Fans Dadakan

627 72 0
                                    


Reina berjalan santai di koridor sekolah. Entah hanya perasaanya saja atau apa, Reina merasa banyak sekali pasang mata tertuju padanya, sepertinya dia juga sedang digosipin. Reina tidak peduli, dia hanya berjalan dan pandangannya lurus ke depan, terlebih lagi Reina juga memakai earphone, maka dari itu dia tidak mendengar keadaan sekitar.

Ketika Reina hampir sampai ke kelasnya, dua orang murid SMP menabraknya. Langkah Reina terhenti, dia menatap datar dua murid SMP cewek dan cowok itu. Dia menaikkan alisnya maksud bertanya.

"Aku dulu!"

"Enggak, aku duluan!"

"Aku luan sampek!"

"Kau curang, pokoknya aku dulu!"

Dua orang murid itu malah bertengkar. Reina masih saja diam menatap mereka berdua datar.

"Ehem." Reina berdehem sekali karena jengah melihat pertengkaran keduanya, entah kapan mereka akan berhenti.

"Kenapa?" tanya Reina.

"Anu Kak, mau minta tanda tangan." Anak cowok berucap terlebih dahulu sambil menyodorkan pulpen dan kertas yang sudah sedikit lecek.

"Kak Kak, aku jugak." Si anak cewe juga keliatannya juga tidak mau kalah. Dia juga menyodorkan buku catatan kecil serta pulpen.

"Buat?" tanya Reina heran.

"Em, buat ... buat disimpen aja Kak." Anak cewe itu berucap pelan, sepertinya dia gugup. Bagaimana tidak gugup, pandangan Reina saja begitu datar.

Reina semakin bingung dibuat mereka berdua, tapi tak ayal dia memberikan tanda tangannya untuk dua anak itu. Menurut Reina ini sangat konyol, memangnya untuk apa tanda tangannya?

"Makasih ya Kakak cantik." Setelah mendapatkan tanda tangan Reina, dua anak itu langsung pergi dengan perasaan senang.

Reina tidak sadar kalau dirinya masih jadi pusat perhatian, lalu dia kembali memakai earphonenya. Tapi ketika Reina hendak melangkahkan kakinya, ada anak cowok berseragam SMP lagi yang menghampirinya. Reina dengan kesal kembali melepas earphonenya.

"Apa lagi?" tanya Reina kesal.

"Em, anu Kak. Aku cuman mau ngasih makanan untuk Kakak, nih." Anak cowok itu menyodorkan kotak makan berwarna baby blue kepada Reina. Reina menerima saja pemberian anak itu.

"Em Kak. Kakak gak inget sama aku?" tanya anak cowok itu pelan.

"Enggak," ucap Reina singkat. Anak cowok itu mendadak murung. Dia adalah Nino, orang yang pernah Reina tolong dari pembullyan.

"Aku yang pernah Kakak tolong waktu aku diganggu. Nama aku Nino, aku mau ngucapin makasih," jelas Nino. Sebenarnya sudah lama dia ingin mengucapkan terima kasih itu, tapu nyalinya lembek seperti yupi. Baru sekarang dia bisa mengatakannya.

Reina tampak berpikir, dia sedikit lupa kalah pernah menolong orang. "Oh, oke. Sama-sama." Reina menganggukkan kepalanya ketika dia sudah mengingatnya.

"Yaudah, aku pergi ya Kak." Nino langsung meninggalkan Reina dengan cepat, itu karena jantungnya sudah berdebar kencang sedari tadi.

Sebenarnya adek kelas, kakak kelas, maupun abang kelas Reina ingin sekali mendekati Reina. Mereka iri melihat ketiga anak-anak tadi bisa berinteraksi dengan Reina walaupun singkat. Orang-orang itu ingin sekali berteman dengan Reina, semenjak kejadian-kejadian unik yang terjadi karena Reina sendiri. Bisa dibilang Reina mendapatkan fans dadakan.

Reina membuka kotak makan pemberian Nino tadi. Di tutup kotak makan itu ada sebuah catatan kecil memakai kertas berwarna kuning dengan tulisan "Jangan lupa makan siang" lalu ada gambar emot yang lucu. Reina tersenyum membacanya.

Di dalam kotak makan itu ada dua sandwich berbentuk segitiga dan satu kotak kecil susu coklat. "Dikira aku bocil apa." Reina terkekeh kecil, lalu dia menutup kembali kotak makan itu.

"Acieee, yang punya fans dadakan~" goda Keysa yang melihat Reina baru masuk. "Gini-gini udah banyak fansnya we," ucap Keysa lagi.

"Bacot aja kunci," ucap Reina yang sudah duduk dibangku sambil menatap malas Keysa.

Rina dan Rasi mendekati Reina. "Eh eh Rein, aku mau lah yang kayak semalem kau sama Salma," ucap Rina sambil mengedip-ngedipkan matanya.

Plak.

"Jijik, aku masik normal, anjing!" Reina menggeplak dengan kuat kepala Rina. Rasanya Reina seperti mau muntah.

"Lah? Itu semalem?" tanya Rina dengan senyum menggoda.

Plak.

"Itu lagi akting, babi! Emosi kan jadinya." Untuk kedua kalinya Reina menggeplak kepala Rina, bukannya kesakitan, Rina malah semakin menggoda Reina.

"Rin? Masik normal kan? Jangan sampek kau kubawak ke dukun, betol." Reina Memandang Rina sambil bergidig ngeri.

"Andai kau cowok, udah aku gebet asli," ucap Rina membuat Reina memandang Rina jijik. Di detik berikutnya Reina Mendorong Rina menjauh sampai membuat Rina terjatuh dari duduknya. Rasi sontak tertawa melihat itu.

"Hahaha, mampus," ejek Rasi.

Reina si pelaku, bukannya merasa bersalah, dia malah dengan santai membuka sebungkus permen kopi dan memakannya. Dengan tatapan malas Reina menelungkupkan kepalanya ke meja.
.
.
.

Tidak seperti kebanyakan anak perempuan lainnya, kalau pulang terlambat pasti langsung ditelpon oleh orang tua mereka, tapi Reina tidak. Reina tidak takut kalaupun dia pulang agak lambat maupun sangat lambat.

Saat ini Reina sedang duduk menikmati kopi di sebuah kafe. Entah kenapa Reina malas sekali pulang cepat hari ini. Tadi dia baru saja selesai belajar bersama Alea untuk persiapan cerdas cermat.

Mereka selesai belajar pada jam tiga sore, setelah selesai Reina tidak langsung pulang, dia memilih menenangkan pikiran sebentar. Terkadang belajar membuat membuat otak menjadi panas, Reina ingin sekali cepat-cepat lulus sekolah.

Setelah lulus dia ingin menjadi pengangguran kaya raya. Reina bahkan berpikir untuk tidak mau kuliah saja. SMK saja sudah tekanan batin apalagi kuliah, begitu pikir Reina.

Drrt drrt drrt.

Ponsel Reina berbunyi menandakan panggilan masuk. "Tumben Papa nelpon," ucap Reina yang melihat nama si penelpon.

"Halo Pa?"

"Reina kenapa belum balik? Udah jam berapa ini?"

Reina mengerutkan keningnya, lalu dia melihat kembali nama si penelpon. Sudah jelas itu ayahnya, lalu kenapa ayahnya menanyakan itu? Reina sampai mengira itu salah sambung.

"Emang kenapa?"

"Sudah jam lima sore, pulang sekarang. Anak gadis pulang sekolah bukannya langsung pulang."

Reina semakin merasa bingung. Udah sakit kayaknya nih si bapak, pikir Reina. Wajar Reina berpikir seperti itu, selama ini dia tidak pernah ditelpon hanya karena masalah begini.

"Iya, nanti aku pulang."

"Di mana kamu?"

"Di kafe."

"Jangan nanti-nanti, pulang sekarang."

"Iya!"

Tuut tuut tuut.

Setelah mendengar jawaban Reina, ayahnya mematikan telepon. Reina mengambil tas ranselnya dan kunci mobil, lalu dia menuju kasir untuk membayar pesananannya tadi.

"Gak pernah-pernah Papa nelpon kayak gitu. Pasti lagi kerasukan reog," gerutu Reina ketika sudah masuk ke dalam mobil.

"Pasti Kakak nih yang suruh Papa nelpon buat nyuruh pulang." Reina mengira itu ulah Salsabila, karena hanya Salsabila atau Fadly yang peduli pada Reina.

Salsabila pasti sedang mengkhawatirkan Reina sekarang, karena sudah hampir maghrib dia belum juga pulang. Reina juga tidak mengabari siapapun tadinya.

Bersambung~~

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang