The End

1.2K 94 16
                                    

Di dalam ruangan rawat Reina, orang-orang terdekat Reina masih menunggunya untuk sadar. Ruangan itu sudah seperti markas perkumpulan saja.

Keadaan hening, semuanya sibuk dengan ponsel masing-masing. Sesekali mata mereka melirik ke arah ranjang Reina.

Tiiiiiiiitttt.

Tiba-tiba saja alat pendeteksi jantung berbunyi nyaring di ruangan itu. Semuanya sontak menolehkan kepala ke arah Reina dengan panik. Mereka dengan cepat mendekat ke ranjang.

"Kenapa ini?!" tanya Nadia.

"Dokter! PANGGIL DOKTER CEPAT!" Mahendra kelihatan sangat panik.

Reflek Alfino menekan tombol yang ada di dekat ranjang Reina. "Mana dokter sialan ini! Lama kali woy!" Saking kesalnya.

Brak.

Tak beberapa lama dokter Faris dengan kasar membuka ruangan. "Minggir semua! Minggir!" ucap dokter Faris panik.

Monitor EKG sudah menunjukkan garis lurus. Sudah pasti hal itu bukan pertanda baik. Dokter Faris dengan cepat memeriksa Reina.

Setelah beberapa menit, dokter itu tertunduk. Dia mengepalkan tangannya. "Maaf, saya tidak bisa menyelamatkannya. Pasien telah meninggal dunia."

Jederr.

Seperti disambar petir, mereka terkejut bukan main mendengar kabar itu. Sepertinya jiwa mereka hilang entah kemana.

"Gak, gak mungkin kan dok? Dokter bohong kan? Ini pasti gak bener." Rana menggelengkan kuat kepalanya. "Rein? Bangun Rein? Jangan tidur mulu. Dokter ini bohong bilang kau udah gak ada, dia bohong kan Rein?" Rana mengguncangan tubuh Reina.

"Hahah, dokter bercanda Kan? Jangan bercanda, dok. Gak lucu loh." Rasi tertawa hambar, tapi tak ayal air matanya juga keluar.

"BOHONG KAN! MANA MUNGKIN DIA MENINGGALKANKU! JANGAN BERBICARA OMONG KOSONG!" Alfino mencengkram jas putih dokter Faris.

"Saya tidak pernah bercanda. Terima saja kenyataan ini, dia sudah pergi meninggalkan kalian semua." Dokter Faris berbicara dengan nada datar. "Kalau begitu saya akan mengurus jenazah pasien sebentar lagi. Kalian bisa mengucapkan kalimat selamat tinggal padanya." Dokter itu keluar dari ruangan Reina.

Brugh.

Nadia dan Olivia pingsan seketika, mereka tidak kuat menerima fakta kalau Reina sudah tidak ada. Dia sudah meninggalkan dunia.

"Dek, tolong bilang kalau yang dibilang dokter itu gak bener kan? Kamu masih bisa bangun kan, sayang?" Fadly berucap lirih di telinga Reina.

"Kami belum sempat membahagiakanmu ...." Fadly meluruh ke lantai. "Tolong bangunlah, bilang kalau ini cuman mimpi."

Semuanya merasa hancur berkeping-keping. Kesayangan mereka, malaikat kecil mereka, cahaya mereka, telah pergi. Setelah ini apakah kehidupan mereka bisa kembali normal?

Dia sudah menyerah, gadis kecil itu sudah lelah akan hidupnya. Tapi dia tidak tau, karena kepergiaannya banyak orang yang hancur. Terutama 2 orang yang berada di sisinya walaupun semua orang menjauhinya.

Sari mendekat ke arah ranjang Reina, dia tidak bisa mengucapkan apapun. Air matanya hanya menetes deras, rasanya jiwanya pergi entah kemana.

"Kalau ini mimpi, tolong seseorang bangunkan aku." Sari berucap dalam hati.
.
.
.

"Kak, bangun Kak. KAK SARI!" Salma membangunkan Sari yang sedang tidur dengan berteriak. Sedari tadi dia tidur sudah seperti orang mati.

"Hah hah hah, apa? Ini di mana? Apa yang terjadi?" Sari bangun dengan nafas tersengal-sengal.

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang