Tamparan

697 79 6
                                    

Aku ingatkan lagi, jangan lupa votmen.

Oke happy reading~~

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Bukan gitu."

"Bukan gitu apa? Kenapa kamu tidak mau memberitahu identitasmu?" Salsabila terlihat marah, dia tidak suka Reina menyembunyikan identitasnya.

"Kak! Rein gak mungkin malu hidup di keluarga kita, Rein cuman gak mau terlalu mencolok. Rein gak suka." Reina berusaha menjelaskan, berharap Salsabila bisa mengerti.

"Rein gak mau seperti Bang Zehan, yang selalu jadi pusat perhatian. Rein gak mau seperti Kak Zee, hidupnya terlalu sibuk. Rein cuman mau tenang." Jelas Rein dengan sekali tarikan nafas.

"Rein! Kakak gak sukak kamu nyembunyiin identitas kayak gini, kalau ada yang ganggu kamu gimana? Pasti banyak orang yang semena-mena sama kamu kalau kamu kayak gini. Pasti ada aja orang yang merendahkan kamu. Ngerti gak!" Sepertinya emosi Salsabila tidak bisa terkontrol, hal itu cukup berbahaya untuknya.

"Iya, Rein tau. Tapi Kak-"

"Kakak gak mau lagi dengar alasan kamu. Jangan lagi nyembunyiin diri kamu yang sebenarnya," ucap Salsabila dingin.

"Tapi Kak, Rein belum siap." Reina membantah.

Reina dan Salsabila berdebat, untung saja tribun sedang sepi karena pertandingan selanjutnya belum dimulai. Teman-teman Reina hanya menonton perdebatan itu.

"Belum siap apa Reina!" sentak Salsabila. "Kamu mau orang-orang itu merendahkan kamu? Kakak tau bagaimana kehidupan di luar, kalau kamu orang biasa, kamu akan mudah diinjak-injak orang lain." Nafas Salsabila memburu. Reina menyadari kesalahannya.

"Oke, tapi Kakak tenang ya. Nanti Kakak kambuh." Reina membawa Salsabila kepelukannya. Reina sangat takut kalau Salsabila kambuh lagi, karena jantung itu sangat sensitif.

"Akkkhh."

Reina sontak panik, benar dugaanya, penyakit Salsabila kambuh. Salsabila mengerang kesakitan. Mungkin penyakitnya kambuh karena emosinya tadi, Reina langsung kalang kabut.

"Obat! Mana obatnya!" teriak Reina. Teman-teman Reina ikut panik, Salsabila terlihat meremas dada kirinya.

"S-sama Bang Zehan," ucap Salsabila terbata-bata.

"Argghh." Mata Reina berkaca-kaca. Reina sangat benci keadaan ini, melihat Salsabila kesakitan di depannya seperti ini, bukan ini yang dia inginkan. "Oke bentar ya Kak. Rein telpon Bang Zehan."

Ketika Reina ingin menelpon Zehan, Zehan sudah berlari ke arah Reina dan Salsabila. "Apa yang terjadi!" teriak Zehan ikutan panik.

"APA YANG KAU LAKUKAN PADANYA!" bentak Zehan pada Reina. Reina hanya menutup matanya, kejadian yang sudah-sudah terulang kembali. Di mana Salsabila kambuh, lalu Reina yang disalahkan.

"Kakak tadi marah," ucap Reina pelan.

PLAK.

"BODOH! sudah aku bilang, jaga dirinya. Kau selalu saja gagal menjaganya, dasar tidak berguna!" bentak Zehan sekali lagi, dia menampar wajah Reina. Reina yang ditampar hanya diam, dia tidak terkejut sama sekali.

"Bu-bukan salah Reina," ucap Salsabila lirih.

"Maaf, ini memang salahku. Tapi bawa dulu Kakak ke rumah sakit, Bang." Reina meminta maaf. Dia tidak takut dengan bentakan Zehan, dia lebih takut dengan keadaan Salsabila.

Lalu Zehan dengan sigap menggendong Salsabila untuk dibawa ke rumah sakit. Reina menghela nafas lalu mengusap wajahnya dengan kasar.

Reina terduduk, dia membuka satu bungkus permen kopi lalu memasukkannya ke mulutnya. "Kopi memang yang terbaik." Reina kembali menetralkan ekspresinya.

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang