Setelah keluar dari Club malam itu, Brayn mendudukan Clarisa di dalam mobil lalu ia memasangkan seatbelt ketubuh Clarisa. Saat itu Clarisa terus merancau tak jelas, ditambah lengannya yang tak pernah diam ingin segera membuka pakaiannya.
Brayn buru-buru menginjak pedal gasnya, ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Ah ... panas," ucap Clarisa merancau.
Brayn yang tengah fokus mengemudikan mobilnya, mengalihkan pandangannya ke arah Clarisa. Entah sejak kapan seatbelt di tibuh Clarisa sudah terlepas, tangannya mulai menarik dress yang ia kenakan, sehingga membuatnya tersingkap keatas.
Glek ....
Brayn menelan salivanya dengan susah payah saat ia melihat paha Clarisa yang putih dan mulus, Buru-buru Brayn mengalihkan pandangannya kearah depan.
Namun lagi-lagi tingkah Clarisa membuat Brayn menelan salivanya, ketika tiba-tiba Clarisa mencium ceruk leher Brayn.
"Sihttt!" umpat Brayn. Ia buru-buru menepikan mobilnya di pinggir jalan, ia takut tidak fokus mengemudikan mobilnya dengan keadaan Clarisa seperti ini.
Saat sudah menepikan mobilnya, ia membenarkan posisi Clarisa. Namun bukannya benar Clarisa malah berpindah mencium bibirnya, kali ini Clarisa bukan hanya menciumnya tetapi juga mulai melum*tnya.
Brayn yang tengah di bawah kendali Clarisa tersebut, mulai mengumpat dalam hati.
"Sialan! Sampai gue dapat pelakunya, gue habisi loe! Loe udah berani buat gue sengsara," umpat Brayn dalam hati.
Brayn buru-buru mendorong bahu Clarisa agar sedikit menjauh dari dia.
"Loe jangan buat gue hilang kendali, ngerti loe!" ucap Brayn seraya menunjuk wajah Clarisa, dengan nafas yang memburu.
Sedangkan Clarisa malah tersenyum manis menatap lekat wajah Brayn, dan hendak kembali mendekatkan tubuhnya kepada Bryan, namun dengan sigap Brayn mengunci pergerakan Clarisa, lalu kembali memasangkan seatbeltnya.
"Hah!" umpat Brayn seraya mengacak kesal rambutnya.
Ia kembali mengemudikan mobilnya ke arah lain, ia berencana membawa Clarsa ke apartemennya, untuk mengurangi jarak tempuh, agar ia bisa buru-buru menghilangkan hawa panas di tubuh Clarisa.
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, mobil Brayn kini sudah memasuki pekarangan sebuah apartemen mewah. Setelah memarkirkan mobilnya, seperti biasa ia akan membukakan pintu untuk Clarisa. Saat tengah membuka seatbelt di tubuh Clarisa, Clarisa malah beranjak dan kembali mencium pipinya.
"Kalau loe tau kelakuan loe sekarang, loe bisa nangis-nangis besok," ucap Brayn seraya tertawa mengejek.
Banyak pasang mata yang melihat ke arahnya, saat ia tengah menggendong Clarisa yang terus merancau tak jelas. Meskipun waktu sudah larut, namun tak sedikit penguhuni apartemen tersebut yang masih berlalu lalang keluar masuk.
Saat sampai di depan pintu apartemennya, buru-buru Brayn menekan beberapa digit kode sebelum akhirnya pintu apartemen itu terbuka. Saat sudah masuk Brayn langsung membawa Clarisa ke dalam kamar mandi, dan meletakkan tubuh Clarisa ke dalam bathtub lalu dengan segera mengguyurnya dengan air sower yang dingin.
Clarisa mulai melemah, ia tak lagi merancau seperti tadi, hingga akhirnya ia tertidur disana.
Saat melihat Clarisa yang sudah tenang, Brayn menarik nafasnya pelan, setelah itu mendekat ke arah bathtup, ia mulai melepas satu persatu pakaian Clarisa, lalu segera memindahkan tubuh Clarisa ke atas ranjang. Beruntung ada piyama tidur yang waktu dulu dibelikan oleh bunda Hanum, jadi Brayn bisa memasangkan kembali pakaian ke tubuh Clarisa.
Brayn mulai menyelimuti tubuh Clarisa, setelah selesai ia memandang lekat wajah tenang Clarisa, lalu perlahan-perlahan ia mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Clarisa, sebelum akhirnya.
Cupp ....
Brayn mencium kening Clarisa dengan lembut.
"Gue sayang sama loe!" bisiknya di telinga Clarisa.
