Sore ini Brayn sudah diperbolehkan untuk pulang, ayah Andra dan bunda Hanum turut ikut menjemput sang putra.
"Lo udah gak apa-apa, 'kan?" tanya Clarisa seraya melihat Brayn, yang kini tengah mengenakan hoodienya.
Brayn mengalihkan pandangannya ke arah Clarisa.
"Kenapa, sih, Sayang? Khawatir ya, sama suami tampan ini, hem?" ucap Brayn seraya tersenyum menggoda.
"A--apaan, sih! Udah, ah, ayo kita cepat keluar," ucap Clarisa salah tingkah.
"Buru-buru banget, sih, kenapa?" tanya Brayn lembut seraya menarik pinggang Clarisa agar mendekat ke arahnya.
Brayn melingkarkan lengannya di pinggang Clarisa, ia menyandarkan kepalanya di perut Clarisa, dengan posis Clarisa yang berdiri sedangkan Brayn terduduk di atas brankar.
"Sa," panggil Brayn, masih dengan posisi yang sama.
"Hem?" sahut Clarisa seraya mengusap lembut rambut Brayn.
"Kapan gue boleh minta hak gue, Sa," ucap Brayn tiba-tiba.
Karena pertanyaannya barusan, Brayn mendapat sebuah pukulan dari Clarisa di pundaknya.
"Loh, ko dipukul, sih, Sayang?" tanya Brayn. Ia mendongkak ke atas, melihat wajah Clarisa yang tengah bersemu.
"Gu-gue ... gue belum siap, untuk semua itu," jawab Clarisa hati-hati seraya menggigit bibirnya, ia takut Brayn marah karena ucapannya.
Mendengar jawaban Clarisa barusan, Brayn tersenyum simpul. Ia merubah posisi duduknya menjadi berdiri sejajar dengan Clarisa, kini giliran ia menunduk untuk melihat wajah gadisnya yang lebih pendek darinya. Kembali ia lingkarkan lengannya di tubuh gadis itu dan menariknya hingga tubuh keduanya tak berjarak.
"Jangan tegang gitu, mukanya. Gue gak akan maksa, gue bakalan nunggu, sampe lo siap," ucap Brayn seraya tersenyum menatap Clarisa.
"Jangan jadikan beban, tentang perkataan gue barusan, ya," pinta Brayn. Clarisa tak berkata apapun, ia hanya mengangguk pelan seraya tersenyum manis.
Brayn menarik Clarisa ke dalam dekapannya, ia mengelus lembut pucuk rambut Clarisa, lalu menciumnya penuh cinta.
"Gue sayang, sama lo, Sa," ucap Brayn tepat di telinga Clarisa.
Clarisa mendongkak menatap wajah Brayn, tatapan keduanya saling bertemu.
"Gue juga, sayang sama lo," ucap Clarisa, ia kembali menenggelamkan kepalanya di dada bidang Brayn.
Keduanya masih larut dalam pelukan memabukan itu, hingga akhrinya suara deritan pintu, menganggetkan kedua sejoli yang tengah dirundung kasmaran tersebut.
"Ehem!" bunda Hanum berdehem canggung.
"Pantesan, ditungguin ngga muncul-muncul, ternyata lagi melepas rindu," celetuk ayah Andra.
"His, ayah!" ucap bunda Hanum, seraya menyenggol lengan suaminya.
Kedua sejoli tersebut hanya tersenyum hambar, menutupi kegugupan masing-masing.
"Ayo, Nak, kita pulang sekarang," ajak bunda Hanum.
"Kita duluan aja, Bun, kayanya mereka belum puas tadi," celetuk ayah Andra lagi.
"Ayah, sudah, ih!" tegur bunda Hanum.
* * *
Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, mobil yang dikendari oleh ayah Andra, kini susah memasuki gerbang rumah bertingkat tiga tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Karena Perjodohan
Teen FictionAssalamu'alaikum... Deskripsi dari judul cerita ini adalah: Meraungi kisah cinta, persahabatan dan hidup seorang gadis remaja berumur 18 tahun yang bernama Clarisa Alnindita Wijaya, yang tumbuh menjadi gadis dewasa tanpa kasih sayang yang penuh dari...