Haechan tahu kalau apa yang ia lakukan adalah salah. Ia sangat tahu kalau tindakannya tersebut membuat Mark tak suka, Haechan ingin menjelaskan tapi sepertinya Mark enggan berbicara dengannya. Haechan bingung tentu saja, apakah salah nya sebesar itu sehingga Mark mendiamkannya begini?
Di dalam mobil yang terasa sunyi ini Haechan menoleh kearah Mark, suaminya itu sedang fokus menyetir dengan aura kelam miliknya, yang mana membuat Haechan enggan untuk sekedar memanggil namanya saja. Tapi demi memperbaiki semuanya dan ia tahu kalau djrinya yang salah Haechan memberanikan diri.
"Mark.."
"Hm?"
"Kamu masih marah?"
Mark menoleh sekilas lalu kembali fokus pada kemudinya, ia lalu menggeleng. "Maafin aku ya, seharusnya aku gak marah-marah kayak tadi."
Haechan terdiam, ia lalu mengalihkan pandang kearah lain. Apakah semudah itu bagi Mark meminta maaf padanya? Apakah Mark tidak merasa bahwa tindakannya tadi pagi membuat hati Haechan berdenyut perih. Wajar saja jika Haechan merasa kebingungan, sebab Haechan tidak pernah melakukan kesalahan seperti itu sebelumnya, Haechan juga bingung kenapa Mark bisa sampai terbawa emosi begitu, bukankah seharusnya ia tidak perlu bersikap demikian pada Haechan, karena Haechan adalah istrinya sendiri.
"Kamu mau roti?"
Haechan mengangguk, ia melihat keluar jendela menyadari bahwa mereka sekarang sudah berhenti di sebuah mini market.
"Kamu aja yang turun, aku lagi males."
Mark kemudian mengangguk, ia lalu segera turun untuk masuk kedalam mini market tersebut, entah kenapa suaminya itu tiba-tiba ingin membeli roti padahal Haechan sendiri tidak memintanya. Lama menunggu hingga akhirnya ia kembali memikirkan tentang siapa perempuan yang menelpon Mark di pagi hari tadi.
Salah jika Haechan merasa overthingking? Salahkah jika Haechan merasa takut kalau Mark akan meninggalkannya nanti, semua itu Haechan pikirkan bukan karena ia hanya takut belaka, tapi karena bukti sudah di depan mata. Bagaimana Mark yang sedikit berubah padanya, laki-laki itu yang setiap harinya tak pernah ada di rumah, bahkan sekarang Haechan melihat Mark menenteng 2 kantung plastik berukuran sedang. Mencuri pandang pada kantung yang tak Mark berikan padanya. Sepertinya isi nya sama, Haechan lagi ingin bertanya untuk apa dan siapa belanjaan tersebut. Tapi lagi-lagi niatnya ia urungkan, sebab jika Mark ingin menjelaskan ia tidak akan menunggu untuk ditanya terlebih dahulu kan?
Hah! entalah, Haechan hanya berusaha untuk berpikir positif saja sekarang. Berharap semoga semuanya baik-baik saja termasuk rumah tangga mereka ini.
"Aku gak bisa anter sampe kelas ya, gapapa kan?" Kata Mark setelah mobilnya berhenti di lahan parkir jurusan seni.
Haechan mengangguk, ia mengambil tas miliknya lalu segera turun dari dalam mobil, sengaja meninggalkan kantung yang berisikan roti tersebut juga salah satu kebiasaan baru mereka. Saat sudah sampai di teras jurusan Haechan tersenyum tipis, bahkan Mark melupakan hal itu juga. Kebiasaan mereka yang mengecup bibir satu sama lain ketika hendak berpisah, Haechan tertawa pelan ketika mengingat kalau biasanya Mark akan protes jika kebiasaan mereka itu terlewatkan. Dan bahkan Mark tak menyadari bahwa Haechan meninggalkan roti yang Mark belikan tadi.
🔹🔹🔹
"BANGKE, NAJIS, HUAAA SAMPAH BUSUK HUHU, ASUU."
Haechan menatap aneh kearah salah satu teman kelasnya yang sedang menangis. Umpatan itu benar-benar tidak baik jika di dengar oleh anak nya yang pintar ini.
Haechan mengelus pelan perutnya yang tertutupi Hoodie putih miliknya, "dedek kalo lagi di kelas Mama mending tutup kuping aja ya sayang, temen-temen Mama emang laknat semua." Kata Haechan dengan pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Not Innocent {Markhyuck}
FanfictionYang Haechan tahu dia dijodohkan dengan laki-laki lugu yang bernama Mark Jung, tapi siapa sangka ternyata dibalik cover seorang Mark lugu Jung terdapat hal yang membuat Haechan tak habis pikir dengan sosok pemuda yang 1 tahun lebih tua darinya itu...