Brayn yang sudah tersadar, mulai mengerjapkan kedua matanya, hingga ia dapat melihat sosok Clarisa dengan jelas di hadapannya. Brayn terdiam, ia ikut mengamati wajah cantik istrinya itu. Namun sedetik kemudian, tenggorokkannya terasa sangat kering, sehingga ia memutuskan untuk meminta tolong kepada Clarisa.
"Boleh minta tolong ... ambilin minum, ngga?" tanya Brayn.
"Boleh ko, tunggu bentar, ya," sahut Clarisa seraya beranjak dari posisinya. Ia belum menyadari seseorang yang barusan meminta tolong kepadanya.
Clarisa berjalan ke arah sebuah meja, untuk mengambil air minum di sana. Namun baru beberapa langkah ia berjalan, ia sudah menyadari kesadaran Brayn, buru-buru ia berbalik arah menghampiri Brayn.
"Lo! Lo udah sadar!" ucap Clarisa kaget.
"Kenapa, sih? Ko kaget gitu,?" tanya Brayn seraya tersenyum.
"Lo bilang kenapa? Lo gak tu ha! Gue khawatir sama lo, lo tiba-tiba aja langsung kaya gitu, gue takut lo kenapa-kenapa," ucap Clarisa dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca.
"Emang gue, kenapa?" tanya Brayn lagi dengan santai.
"Lo, bodoh!" teriak Clarisa, seraya menunjuk wajah Brayn.
"Bodoh? Kenapa?!" ucap Brayn yang terlihat bingung dengan kening berkerut.
"Lo bodoh, kenapa lo makan ice cream yang gue kasih. Padahal lo tau, loe itu elergi coklat!" ucap Clarisa dengan nada marah dan mulai terisak.
Brayn malah tersenyum simpul, menanggapi ucapan Clarisa.
"Lo yang nyuruh gue makan 'kan? Sekaligus membuktikan, biar lo gak ngira gue jijik, sama bekas lo," ucap Brayn.
"Ya, tapi ... lo 'kan, bisa nolak, Brayn!" kesal Clarisa.
"Gue gak mau, buat lo sedih," jawab Brayn enteng.
"Dengan membahayakan diri lo, gitu?" ucap Clarisa.
"Gak gitu, Brayn. Bukan berarti gue bahagia, lo harus seperti ini," sambung Clarisa, air matanya sudah luruh membasahi kedua pipi mulusnya.
"Kebahagiaan lo, paling penting untuk gue. Bahkan nyawa gue, gue rela ngorbanin, demi kebahagiaan lo," jawab Brayn seraya menatap wajah Clarisa. Ia menangkup wajah Clarisa menggunakan satu tangannya.
"Pleas, jangan nangis! Gue gak suka, lihat lo nangis gara-gara gue," ucap Brayn lembut, dan mulai menghapus air mata di kedua pipi Clarisa menggunakan jarinya.
"Gue kawatir sama lo, tau! Lagian kenapa lo gak pernah bilang, sih, kalau lo elergi coklat," ucap Clarisa kesal sambil membersihkan sisa-sisa air matanya.
"Lo gak pernah nanya, sama gue," sahut Brayn santai.
"His, tapikan lo bisa langsung nolak, waktu gue nyuruh lo makan ice creamnya," ucap Clarisa lagi.
"Udah dibilangin juga, gue gak pengen lihat lo sedih," sahur Brayn lagi masih dengan nada santai.
"His, lo nyebelin banget, sih," ucap Clarisa jengkel. Ia mulai jengah berbicara dengan Brayn.
"Ambilin minum, Sayang," titah Brayn.
Clarisa baru tersadar, Brayn tadi sempat meminta minum kepadanya, namun ia melupakan hal itu, dan malah sibuk mengomeli Brayn.
"I--iya, tunggu bentar," jawab Clarisa, seraya berjalan hendak mengambil air minum.
"Nih," ucap Clarisa. Ia memberikan segelas air minum kepada Brayn.
"Thank, Sa," ucap Brayn. Clarisa hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Oh, iya, bunda sama ayah, besok pagi baru bisa ke sini," jelas Clarisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Karena Perjodohan
Ficção AdolescenteAssalamu'alaikum... Deskripsi dari judul cerita ini adalah: Meraungi kisah cinta, persahabatan dan hidup seorang gadis remaja berumur 18 tahun yang bernama Clarisa Alnindita Wijaya, yang tumbuh menjadi gadis dewasa tanpa kasih sayang yang penuh dari...