Sudah 3 hari semenjak berita buruk tentang Reina menyebar. Selama itu Sari dan Alfino melarang Reina untuk bersekolah. Mereka bilang, tunggu berita buruk tentangnya mereda, baru Reina boleh bersekolah kembali.Reina menerima saja aturan mereka berdua. Reina hanya berada di apartemen Sari kalau Sari dan Alfino masih bersekolah. Reina memilih untuk membuka jasa komis original karakter untuk menghilangkan kebosanan.
Saat ini Reina, Sari, dan Alfino berada dipantai untuk menghabiskan waktu bersama. Karena hari minggu, Alfino mengusulkan untuk kepantai, Reina juga sudah lama ingin ke pantai.
"Gimana? Kamu suka gak? Aku sengaja mengosongkan pantai ini cuman untuk kita bertiga," ucap Alfino yang berada di samping Reina.
Reina menoleh."Pantes gak ada pengunjungnya. Berarti kamu nyewa pantai ini dong," ucap Reina.
Alfino tersenyum. "Iya, aku lakuin ini cuman biar kamu bahagia. Aku juga sakit kalau ngeliat kamu sakit juga." Alfino menatap teduh Reina.
Reina tersenyum tipis. "Aku suka kok pantainya."
"Dorr."
"Astaghfirullah."
Tiba-tiba saja Sari mengejutkan Alfino dan Reina. Reflek mereka berdua mengucapkan istighfar. Sari langsung duduk di tengah-tengah Alfino dan Reina.
"Hayo, ngapain lo pada. Mau ciuman ya?" ucap Sari penuh selidik.
Pletak.
Reina menyentil kening Sari gemas, membuat Sari mengaduh. "Sembarangan kau Kak. Astaghfirullah, mana mungkin." Reina mengelus-ngelus dada
Alfino mendengus sebal. "Ganggu orang pacaran aja," ucapnya.
Sari menatap sinis kepada Alfino. "Boleh aja lo berdua pacaran uwu uwuan. Tapi jangan di depan gue jugak asu, gue masih jomblo."
"Bodo amat."
Sari tidak memperdulikan lagi Alfino yang selalu berdebat dengannya. Lalu dia menatap Reina yang melamun. "Eh, jangan melamun, nanti kesambet tau rasa."
"Ah, enggak." Reina mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Kenapa? Masih mikirin mereka ya? Tenang aja, biar aja dulu mereka mengira kamu memang perempuan kayak gitu. Biarin mereka berpikiran bagaimanapun, yang penting kamu memang gak ngelakuin itu kan?" Sari mengelus-ngelus pundank Reina. Reina mengangguk pelan.
"Gak papa. Gak papa mereka membencimu sebesar apapun, terima saja. Tapi kalau mereka tau kebenarannya suatu saat nanti. Maka penyesalan mereka lebih besar dari rasa benci mereka," ucap Alfino yang menatap dingin ke arah pantai.
"Masih ada kami di sampingmu. Biarpun seluruh dunia membencimu, menjauhimu. Kami akan tetap berada di sampingmu." Sari memeluk Reina dari samping.
"Aku juga boleh peluk?" tanya Alfino dengan polosnya. Hei, sejak kapan ketua geng motor bersikap seperti ini? Sulit dipercaya
"Hm, kemari." Sari menarik Alfino agar lebih dekat. Lalu Alfino pun ikut berpelukan.
"Kamu penting bagi kami Rein. Jangan pernah merasa sendiri, kami gak akan ninggalin kamu sendirian."
.
.
.Semenjak kepergian Reina dari mansion Aflastar, keadaan mansion sangat kacau. Setiap pekerja di mansion itu takut melakukan kesalahan, karena auranya sangat mengerikan.
Keadaan mansion serasa rumah horor bagi mereka. Tidak ada lagi keceriaan, karena yang selalu memberikan keceriaan telah pergi.
"Serasa uji nyali kerja di sini, asli." Seorang maid berbicara dengan seorang bodyguard.
"Ya, mau gimana lagi. Gaji di sini gede banget. Mau gak mau harus bertahan. Gaji pertama aja, aku udah bisa beli iphone," ucap bodyguard itu. Bodyguard juga manusia, mereka tidak sedatar yang diceritakan di film film.
"Benar, mungkin saja dua tahun kerja di sini aku sudah bisa membeli rumah." Maid itu menimpali. "Jadi rindu dengan nona Reina."
Bodyguard itu dengan cepat menutup mulut maid itu. "Shuut, diem. Jangan sebut nama nona kecil lagi. Bisa-bisa kepalamu dipenggal," ucapnya.
"Ngeri kali."
Akhirnya mereka melanjutkan pekerjaan masing-masing. Takut kepergok atasan sedang mengobrol. Kan bahaya kalau sampai ketahuan.
