Brayn yang melihat Clarisa belum beranjam dari tempatnya, kembali menegur Clarisa.
"Gue bilang turun, loe denger kan," kata Brayn lagi dengan suara dingin.
"Iyah gue juga mau turun ini gak sabaran banget," jawab Clarisa.
"Jangan harap gue mau bukain pintu buat loe," ucap Brayn dengan nada sinis.
Clarisa yang hendak membuka pintu mobil berhenti sejenak, setelah mendengar ucapan Brayn barusan.
"Idih siapa juga yang berharap kaya gitu, lagian gue masih punya kaki dan tangan yang utuh." kata Clarisa tak kalah sinis.
Setelah mereka memasuki bangunan yang menjulang tinggi itu, Brayn langsung menuju ke sebuah kamar ampartemennya.
Clarisa yang mengekor dibelakang Brayn mulai gelisah dia terus menatap Brayn penuh selidik, Brayn yang ditatap seperti itu seperti faham atas apa yang tengah dipikirkan oleh gadis yang sudah berada sampingnya itu.
"Gak usah mikir macem-macem, gue gak sebajingan yang loe pikir," ucap Brayn, Clarisa sedikit tenang setelah mendengar penjelasan Brayn.
"Berhubung ini sudah hampir tengah malam, dan tugas gue masih banyak, jadi gue gak mau ambil resiko," kata Brayn menjelaskan.
"YA TAPI LOE GAK BIS.." ucapan Clarisa terpotong saat tangan Brayn membekap mulutnya lagi.
"Husssttt... gak usah teriak-teriak, gue gak budek ko," bata Brayn setengah berbisik di telinga Clarisa.
"Hmmpp.." Cclarisa menyiku perut Brayn, pasalnya Brayn tak melepaskan bekapan tangannya.
"Gila loe ya, gue bisa mati gara-gara loe," kata Clarisa kesal.
"Mati tanam," ucap Brayn santai sambil berjalan masuk kedalam kamar, Clarisa hanya dapat menahan kesal dengan meninjukan tangannya keudara.
Brayn mengambil sebuah bantal dan selimut.
"Sekarang loe tidur, nanti subuh gue anterin loe balik," kata Brayn berjalan keluar dari kamar, menuju ruang tamu.
"Eh tunggu, loe ngapain bawa bantal sama selimut keluar," tanya Clarisa.
"Mau tidur lah," jawab Brayn datar.
"Loe mau tidur diluar ?" tanya Clarisa.
"Kamar disini cuman satu, emang loe mau tidur disopa hemm," kata Brayn berbalik menatap Clarisa.
"Ogah lah, loe yang bawa gue kesini ya loe harus perlakuin gue dengan baik lah," kata Clarisa nyolot.
"Ya terus kenapa loe pake nanya segala gue mau tidur dimana, jelaslah gue tidur disopa kecuali loe gak keberatan kalo tidur seranjang bareng gue," ucap Brayn menyeringai, lalu berjalan mendek kearah Clarisa.
Clarisa dengan sigap mengambil bantal, seraya melemparkannya kearah Brayn.
"Jangan mimpi loe," ucap Clarisa ketus.
"Oke," jawab Brayn singkat, lalu bergegas pergi keruang tamu.
Clarisa yang hendak menutup pintu, dibuat kaget dengan Brayn yang kembali memunculkan kepalanya dibalik pintu.
"Jangan lupa kunci pintunya, takutnya gue khilaf tengah malam," kata Brayn seraya tersenyum jahil, lalu melanjutkan langkahnya.
"BRAYN.." teriak Clarisa, untung saja kamar tersebut kedap suara.
Clarisa yang kelelahan akhirnya tertidur walaupun sebelumnya dia sempat bergulat lagi dengan pikirannya.
Berbeda dengan Brayn, kini matanya tengah terfokus menatap layar laptop, dengan jari jemarinya yang mulai sibuk berkutat dengan keyboard laptop, Brayn tengah menyelesaikan tugas sekolahnya dan juga pekerjaannya. Setelah semua selesai Brayn yang juga merasa lelah, akhirnya tertidur menyusul Clarisa kealam mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Karena Perjodohan
Dla nastolatkówAssalamu'alaikum... Deskripsi dari judul cerita ini adalah: Meraungi kisah cinta, persahabatan dan hidup seorang gadis remaja berumur 18 tahun yang bernama Clarisa Alnindita Wijaya, yang tumbuh menjadi gadis dewasa tanpa kasih sayang yang penuh dari...