Setelah mengucapkan itu, ia ikut membaringkan tubuhnya di samping Clarisa, seraya memeluk erat tubuh Clarisa.
****
Pagi hari Brayn bangun lebih awal, ia segera membersihkan dirinya, lalu beranjak pergi meninggalkan apartemen entah akan pergi kemana.
Tak lama kemudian Brayn kembali ke apartemennya, ia menenteng satu kantong plastik berisi belanjaan yang ia beli tadi di supermarket.
Brayn mulai menghidangan makanan, dan segelas susu jahe hangat.
Tak lama setelah Brayn selesai menata makanannya, Clarisa mulai menggeliat di atas tempat tidur, Clarisa beranjak bangun dari posisinya seraya memegang kepalanya yang terasa pusing saat itu, sebelum akhirnya ia berteriak mengaduh.
"Aduh! Sakit banget," ucap Clarisa.
Brayn yang mendengar suara Clarisa barusan, buru-buru berjalan menghampiri Clarisa.
"Pelan-pelan!" seru Brayn seraya memegang pundak Clarisa.
"Kepala gue sakit banget nih," keluh Clarisa.
Brayn tak menjawabnya, ia mulai menarik kepala Clarisa mendekat ke arahnya, lalu dengan segera Brayn mulai memijat kepala Clarisa.
"Gimana udah mendingan?" tanya Brayn setelah melayangkan beberapa pijitan di kepala Clarisa.
"Iya sudah ko," jawab Clarisa.
"Nih, diminum biar enakkan!" seru Brayn seraya memberikan segelas susu jahet hangat.
"Thanks ya," ucap Clarisa, ia mulai meneguk minumannya. Perutnya kini terasa sangat hangat.
" Loh ko gue ada disini!" ucap Clarisa panik, setelah ia menyadari bahwa saat ini dirinya bukan berada di kamarnya maupun kamar Brayn.
"Apartemen gue," jawab Brayn santai.
"Sejak kapan gue ketemu loe, perasaan semalam gue ...." Clarisa menggantung ucapannya seraya mengingat-ngingat kejadian semalam, namun ia tak mengingatnya sama sekali.
"Di club malam," jawab Brayn datar.
"Ya benar! Club ma ... malam," ucap Clarisa terbata-bata saat melihat Brayn tengah menatapnya tajam saat itu.
"Untuk pertama dan terakhir kalinya, loe menginjakkan kaki loe di tempat seperti itu," ujar Brayn masih dengar suara datar.
"Ih! Apa hak loe ngelarang gue, lagian gue gak ngapa-ngapain," kata Clarisa, hal itu mampu membuat Brayn tersinggung hingga tanpa sadar Brayn mengucapkan kata-kata yang membuat Clarisa bungkam seketika.
"Gue punya hak selama loe masih jadi istri gue," ucap Brayn dingin, ia benar-benar sangat marah saat Clarisa menanyakan perihal haknya.
Brayn mulai berjalan ke arah pintu apartemen, dan hendak pergi dari sana, sebelum benar-benar pergi ia kembali berkata kepada Clarisa.
"Habisin makanan loe!" seru Brayn, setelah itu ia benar-benar tak terlihat lagi di pandangan mata Clarisa.
Setelah kepergian Brayn, Clarisa buru-buru masuk ke dalam kamar mandi. Ia menangis sejadi-jadinya saat itu, hatinya sangat sakit ketika Brayn kembali membahas soal dirinya yang hanya menjadi seorang istri sementara. Padahal yang ia harapkan tadi, Brayn menjawabnya bahwa ia berhak karena ia adalah suaminya, namun semua harapan Clarisa itu tidak benar-benar terjadi. Ia sadar Brayn tak pantas untuknya, pria tampan itu jauh di atasnya dari segi apapun.
Di sisi lain Brayn juga sama sepertinya, ia berfikir mungkin dirinya tak pantas untuk Clarisa, dirinya yang memang tak tau cara memperlakukan seorang perempuan dengan baik, ya karena memang dirinya tak pernah tak pernah menjalin hubungan dengan seorang perempuan sejak ia mulai beranjak dewasa.
Mereka kini tengah berada dalam fikiran yang sama, sama-sama pasrah perihal perasaan dan takdir kedepannya.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Karena Perjodohan
Teen FictionAssalamu'alaikum... Deskripsi dari judul cerita ini adalah: Meraungi kisah cinta, persahabatan dan hidup seorang gadis remaja berumur 18 tahun yang bernama Clarisa Alnindita Wijaya, yang tumbuh menjadi gadis dewasa tanpa kasih sayang yang penuh dari...