Prang.
Tiba-tiba saja Zehan melempar ponsel yang ada di tangannya begitu saja. Terlihat di wajahnya penuh dengan amarah dan kesedihan. Para pekerja mendadak merinding bersamaan.
"Sialan! Kenapa aku tetap saja merasa khawatir padanya! Seharusnya aku tidak peduli padanya!" Zehan berteriak. Para pekerja tidak berani menatapnya dan memilih untuk pergi dari sekitar Zehan.
Zehan memilih memasuki kamarnya. Dia menatap wajahnya di cermin. Matanya keliatan memerah ingin menangis.
Bugh.
Prak.
Zehan memukul kaca cermin itu sampai retak. Nafasnya memburu, lalu dia meluruh ke lantai. "Kenapa? Kenapa aku tidak bisa untuk tidak mengkhawatirkan anak itu? Ini terasa sakit." Zehan menyentuh dadanya.
"Apa yang kau lakukan padaku, Reina. Tolong keluar dari pikiranku!" Zehan mengacak-ngacak rambutnya. Penampilannya sudah sangat kacau, sudah percis seperti gembel. Tapi Zehan adalah gembel yang berkelas.
Zehan merasa sangat kehilangan setelah adiknya melangkahkan kakinya pergi dari mansion. Hatinya berkata, dia harus membawa pulang kembali adiknya. Tapi pikirannya menolak itu. Dengan bodohnya Zehan memilih pikirannya.
Hal yang dialami Zehan juga dialami seluruh anggota keluarga Reina, tak terkecuali. Mereka merasa tersakiti tanpa tahu siapa yang lebih tersakiti di sini.
.
.
."Kenapa aku merasa khawatir dengan Reina?" Said berbicara kepada teman-temannya. "Beberapa hari ini dia gak masuk sekolah," lanjutnya lagi.
"Memangnya dia masih punya muka untuk datang ke sekolah? Seluruh warga sekolah udah tau kelakuannya gimana. Dia pasti dibully habis-habisan kalau masih dateng." Keysa menyahut. Dia duduk di kursinya sambil membasa buku.
"Ya pasti gak berani lah dia. Liat aja, pasti entar lagi dia pindah sekolah," sambung Rasi.
Rana terlihat termenung di tempat duduknya. "Apa video itu bener ya? Aku kok ngerasa ada yang gak beres. Masa sih, Rein orangnya kayak gitu. Selama aku deket sama dia, gak pernah ada kelakuan yang aneh-aneh dari Rein."
"Aku jugak pengennya percaya sama Rein. Tapi video itu jelas kali. Aku gak mau bekawan sama orang kek gitu, najis," ucap Sanju.
Ya, apa yang dikatakan Sanju memang benar. Memangnya siapa yang mau berteman dengan orang yang sudah melakukan hubungan intim beberapa kali? Dan orang itu belum menikah.
Sena sudah benar-benar sudah mempengaruhi otak mereka. Fitnah memang lebih kejam daripada pembunuhan.
Teman-teman Reina tidak sepenuhnya salah, hanya saja mereka tidak tau kebenarannya. Ya, mereka tidak salah, tapi Sena yang salah.
"Aku sedikit merasa khawatir dengan Reina. Aku berusaha gak peduli, tapi gak bisa." Arjun memperlihatkan ekspresi cemas.
"Sudahlah, tidak usah pedulikan dia. Kalau Reina memang gak salah, harusnya dia membuktikan kalau dia bukan orang yang kayak gitu. Dan kalau kebenarannya terungkap suatu saat, hanya ada dua kemungkinan yang terjadi." Ridho berbicara seperti orang bijak.
"Apa itu?" tanya Lano.
"Kita menyesal, atau kita merasa lega karena mengambil keputusan yang tepat untuk menjauh dari dia," jelas Ridho.
"Dan aku benci penyesalan."
Sementara itu di sisi lain.
Di balik dinding kelas, seorang gadis bersandar. Dia adalah Sari, yang tidak sengaja mendengar obrolan anak-anak RPL.
"Ya, memang hanya ada dua kemungkinan yang terjadi. Dan Gue pastikan lo pada akan merasakan kemungkinan yang pertama." Sari tersenyum miring.
"Mari kita akhiri semua ini." Lalu Sari pergi dari tempat itu.
Bersambung~~

KAMU SEDANG MEMBACA
She Is Rein | End
Teen FictionFollow sebelum membaca. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Kalau ada yang bertanya, siapa yang hidupnya paling santai? Jawabannya adalah Reina. Yang sikapnya selalu berubah-ubah? Jawabannya adalah Reina. Siapa yang pecinta kopi? Jawabannya adalah Reina? Selalu...