Lupa Gender

975 93 3
                                    

Votmen dong:)

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Rein."

Kianzee memanggil Reina, tumben-tumbenan Kianzee memanggil nama adiknya, Reina. Reina berkedip dua kali, lalu mendekat ke arah Kianzee.

"Apa?"

"Berangkat sama Kakak."

Reina tampak berpikir, lalu dia menaikkan kedua alisnya. "Sakit kayaknya nih si Kakak satu," batin Reina.

"Tumben, kesambet apa Kak? Rein jadi takut, jangan-jangan Kakak nih kemasukan barongsai." Reina celingak-celinguk seperti orang bodoh. Sudah dibilangkan, Reina ini kadang-kadang bisa mendadak goblog kayak gini, mungkin efek kepalanya sering digeplak orang, jadi agak geser dikit.

"Udah ah, gausah banyak bacot." Kianzee menarik dengan cepat tangan Reina.

"Santai dong Kak. Nanti aku jatuh, gedebug, kasihan lantainya."

Langkah Kianzee terhenti, sepertinya otak adiknya ini benar-benar sudah tergeser. "Kok kasihan lantainya? Kasihan kamunya lah," ucap Kianzee bingung.

"Sukak-sukak Rein lah, kan Rein yang ngomong."

Kianzee menatap adiknya dengan tatapan miris. "Dek, ke rumah sakit yok. Sepertinya otakmu sudah tergeser, udah agak laen soalnya," ucap Kianzee.

"Udah ayok berangkat. Nanti kita telat, mentang-mentang itu sekolah punya Papa." Gantian Reina yang menarik tangan Kianzee untuk masuk ke mobil.

Di perjalanan tidak ada yang saling berbicara satu sama lain, dua-duanya saling diam. Reina memilih memandangi jalanan kota dari kaca mobil, sedangkan Kianzee fokus menyetir.

Setelah hampir sampai ke sekolah, Reina meminta untuk turun. "Kak, aku turun sini aja. Nanti heboh lagi, Rein males ngeladenin."

Kianzee pun memberhentikan mobilnya. "Kenapa? Bukannya bagus kalau orang-orang tau kalau kamu itu adik Kakak? Biar gak ada yang berani gangguin kamu." Kianzee menatap Reina dengan tatapan sedikit tidak suka.

"Pokoknya Rein mau turun di sini." Reina melepaskan sealtbealt lalu tangannya ingin bergerak membuka pintu mobil, tapi Kianzee menahannya.

"Enggak, kita masuk sama-sama," kekeh Kianzee.

"Isss, Rein gak mau Kakak Zee yang cantik. Pokoknya Rein mau turun sekarang." Reina juga tetap kekeh ingin turun.

"Kita turun berdua, dengan atau tanpa persetujuanmu," ucap Kianzee dingin. Nah, muncul sudah sifat asli Kianzee yang dingin dan datar. Reina bukannya takut, malah menatap Kianzee datar.

"Awas aja kalau Kakak ikutan turun, kita musuhan." Reina berhasil membuka pintu mobil. "Kakak Zee jelek!" Setelah mengucapkan itu Reina membanting pintu mobil.

Brak.

Kianzee memijat alisnya, ada apa dengan Reina sebenarnya? Lalu Kianzee tak mempermasalahkan itu lagi, dia melajukan mobilnya ke arah sekolah.

Kianzee juga bersekolah di tempat yang sama seperti Reina dan Zehan. Kianzee jurusan BM (Bisnis Manajement), Zehan jurusan TBSM (Tekhnik Bisnis Sepeda Motor) karena Zehan suka hal-hal yang berbau motor, dan Reina jurusan RPL (Rekayasa Perangkat Lunak).

Saat ini Kianzee sudah kelas 12 dan Zehan sudah kelas 11. Umur Zehan adalah 17 tahun, umur Salsa 16 tahun, sedangkan Kianzee sama seperti umur Fadly yaitu 18 tahun. Untuk Reina, saat ini Reina masih berumur 15 tahun.
.
.
.

Reina berjalan santai di koridor sekolah dengan memasukkan tangannya ke saku. Mulutnya senantiasa mengemut permen kopi. Itu memang ciri khas Reina.

Tak sedikit warga sekolah yang memandang Reina tanpa berkedip. Reina itu cantik, tapi dia tidak ingin terlalu mencolok. Rambut sedikit panjang dan berwarna sedikit pirang, alis yang seperti di lukis, mata hitam jernih walau tatapannya datar,bibir kecil dan hidung mancung, wajah Reina juga tidak berjerawat. Benar-benar rupa yang seperti di lukis oleh seorang artist digital.

