Pertarungan Sengit

585 78 5
                                    


"Ugh."

Reina terbangun setelah satu jam pingsan karena aksi gila Sari. Kepalanya sedikit berdenyut sakit, lalu seseorang memberikannya segelas air.

Reina menerima pemberikan orang itu tanpa melihat wajahnya. Reina meminumnya dengan cepat. Setelah habis, dia meletakkan gelas itu di meja samping brankar.

"Gimana? Ada lagi yang lo butuhkan?" tanya orang itu. Kalau kalian menebak orang itu adalah Sari, kalian benar.

Mendengar suara Sari, Reina reflek melihat kearahnya. "Kau! Ngapain kau di sini, anjing!" Reina kembali berteriak marah. Sari hanya menatap Reina dengan senyuman bodoh.

"Ya jagain lo lah. Lo liat, gak ada orang di sini." Sari berucap santai, dia menunjuk ke sekitar. Memang UKS tidak ada penghuninya selain Reina dan Sari.

"Tadi udah bikin aku pingsan. Dengan seenaknya muncungmu ngomong gitu. Kayak gak ada rasa bersalah," cibir Reina dengan sinis.

"Tadi gabut."

"Kepala otak kau lah!"

Reina tidak habis pikir, dengan gampangnya Sari berbicara seperti itu. Apakah dia masih punya otak? Begitu pikir Reina.

"Tau gak? Aku kena skor tiga hari." Sari menelungkupkan kepalanya di brankar Reina.

"Gak nanya aku, sumpah," ucap Reina tidak peduli. Sari menatap dengan wajah cemberut.

"Tai lo. Kan ini juga gara-gara lo!" kesal Sari.

"Kok gara-gara aku, monyet. Salah kau sendirilah, ada gila gilanya kau kutengok." Ingin sekali rasanya Reina memukul wajah Sari saat itu juga. "Kau dikeluarin dari sekolah pun. Aku sujud syukur tau kau," lanjut Reina.

"Kambing lo!"

"Kau monyet."

"Lo anak monyet!"

"Kau induknya monyet."

Lagi dan lagi Reina dan Sari bertengkar, memang sudah menjadi rutinitas kalau mereka dibiarkan berdua seperti ini. Selalu saja Sari yang memulai pertengkaran duluan.

"Kau, kenapa suka sekali menggangguku?" tanya Reina dengan menatap Sari datar.

"Karena lo mirip sekali dengan orang yang gue benci. Gue sangat membenci orang itu, karena dia tidak menepati janjinya," ucap Sari dengan menatap dalam Reina. Terlihat jelas kemarahan di matanya.

"Gak waras kau."
.
.
.

Grep.

Kianzee menarik tangan Reina yang hendak naik ke mobil, dia menarik Reina sampai ke depan mobilnya sendiri. Mod Reina mendadak menurun saat melihat kakaknya dengan tiba-tiba menarik dirinya.

"Apa sih Kak!"

"Pulang sama Kakak, jangan nyetir sendiri. Tadi kamu habis pingsan kan?" ucap Kianzee datar sembari memaksa Reina masuk ke mobil.

"Tapi mobil Rein?" Reina menunjuk mobilnya yang masih terparkir.

"Biar orang aja yang ngambil," jawab Kianzee enteng. Lalu dia menyalakan mesin mobilnya tanpa menghiraukan Reina yang sudah memasang wajah tidak suka. "Pake sealtbealt mu." Perintah Kianzee dengan menatap datar Reina.

Tapi Reina hanya diam saja. "Perlu Kakak pakaikan? Kalau Kakak yang pakaikan, bukan sealtbealt tapi tali." Kianzee mulai kesal. "Mau, hm?"

"Iya!" dengan wajah cemberut Reina mengerjakan perintah Kianzee. "Udah! Puas!" kesal Reina. Entah kenapa hari ini suasana hatinya selalu buruk.

"Bagus." Kianzee mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Selama perjalanan, dua kakak adik itu hanya saling diam.

Coba saja kalau Reina pulang dengan Fadly, pasti dia tidak berhenti mengoceh dan mengganggu Fadly. Entahlah, Reina memang tidak dekat dengan saudara kandungnya sendiri, dia malah dekat dengan saudara sepupu.

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang