|73| BagasRara

35.7K 5.9K 1.4K
                                    

Pilihannya, ambil risiko atau kehilangan kesempatan.
-BagasRara-

Selamat membaca

***

Abdul senantiasa menatap menantunya menunggu jawaban pertanyaannya tadi. "Kalau Papa kamu ngajak damai dan mau kasih restu apa kamu mau memaafkan dia?" tanyanya mengulang.

Tidak ada balasan dari Rara. Mulutnya terkunci rapat seolah enggan menjawab. Rara mengalihkan pandangannya ke samping sembari meremas kedua tangannya, sesekali mengerjap saat matanya terasa berembun.

Hingga beberapa menit berlalu barulah Rara mengeluarkan suaranya kembali. "Mau." Ia menjawab dengan suara pelan.

"Tapi gak tau Bagas," lanjutnya menatap kosong ke depan. Bagas tidak mungkin diam saja setelah tau Aldi pernah meminta syarat itu dulu.

Rara memegang kepalanya yang tiba-tiba pusing, ia meringis membuat Abdul menatapnya khawatir. Rara menutup matanya saat perutnya juga ikut-ikutan nyeri.

"Hiks... sakit," ringisnya meremas bahu Abdul erat.

"Bapak panggilin Bagas dulu," ujar Abdul berdiri. Tangan Rara menahannya kembali duduk. "Atau panggil Ibu?" tawarnya.

Rara menggelengkan kepalanya pelan. "N-nggak. Kasian Bagas baru pulang capek."

Abdul berdecak tak percaya. "Sempat-sempatnya masih mikirin orang yang bikin kamu nangis sendirian?" tanyanya benar-benar tidak habis pikir.

"Udah gak sakit. Gak usah panggil Bagas atau Ibu, ya, Pak," pinta Rara.

Mau tak mau Abdul mengangguk setelah memastikan kondisi Rara lebih baik. Abdul mengeluarkan ponselnya ketika dirasa bergetar, ia kemudian menoleh ke Rara. Meminta izin mengangkat telepon lalu keluar setelah melihat Rara mengangguk.

Sepeninggal Abdul. Rara menggeser tubuhnya mendekati Reya. Ia mengusap rambut anaknya lembut membuat Reya menoleh ke arahnya.

Rara tersenyum kecil. "Tadi ngapain aja sama abah di toko?" tanyanya.

Reya memeluk Rara dari samping. "Akan loti, Bubu! Nak tau!" balasnya tersenyum manis.

"Itu rotinya?" Rara menunjuk kue di plastik atas meja.

Reya mengangguk. "Bubu mau?"

"Mau, ambilin," ucap Rara tertawa kecil.

Reya menurut, tangannya menggapai plastik dan memberikan ke Rara dengan plastik-plastiknya. "Nak Bubu!" ujarnya seolah memberitahu.

"Reya udah makan?" Rara membuka satu roti di dalamnya lalu mencoba sedikit. "Hmm... iya enak," ucapnya menganggukkan kepala.

"Udah, anyak." Anak itu mengusap perutnya sambil tersenyum memperlihatkan gigi putihnya.

Rara menghabiskan roti ini hingga habis sambil meminum susu hamilnya. Sesekali melirik pintu kamar sebelah, belum ada yang keluar sejak Bagas masuk tadi. Sepertinya Bagas dan Surti berbicara serius.

Rara mengusap perutnya dan sebelah tangannya mengelus rambut Reya. "Anak-anak Bubu. Bubu sayang kalian," gumamnya kecil.

•••

Sementara di dalam kamar, Surti tidak melepaskan pandangannya dari sang anak yang sedang menyisir rambut di depan cermin. Surti tidak bersuara, dia menunggu Bagas memulai obrolan lebih dulu. Meskipun begitu sejak tadi tatapan tajam bak orang menatap musuhnya.

Bagas sebenarnya sengaja berlama-lama menyisir rambutnya karena ia malas akan mendapat ceramah dari Ibunya ini. Ekspetasinya Surti akan keluar karena bosan, namun kenyataan ibunya itu justru tidak mengalihkan pandangan darinya. Jika begini, Bagas menyerah.

BagasRara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang