Sekolah Baru

2K 159 3
                                        


Reina terbangun pada jam tujuh malam, dia membersihan badannya sekitar lima belas menit, lalu turun kelantai dasar untuk makan malam. Sebenarnya Reina memang sudah lapar dari tadi, tapi dia menahannya karena sudah kelewat ngantuk.

Tap tap tap.

Semua atensi mengarah kepada Reina, dia memakai baju tidur warna kuning dengan lengan tangan panjang, juga celananya yang panjang. Seluruh keluarga Aflastar cukup terkejut dan sedikit bingung melihat Reina yang tiba-tiba sudah ada di rumah, tapi setelah itu ekspresi mereka kembali normal.

"Malam semua," sapa Reina. Mengucapkan sapaan ketika malam ataupun pagi itu sudah menjadi kewajiban Reina sedari kecil, kebiasaan itu terbawa sampai sekarang. Ya walaupun tidak ada yang terlalu menanggapi

Reina duduk di sebelah abang pertamanya, yaitu Alden Rahardian Aflastar. Dia yang akan menjadi penerus Aflastar Group nantinya, saat ini Alden menjadi CEO di perusahaan milik keluarganya sendiri.

"Kapan kamu sampai?" tanya kakak Reina. Dia adalah anak kedua di keluarga Reina, namanya adalah Kianzee Al Aflastar. Kakak Reina yang selalu bersikap datar di manapun dia berada.


"Tadi siang," jawab Reina tanpa menoleh, dia sedang mengambil makanan untuk dirinya sendiri. Setelah selesai Reina duduk dengan rapi.

"Pa."

Reina memanggil ayahnya. Mahardika menoleh ke arah Reina, lalu menaikkan sebelah alisnya tanda bertanya.

"Rein mau sekolah di sekolahnya Bang Zehan jugak. Papa daftarin ya?" pinta Reina pada ayahnya. Mahardika mengangguk setuju. Lagian sekolah itu juga milik keluarga Aflastar.

Nama sekolah itu adalah Yayasan Perguruan Afla Star. Sekolah yang menggabungkan SD, SMP dan SMK. Sekolah yang cukup bergengsi di kota Medan.

Setelah selesai makan malam, Reina memutuskan langsung kembali ke kamar. Reina duduk di depan komputer, cukup lama dia berpikir dia mau ngapain.

"Main game ajalah, sekalian live streaming."

Dia adalah seorang programer, artist dan juga gamer. Dia itu youtuber game dengan 50 ribu subscriber. Reina mulai masuk ke dunia youtube semenjak dia tinggal di luar negri. Melihat teman-temannya bermain game, Reina jadi tertarik. Sampai dia menjadi gamer handal dan memutuskan membuat akun youtube.

Bukan hanya untuk game, tapi akun youtube-nya juga berisi tutorial menggambar digital. Pikir Reina ilmunya itu harus dia bagikan ke orang lain.

Reina sangat menyukai ketiga hobi itu. Kalau dia disuruh meninggalkan salah satu hobi itu, dia tidak akan bisa.

Reina juga sudah mempunyai website sendiri. Website yang dia kerjakan seorang diri, selesai dalam waktu lima bulan. Karena Reina suka menggambar, jadi dia membuat website platform jual beli gambar atau jasa komis. Sekarang penggunanya sudah sekitar puluhan ribu orang.
.
.
.

Pagi harinya Reina sudah rapi dan siap berangkat sekolah. Reina termasuk murid baru, karena tahun ajaran baru sudah lewat satu bulan lebih. Reina kebablasan liburnya, orang pintar ya bebas aja.

"Mau Mama anterin gak? Kan kamu murid baru." Ibu Rein yang bernama Olivia Bratasena Alflastar menawarkan diri untuk mengantarkan anaknya, sebagai ibu baik.

"Apaan sih Ma, kayak anak kecil aja," tolak Reina. Apa-apaan, dia sudah SMK, kalau pergi dianterin sudah seperti anak SD saja.
"Kamukan emang masih kecil?" Olivia menatap Reina dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Mentang-mentang Rein pendek. Dah ah, Rein mau berangkat." Reina mendekati Olivia dan yang lainnya, dia menyalami mereka satu-satu, karena dia yang paling muda di antara yang lain.

"Nih, uang jajan kamu. Jangan berlagak kayak orang miskin deh, badan kamu kecil kayak gapernah dikasih makan." Mahardika memberikan uang lima ratus ribu ke tangan Reina. Reina menerimanya dengan wajah cemberut.

Tidak tau saja mereka kalau duitnya sudah cukup banyak, dari hasil adsens youtube, uang komis, juga uang dari website. Lagian apakah Mahardika lupa kalau dia sendiri yang memberikan ATM kepada Reina?

"Receh banget Pa. Lupa kalau udah ngasih kartu ATM? Itu ATM jadi pajangan gitu?" ucap Reina sambil mengantongi uang 5 ratus ribu itu.

"Udahlah, lagian biar kamu gak capek-capek lagi narik uang ke ATM dulu," ucap Mahardika santai.

"Benar jugak." Reina tampak berpikir. "Au ah pusing. Cukup ngoding aja yang bikin Aku pusing. Dah ya, Aku mau pergi." Reina melambaikan tangan ke arah keluarganya.

Sesampainya di sekolah, Reina cukup tercengang melihat sekolah barunya yang sangat besar. Pasalnya gedung SD, SMP dan SMK itu dipisah dan ada satu gedung lagi. Jadi totalnya ada empat gedung.

Lapangannya juga ada tiga. Ada lapangan basket, bulu tangkis dan juga lapangan futsal. Ada tribun penonton di sisi ketiga lapangan itu. Lapangan untuk upacara juga berbeda dengan ketiga lapangan untuk olahraga. Tidak heran, uang SPP sekolah ini juga sangat mahal. Kalau orang kurang mampu sudah dipastikan jalur beasiswa.

Uang sekolah SMP saja sudah seperti uang kuliah mahalnya. Tapi memang uang sekolah setara dengan fasilitas juga kualitas pengajarannya.

"Kaya bener si bapak." Reina melangkahkan kakinya ke area sekolah. "Di mana ya kelasnya?" Reina terlihat celingak-celinguk mencari letak kelasnya.

"Kak, numpang nanya dong. Kelas sepuluh RPL satu di mana ya? Nih sekolah besar bener," tanya Reina pada seorang kakak kelas yang lewat. Sepertinya orang itu anak PMR, terlihat dari simbol yang ada di seragamnya.

"Oh, anak baru ya? Kelasmu ada di lantai tiga yang ada di tengah. Nanti ada tuh tulisannya tepat di pintu," ucap gadis itu sambil menunjuk kelas Reina.

"Oke, makasih ya Kak." Reina lalu berlalu dari hadapan gadis itu, gadis itu tersenyum melihat Reina. Menurutnya wajah Reina itu lucu.

Sesampainya di kelas, keadaan sudah sangat berisik. Mereka terlihat seperti sibuk mengerjakan sesuatu, ada juga yang sedang menggibah. Reina melemparkan tasnya ke arah bangku paling belakang dekat dinding, lalu dia menelungkupkan kepalanya dengan tas menjadi bantal.

"Weh, anak baru ya? Dateng-dateng langsung tidur. Siapa namamu?" Seorang lelaki mendekti Reina, Reina melihat orang itu dengan eksperesi malas. Reina melihat name tag lelaki itu, di sana tertulis kata Rana.

Reina menyimpulkan kalau namanya adalah Rana. Dia lalu dengan malas menelungkupkan kepalanya lagi.

"Reina," ucap Reina singkat.

"Hadeh, nih bocah tah berasal dari mana. Asal nyelonong masuk aja," ucap Rana mencibir.

"Ras, kau kan sekretaris. Catet nih nama anak baru, namanya Reina. Eh tapi, nama panjangmu apa?" Rana memanggil seorang gadis bernama Rasi.

"Darimana nih bocah? Udah masuk aja dia," ucap Rasi sambil mencatat nama Reina. "WOI, NAMA PANJANGMU APA!" teriak Rasi kesal.

Reina memandang Rasi lempeng. "Kein Reina Aflastar, dah ya gausah tanya-tanya lagi," ucap Reina malas.

Pletak.

Rana menyentil kepala Reina. Reina memandang Rana cemberut. "Sakit bodoh!" sentak Reina.

"Kau masih baru udah ngeselin ya. Nanti aku buang ke paret mau?" ucap Rana gemas.

"Ah males, kau aja lah. Biar sekalian cospley jadi ikan sapu kaca, kalo gak jadi ikan gobi," ucap Reina dengan polosnya. Satu kelas tertawa mendengar perkataan yang kelewat polos itu.

"Kampret kau."

"Gini amat ya. Masih pagi udah jumpa sama babi," ucap Reina sambil menatap Rana sinis.

"Hahaha, mampus kau kan Ran." Rasi menertawakan Rana.

"Jadi kau anggep aku Babi?" ucap Rana.

"Ya, menurutmu?" ucap Reina santai.

Rana yang sudah kesal, mencoba mengelus dadanya guna menghilangkan perasaan kesal itu. Udah fiks sih ini, Reina akan menjadi rival Rana, dari pertama jumpa saja sudah sukses membuatnya darah tinggi.

Bersambung~~

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang