
Teen FictionAssalamu'alaikum... Deskripsi dari judul cerita ini adalah: Meraungi kisah cinta, persahabatan dan hidup seorang gadis remaja berumur 18 tahun yang bernama Clarisa Alnindita Wijaya, yang tumbuh menjadi gadis dewasa tanpa kasih sayang yang penuh dari...