Sayangnya Reina saja yang sedikit cuek pada keadaan sekitar. Reina tidak ingin mencolok karena itu sangat merepotkan menurutnya.

Brugh.

Tiba-tiba saja siswi SMP menabrak Reina, sepertinya dia terburu-buru, terlihat dari penampilannya yang sedikit berantakan. Gadis itu yang menabrak, malah gadis itu juga yang jatuh.

Reina berhenti dan menatap gadis itu datar, lalu Reina sedikit membungkuk dan mengulurkan tangan kanannya. Gadis itu membetulkan kacamatanya dan melihat uluran tangan Reina, dia terdiam sejenak.

Bukannya menerima uluran tangan Reina, gadis itu malah memandangi wajah paripurna Reina. Aura Reina berhasil membuat gadis itu deg degan, sepertinya gadis itu lupa gender.

"Sorry." Reina berucap dengan tatapan yang datar.

Gadis itu tersadar dari lamunannya dan cepat-cepat menyambar uluran tangan Reina. Dia kemudian berdiri dan menepuk-nepuk seragamnya yang sedikit kotor.

"Ma-makasih Kak, dan aku minta maaf tadi jalan gak liat-liat," ucap gadis itu sedikit gagap.

"Lari."

"Ha?"

"Tadi kamu bukan jalan tapi lari." Reina meralat ucapan gadis itu. Gadis itu tersenyum malu-malu.

Lalu Reina sedikit tersenyum dan mengelus kepala gadis itu. "Lain kali hati-hati." Lalu Reina pergi begitu saja, tanpa menyadari kalau yang diperbuatnya membuat gadis itu baper.

"AAAAA,  MAAAK ANAKMU BAPERR!" teriaknya sampai membuat beberapa orang menoleh.

Sebegitu berpengaruhnya pesona Reina bagi orang lain. Hanya sedikit tindakan kecilnya saja bisa membuat jantung tidak aman.

Reina yang sudah agak menjauh masih bisa mendengar teriakan tadi. "Sepertinya kejadian lalu akan terulang. Tapi itu bukan salahku kan?" gumam Reina.

Dulu waktu dia di Amerika, banyak anak perempuan yang baper dibuatnya, bahkan ada yang benar-benar menyatakan cinta. Padahal yang dilakukannya hanya mengajari siswi-siswi itu, tidak lebih, tapi kenapa mereka malah baper? Reina sampai bergidig ngeri. Ya jangan salahkan wajahnya yang cantik dan tampan secara bersamaan.

"Ale," panggil Reina pada Alea ketika sudah sampai kelas.

"Apa Rein?"

"Nanti pulang sekolah kita belajar di perpus buat lomba cerdas cermat."

PORSENI akan dilaksanakan 3 minggu lagi. Reina sudah mendapat informasi kalau yang di lombakan untuk cerdas cermat kali ini adalah bahasa Indonesia, PKN, dan matematika, dan bahasa Inggris. Untung saja Reina menguasai semua itu.

"Cepet kali sih Rein, masik tiga minggu laginya," ucap Alea protes.

"Tiga minggu itu sebentar. Pokoknya pulang sekolah dateng ke perpus."

"Aku nanti sore ada latihan nyanyi lagi, sama latihan taekwondo," ucap Alea memberikan alasan.

Reina menatap Alea datar lalu tersenyum sinis. "Kek orang sibuk kau kutengok. Gamau tau pokoknya harus dateng."

"Salahin lah itu Bapakku, disuruh latihan inilah itulah. Entah apa temanya, kalo gak ikut uang jajan aku dipotong." Alea malah mengeluarkan keluh kesahnya.

"Yaudah, salahin sana Bapakmu."

"Issh Rein~~"

Alea menarik-narik tangan Reina, berharap mereka tidak latihan hari ini. Reina tetap kekeh dengan pendiriannya, dia hanya menatap lempeng Alea.

"Bilang sama Bapakmu, kau libur hari ini. Ada urusan lain yang gak bisa ditinggal." Reina memberikan saran, mereka harus belajar hari ini. Reina orangnya itu totalitas, jadi dia harus mempersiapkan diri sebaik mungkin.

"Nanti Bapakku gak ngasih Rein. Gimana dong."

"Gak ada alasan." Reina lalu menelungkupkan kepalanya ke kedua tangannya. Menurut Rein itu hanyalah alasan yang tak berdasar, mana mungkin orang tua tidak memberi izin kalau itu memang penting.

Bersambung~~

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang