Setelah dari villa pagi tadi, Brayn dan Clarisa memutuskan untuk pergi, sekedar berjalan-berjalan menghitari kota.
"Loh, ko berhenti, sih?" tanya Clarisa kepada Brayn. Saat Brayn menghentikan motornya, tepat di sebuah caffe.
"Makan ice cream, Sayang," ucap Brayn santai. Ia mulai melepas helm fullface yang melekat di kepalanya.
Rupanya Brayn hendak menepati janjinya pada Clarisa tadi pagi, yang ingin memakan ice cream.
"Ayo," ajak Brayn, seraya mengulurkan tangannya.
Clarisa dengan senang hati, menerima uluran tangan Brayn. Kini keduanya Berjalan beriringan memasuki caffe tersebut.
"Duduk dulu di sini, ya. Gue mau pesan dulu, ice creamnya," titah Brayn. Ia menarik sebuah kursi dan mendudukan Clarisa di sana. Setelah itu ia melenggang pergi dari sana.
Clarisa memainkan ponselnya, sambil menunggu Brayn kembali.
"Lama, ya?" tanya Brayn, yang baru saja datang. Ia terduduk di hadapan Clarisa.
"Ngga, udah selesai, belum?" tanya balik Clarisa.
"Sudah, tunggu aja nanti datang. Sabar, ya?" ucap Brayn seraya tersenyum. Clarisa menganggukan kepalanya dan kembali fokkus pada ponselnya.
"Asik banget, sih, coba sini, ponselnya!" titah Brayn.
"Eng--nggak ko, bukan apa-apa," sahut Clarisa, seraya menggenggam erat ponselnya.
"Gue pinjam bentar aja, sini," ucap Brayn.
Clarisa buru-buruh meraih tasnya, dan hendak memasukan ponselnya ke dalam tas.
"Ngga usah, gue juga mau simpan di-" ucapan Clarisa terpotong, bersamaan dengan Brayn yang tiba-tiba saja langsung merebut ponselnya.
"Siniin ponselnya, ih," ucap Clarisa, berusaha merebut ponselnya.
"Arka," ucap Brayn, seraya memainkan jarinya di atas layar ponsel Clarisa.
Ya, sejak tadi Clarisa memang sedang membalas pesan dari Arka, bukan maksud untuk menghianati Brayn, namun ia tak enak jika di kira sombong. Toh, dia hanya membalas pesan seadanya saja, tanpa melibatkan perasaannya.
Clarisa yang mendengar Brayn menyebut nama Arka, ia langsung berhenti dari gerakannya yang tadi ingin meraih poselnya. Wajahnya kini, terlihat sangat cemas dan memucat.
Brayn mengalihkan pandangannya, dari layar ponsel Clarisa. Ia mulai menatap tajam, kearah gadis di hadapannya saat itu.
Clarisa yang sejak tadi menunduk, kini mulai memberanikan diri untuk mendongkak, saat itu tatapannya bertemu dengan tatapan mata elang Brayn, yang tengah menatapnya dengan sangat tajam.
Glek!
Clarisa menelan salivanya dengan susah payah, ia mulai memainkan tali tasnya, seraya mengigit bibirnya sendiri.
"Nih, ponselnya," ucap Brayn sambil memberikan ponsel milik Clarisa, tetapi Clarisa tak menyahut sedikit pun.
"Mau diambil, ngga?" tanya Brayn lagi.
"Eh, i--iya mau," jawab Clarisa, perlahan tangannya terulur, untuk meraih ponselnya.
"Gue, udah hapus nomer dia," ucap Brayn dengan santai seraya menyantap ice cream di hadapannya.
"Ha?" Clarisa seakan tak percaya, dengan apa yang di katakan oleh Brayn barusan. Ia buru-buru melihat ponselnya dan benar saja, kontak Arka sudah tak ada di daftar kontaknya.
"Kenapa, hem?" tanya Brayn. Ia sejak tadi mengamati Clarisa, yang tengah menggeser-geser layar ponselnya.
Clarisa menggelengkan kepalanya, lalu ia mengalihkan tatapannya ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Karena Perjodohan
Teen FictionAssalamu'alaikum... Deskripsi dari judul cerita ini adalah: Meraungi kisah cinta, persahabatan dan hidup seorang gadis remaja berumur 18 tahun yang bernama Clarisa Alnindita Wijaya, yang tumbuh menjadi gadis dewasa tanpa kasih sayang yang penuh dari...