36. Intip

2.6K 445 120
                                    


Hcuh!



Renjun hampir terlempar kebelakang melewati punggung Jeno ketika pemuda Jung mendadak bersin. Untung saja refleks nya cukup bagus dengan langsung memeluk leher Jeno, yang malah membuat Jeno kesulitan bernafas.






Renjun memukul punggung Jeno tanpa sadar. "YAK! SEHARUSNYA——




"Renjun~~" Omelan Renjun terhenti disaat Jeno berbalik ke arahnya dengan hidung yang meler dan mata merah. Yang mana membuat Renjun menghela nafas dan kembali pada kegiatan awalnya; mengeringkan rambut Jeno dengan handuk.







"Tekanan darahku naik akhir-akhir ini." Ingin sekali Jeno mengatakan kalau tekanan darah Renjun selalu naik setiap harinya, itu sebabnya dia selalu marah-marah. "Kan sudah kubilang, jangan menungguku! Dan aku masih tidak mengerti kenapa kau berdiri di bawah hujan selama itu? Sekarang kau sakit dan malah menyusahkan ku."






"Renjun~~ jangan mengomel seperti itu, kepala ku malah semakin berdenyut sakit~~" Rengek nya dengan mimik lucu, jika sudah seperti ini Renjun tidak tahan. Sejak kapan Jeno memiliki mimik seperti itu?





Renjun memasang senyum lebar dengan sedikit di paksakan. "Baiklah... Aku akan menunda omelanku sampai kau sembuh. Sekarang kau minum obatmu lalu tidur, ya?"







Jeno mengangguk saja, tanganya menerima obat pemberian dari Renjun dan ketika Jeno melihat obat itu, dia langsung menatap Renjun dengan pandangan sedih. "Renjun~~~" lagi-lagi Jeno merengek. "Kenapa kau malah memberiku obat sakit gigi?" Ingin rasanya Jeno menangis saat ini.









"Huh." Renjun membuang nafas panjang, kemudian memijat kepalanya yang tiba-tiba berdenyut. "Kau tahu tanggal berapa sekarang? Ini tanggal tua! Uang kita sudah menipis dan kau malah sakit. Dan hanya obat itu yang tersisa."










"Tapi obat ini tidak ada hubungannya dengan sakit ku, aku terkena flu bukan sakit gigi!"









"Tetap saja itu bisa membantu, mulut dan hidung mu kan berdekatan setidaknya itu akan sedikit mengobati mu dari pada kau tidak meminum obat apapun sama sekali."








Jeno tertawa pelan, tapi tidak ada seorang pun yang tahu seberapa tertekan dia sekarang. Tanpa banyak bicara lagi Jeno memutuskan untuk meminumnya.







"Kau tahu, ibu pernah menyuruh ku untuk mencari pasangan yang sama seperti dirinya. Dan sekarang ucapanya itu menjadi kenyataan."









Entah untuk keberapa kalinya pipi Renjun memerah hanya karena perkataan Jeno. Tubuhnya di goyangan pelan sambil mengulum senyum. "Benarkah? aku mirip seperti ibumu? Aku pandai menjagamu, apa itu artinya aku sudah termasuk kedalam kriteria idaman?"








Jeno mengangguk pelan. "Kau sangat mirip dengannya, kau pandai membunuhku secara perlahan." Badannya Jeno jatuhnya ke atas ranjang di saat mata Renjun sudah melotot.






Bibir Renjun mencibik kesal tetapi tidak melakukan perlawanan lagi, dia tak sadar kalau itu malah terlihat menggemaskan di penglihatan Jeno, entah kenapa sekarang setiap ekspresi yang Renjun buat, itu akan terlihat menggemaskan bagi Jeno.








"Malam ini kau boleh tidur di tempat ku." Tangannya bergerak menyelimuti tubuh Jeno. "Biar aku yang tidur di tempat mu." Lanjutnya dan hendak berjalan ke sisi rajang yang lain, dimana sebuah kasur lipat ter-ampar disana. Namun sebelum Renjun melangkah lebih jauh lagi, Jeno malah menahan tangannya dan menariknya begitu saja sehingga terjatuh di atas rajang.







Young Married | NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang