Reina Peduli

622 81 4
                                    


"Masuk!"

Kali ini Reina yang memerintahkan Kianzee untuk masuk ke mobil. Tubuh Kianzee masih gemetaran karena takut, dia tanpa membantah duduk di kursi penumpang di samping pengemudi.

Brak.

Reina menutup pintu mobil dengan keras. Dia duduk di kursi pengemudi dan mulai menjalankan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Ekspresi wajahnya sangat dingin dan datar, Kianzee sampai bergidig takut.

"Dek, tadi itu-"

"Jelaskan," ucap Reina dengan tanpa menoleh ke arah Kianzee.

"Di-dia mantan Kakak. Dia psikopat gila, semua perlakuannya sangat tidak masuk akal. Hubungan kami berdua bisa dibilang sangat toxic, dia berbuat sesukanya pada Kakak." Kianzee mulai menjelaskan, Reina hanya mendengarkan dengan tatapan datar melihat jalanan.

"Dia selalu menghukum Kakak kalau gamau nurutin apa yang dia mau. Dia ... dia jahat. Di-dia selalu menyakiti Kakak, Kakak takut ...." Kianzee mulai menangis lagi. Ekspresi Reina masih tetap sama.

"Akhirnya Kakak ... mutusin dia, dia gak terima. Dia hampir ... saja melecehkan Kakak, kalau Pa-papa gak dateng. Akhirnya dia pergi dari kota ini karena tekanan dari Papa. Ta-tapi sekarang dia kembali, bagaimana ini. Kakak takut Dek ...." Kianzee mulai menangis sesegukan.

"Hm." Reina hanya berdehem sekali, wajahmya masih tetap datar. Tapi, tanpa Kianzee ketahui, kalau Reina sedang mencengkram kuat setir mobil. Darah ditangannya semakin deras keluar karena cengkraman itu.

"Kamu marah Dek?" tanya Kianzee pelan. Tangisannya sudah mulai reda.

Lalu Kianzee melihat tangan Reina yang penuh darah, dia melebarkan matanya. "Tanganmu berdarah!" pekik Kianzee. Dia ingin menyentuhnya tapi Reina menepis tangannya.

"Diamlah." Reina mengurangi kecepatan laju mobilnya.

Kianzee langsung terdiam, dia takut dengan Reina yang seperti ini. Tadi saja dia tidak percaya kalau Reina bisa beladiri, dia ingin sekali menutup mata sepanjang pertarungan. Kianzee tidak berani melihat yang seperti itu.
.
.
.

Setelah sampai di mansion Aflastar, Reina langsung turun tanpa menunggu Kianzee turun. Kianzee dengan cepat juga ikut turun dan mengejar Reina yang sudah masuk ke dalam mansion.

Dia tahu Reina sedang sangat marah, apalagi tangan Reina mengeluarkan banyak darah. Kianzee sangat takut Reina kenapa-napa, baru kali ini dia merasa takut dengan keadaan anak itu.

"Rein."

"Reina!"

"Dek tunggu. Obatin dulu tanganmu, nanti infeksi." Kianzee menangkap tangan Reina yang mengeluarkan darah, mereka sudah sampai di ruang keluarga. Para orang tua sudah berada di rumah dan lagi ngumpul di ruang keluarga.

Mereka merasa heran melihat Kianzee dan Reina kembali dengan penampilan berantakan. Apalagi Reina, dirinya sangat kacau, tapi mereka belum sadar tangan Reina mengeluarkan darah.

"Kalau mau marah ya marah aja. Tapi perhatikan dirimu." Kianzee berhasil menghentikan Reina.

"Apa pedulimu! Tidak usah pedulikan aku!" Reina menarik tangannya kencang sampai langsung terlepas dari genggaman Kianzee.

"DEK! KAMU ITU ADEK KAKAK! TIDAK MUNGKIN KAKAK GAK PEDULI SAMA KAMU!" Akhirnya Kianzee membentak Reina.

Reina menatap Kianzee dingin. "Kau tidak pernah menganggapku Adik! GAK PERNAH!" Reina berteriak marah, Kianzee menatap tak percaya.

"Kenapa kamu berpikiran seperti itu?" Mata Kianzee mulai berkaca-kaca.

"Kalau kau menganggapku Adik, kau tidak akan menyembunyikan hal sebesar itu dariku! Akhirnya aku tahu perubahanmu, karena orang gila itukan?!" Reina menatap tajam Kianzee, Reina merasa sangat marah saat ini.

"Dia membuatmu menjadi pribadi yang seperti ini! Dulu Kianzee tidak pernah menyibukkan dirinya, dulu Kianzee tidak pernah bersikap dingin dan cuek, dulu Kianzee tidak seperti ini! KAU BUKAN KIANZEE YANG AKU KENAL!" bentak Reina di akhir kalimatnya. Akhirnya dia meluapkan kemarahannya yang sedari tadi ditahannya.

"Walaupun kita tidak dekat, tapi aku tau semua hal tentangmu. Semuanya, aku sangat mengenali semua kepribadian kalian! Tapi setelah aku kembali, kau berubah! Dan orang gila itu kan penyebabnya! Iyakan?! JAWAB KAK!" Semua orang mematung melihat Reina yang seperti ini, apalagi Salabila. Dia tidak pernah melihat Reina yang seperti ini.

"Dek, Kakak gak maksud-"

"Apa! Aku merasa menjadi saudara yang paling tidak berguna di dunia!" Reina mencengkram kerah baju Kianzee dengan kuat, sehingga darah juga tercecer di baju Kianzee. "Kenapa kau tidak pernah memberitahuku ...." Reina menatap mata Kianzee dengan mata yang berkaca-kaca. Akhirnya Reina meneteskan air matanya.

Kianzee membawa Reina ke pelukannya. "Reina Adik yang baik. Kakak yang salah, Reina adalah saudara yang paling baik di dunia yang Kakak punya." Tubuh Kianzee semakin bergetar, dia semakin menangis. "Jangan berbicara seperti itu lagi," lanjutnya.

Reina memang sangat mengenal semua kepribadian orang-orang terdekatnya. Semuanya, tanpa terkecuali.

Reina paling tidak suka ada seseorang yang menyakiti orang-orang terdekatnya. Semua hal buruk yang menyangkut mereka, Reina tidak bisa mengontrol emosinya.

Seperti sekarang, dia baru mengetahui fakta kalau ada seseorang yang menyakiti Kakaknya, dan dia tidak tahu. Reina merasa menjadi saudara yang paling tidak berguna, dia tidak bisa melindungi Kakaknya. Reina sangat benci itu.

Waktu Reina kembali ke mansion Aflastar, Reina sudah menyadari perubahan itu. Reina bingung kenapa Kianzee bisa berubah. Dulunya Kianzee adalah orang yang galak dan sangat aktif. Tapi sekarang dia malah lebih kalem, itu mengundang kecurigaan Reina.

Sampai akhirnya Reina tahu apa penyebabnya. Di saat itu dia merasa menjadi orang yang paling tidak berguna, Reina merasa kecolongan. Lihatlah, dia selalu mengutamakan kebahagiaan orang lain diatas kebahagiaanya.

Reina sangat menyayangi semua orang tanpa tahu kalau dia juga butuh kasih sayang. Reina adalah anak yang sangat baik, tapi banyak orang tidak sadar akan kebaikannya. Reina selalu menolong orang tanpa dia sadari.

"Ada apa ini sebenarnya?" tanya Mahardika yang akhirnya bersuara. Kianzee menceritakannya dari awal, membuat semua keluarga tertegun.

Mereka tidak menyangka kalau Reina akan semarah itu. Mereka pikir dengan tidak memberitahunya, dia tidak akan marah atau bahkan tidak peduli. Tapi ternyata mereka salah besar.

"Kita obatin dulu tangan kamu ya?" Kianzee mengambik kotak obat dari lemari kaca.

"Yaampun Reina," Salsabila terkejut melihat luka Reina.

Luka Reina tidak terlalu dalam, tapi luka itu sangat panjang, sehingga darah yang keluar cukup banyak. "Kenapa kamu diam saja, ini pasti sakit kan?" Salsabila membantu Kianzee untuk mengobati tangan Reina.

"Tidak lebih sakit dari perasaanku," ucap Reina dingin, membuat Kianzee menunduk merasa bersalah. Karena dirinya Reina jadi seperti ini.

"Maaf, Kakak benar-benar minta maaf. Jangan marah lagi," ucap Kianzee pelan. "Ya? Nanti kita beli permen. Sama kopi botol sekotak," lanjutnya.

"Hm."

Kianzee tersenyum mendengar jawaban singkat itu. Lalu dia melanjutkan mengobati tangan Reina.

"Shhtt." Akhirnya Reina meringgis ketika obat terkena lukanya. Rasanya memang cukup perih.

"Sakit ya? Tahan, sebentar lagi." Salsabila lebih berhati-hati mengobati Reina.

"Mending gausah diobatin," ucap Reina kesal.

"Heh pinter. Gak diobatin nanti infeksi tanganmu, bisa jadi diamputasi. Mau?" Fadly ingin sekali memaki Reina ketika mendengar ucapan Reina tadi.

"Bacot aja."

"Yang sopan sama yang lebih tua."

"Bodo amat."

Reina dan Fadly memang tidak pernah akur ketika berbicara. Pasti selalu saja ada adu mulut.

Bersambung~~

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang