15. Pembatalan

2.6K 487 18
                                    

Renjun menatap jeno yang baru pulang dengan kerutan di dahi. Disaat kejadian siang tadi di sekolah dia belum bertemu lagi dengan jeno, dan sekarang pemuda itu pulang dengan kondisi yang acak acakan.


Renjun meringis ngeri disaat melihat wajah Jeno yang belum di obati sama sekali, Renjun pikir Jeno cukup pintar untuk mengurus dirinya sendiri ternyata tidak, kembali pada awal Jeno hanya seorang anak manja dari keluarga berada, tentu saja untuk mengurus diri sendiri dia tidak bisa.



"Kau dari mana?" Kata pertama disaat sedari tadi keduanya hanya diam saja. Jeno melirik ke arah Renjun sejenak kemudian mempokuskan lagi pandangannya kedepan, menatap televisi yang menyala karena Renjun sedang menonton drama. Ah.. pantas saja hidupnya penuh dengan drama karena tontonan nya saja seperti ini.



"Eh? Kau mengacuhkan ku?"



"Jeno!"



"Kau ini benar-benar menyebalkan!"



Bahkan Renjun sudah meracau tetapi Jeno masih tetap diam.


"Kau marah karena jaemin—



"Kenapa kau ingin membandingkan ku dengan Jaemin? Kau ingin mengatakan Jaemin begitu baik padamu? Dia peduli padamu? Serta dia memberikanmu coklat! Kau lupa aku juga pernah memberimu setumpuk coklat! dan kau melupakan segala sikap dermawan ku dan membandingkannya dengan jaemin yang hanya memberikan mu 2 batang coklat?" Renjun terbeo mendengar seluruh racauan Jeno yang tak begitu ia mengerti.




Anak itu menggelengkan kepalanya pelan. "Aku tidak memintamu untuk memberikanku coklat."




Seperti biasa Jeno hanya mendesah berat, dia memijat kepalanya yang berdenyut sakit ketika menghadapi Renjun. "Aku sedang serius Renjun! Tolong jangan buat aku untuk memakimu" Jeno menahan segala kekesalan yang ada pada dirinya.


"Aku juga tidak bercanda, aku juga serius Jeno" balas Renjun. "Aku tidak tau apa yang terjadi di antara kau dan Jaemin. Tetapi untuk setiap permasalahan antara dirimu dan Jaemin, kau tidak seharusnya marah padaku. Ada batasan untuk setiap hal Jeno, terlebih lagi kau tidak lupa bukan tujuan awal kita setuju menikah hanya untuk mencari kebebasan masing-masing. Aku dengan hidupku dan kau dengan hidupmu" Jeno terdiam sejenak, sejak awal kedua memang sepakat untuk itu. Bahkan Jeno yang menuntut Renjun untuk setuju, tetapi kenapa saat ini malah Jeno yang terkesan mengekang Renjun dengan ke inginan nya.


Seharusnya Jeno tidak peduli dengan Renjun! Mereka bukan siapa-siapa, hanya sepasang anak remaja yang berbohong di hadapan tuhan dengan mengucapkan janji suci tanpa arti.



Selebihnya mereka hanya menginginkan kebebasan, menjalani masa muda yang memang menyenangkan jika di habiskan bersama dengan orang terkasih.


"Jadi kau ingin aku tidak mencampuri setiap urusanmu?"

"Memang seharusnya seperti itu bukan?"


Meskipun sedikit berat hati Jeno mengangguk. "Baiklah, jika memang seperti itu ke inginan-mu"

"Ini bukan ke inginan-ku Jeno, ini memang kesepakatan kita berdua sejak awal" Setelah mengatakan kalimat tersebut Renjun bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah dapur. Ia kembali dengan membawa kotak obat yang menang sudah tersedia.


Mematikan televisi dan membawa tubuh Jeno untuk menghadap ke arahnya. Kening Jeno berkerut disaat melihat Renjun mengeluarkan beberapa kapas dan membasahinya mengunakan antiseptik.

"Kau mau apa?"

"Mengobati lukamu"

"Cck! Tidak perlu peduli padaku, kau pasti sedang merencanakan sesuatu kan? Padahal kau sendiri yang mengatakan kita tak perlu mencampuri urusan masing-masing"


Young Married | NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang