Saat ini Sari dan Reina sudah di apartemen Sari. Mereka berdua berada di kamar Sari. Mereka sama-sama basah kuyup karena hujan-hujanan.
Sari melempar satu stel pakaian ke arah Reina. "Nih, ganti baju lo," ucapnya. Reina segera masuk ke dalam kamar mandi Sari.
Setelah Reina selesai mengganti pakaian, gantian Sari yang mengganti pakaiannya. Sedangkan Reina, dia hanya duduk termenung di kasur milik Sari.
"Nanti kita gofood aja, gue males masak." Sari sedikit mengagetkan Reina yang tiba-tiba muncul dari belakang.
"Hm."
"Kenapa kau tinggal di apart?" tanya Reina. Sedari tadi dia ingin menanyakan ini. Reina tau, Sari masih memiliki orang tua yang lengkap.
"Ngapain gue tinggal di rumah. Ortu gue jarang pulang, udah kayak bang Toyib. Gue cuman tinggal sama para pekerja rumah di sana. Yaudah, gue pergi dan tinggal di apartemen aja sekalian. Ngapain tinggal di rumah segede itu, kalo penghuninya gak pernah pulang," jelas Sari.
Tanpa dikasih tau secara detail pun Reina sudah paham. Orang tua Sari adalah tipe orang tua gila kerja, tanpa memikirkan anak mereka yang masih membutuhkan bimbingan dari mereka. Mereka hanya memberikan uang dan uang, tanpa memberikan kasih sayang. Reina sudah muak dengan orang tua yang berpikiran, kalau anak akan bahagia hanya karena diberikan uang.
"Rein, gue mau ngomong sesuatu sama lo. Kalau ... gue penyebab apa yang terjadi sama lo hari ini," ucap Sari dengan menatap kedua mata Reina.
"Apa yang-"
"Hmmpp."
Sari dengan cepat membekap mulut Reina. "Shuut, diem dulu. Dengerin aja dulu penjelasan gue. Setelah ini terserah lo mau marah apa nggak," ucapnya.
"Gue yang menjebak lo hari itu, saat mencoba menyelamatkan temen lo. Gue juga yang nyulik temen lo biar lo dateng dan masuk jebakan. Gue yang nyewa orang dan menyuruhnya memakai baju yang mirip dengan baju lo hari itu." Sari mulai menjelaskan. Terlihat Reina sudah menatapnya marah.
"Kenapa gue bisa tau lo bakalan pakai baju itu? Karena orang suruhan gue udah mantau lo, dan secepat mungkin membuat baju yang sama percis. Setelah itu lo pasti tau apa yang terjadi, tanpa gue jelasin," lanjut Sari. Ekspresi wajah Sari hanya biasa saja ketika menjelaskannya.
Lalu Sari melepaskan tangannya dari mulut Reina. "Bangsat! Jahat kau! Jahat!" Reina memukul-mukul Sari.
Sari tidak membalas, dia hanya menerimanya saja. "Ya, gue memang jahat. Tapi ada alasan gue melakukan itu semua." Lalu Sari menahan kedua tangan Reina yang memukulinya. Reina memberontak dan mencoba menendang-nendang Sari.
"Apa salahku? Kenapa kau melakukan itu? Kenapa ...." Karena lelah memberontak, Reina diam menunduk. Dia kembali menitikkan air matanya.
"Sebenarnya gue gak jadi untuk menyebarkan video itu. Tapi Sena, dia ingin memfitnah lo. Jadi gue kasih aja ke dia, dia yang nyebarin video itu," jelas Sari enteng. Tidak ada raut wajah bersalah sedikitpun.
"TAPI KENAPA! DAN SEKARANG KAU MEMBANTUKU! APA MAKSUDMU SEBENARNYA!" bentak Reina. Dia muak dengan sikap Sari, sebenarnya dia ini teman atau musuh?
Sari menatap teduh Reina. "Kenapa? Karena gue mau tau, seberapa besar kepercayaan mereka buat lo. Seberapa besar rasa sayang mereka, seberapa besar mereka mengenal lo dan seberapa pentingnya lo buat mereka," jelas Sari. "Tapi nyatanya apa? Nol besar!" lanjutnya
Reina menunduk, semua yang dikatakan Sari benar. Dia tidak berarti apa-apa di mata mereka. Dari dulu sampai sekarang, tidak ada yang pernah mengenalnya dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is Rein | End
Teen FictionFollow sebelum membaca. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Kalau ada yang bertanya, siapa yang hidupnya paling santai? Jawabannya adalah Reina. Yang sikapnya selalu berubah-ubah? Jawabannya adalah Reina. Siapa yang pecinta kopi? Jawabannya adalah Reina? Selalu...