Tidak Ingin menjauh

401 50 0
                                    

Maaf gabisa update, aku gadak paket TvT.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Hei."

Sari memanggil Reina yang sedang duduk di taman sekolah. Reina berdecak kesal karena mengenali suara menyebalkan itu. Reina tidak menoleh sama sekali karena malas melihat wajah Sari.

Karena merasa terabaikan, Sari menarik dasi Reina agar menoleh padanya. "Gue manggil lo, tai. Jangan pernah mengabaikan gue." Sari mendadak kesal karena diabaikan.

"Apa!" sentak Reina. Dia menatap tajam Sari.

Reina melirik gadis cantik di sebelah Sari. Dia menaikkan sebelah aslisnya. Untuk apa mereka berdua mendatangi dirinya.

"Jauhin Fino." Gadis di sebelah Sari berucap dingin kepada Rein. Ya, dia adalah Sena. Sena menatap Reina tidak suka.

Sena sudah mengetahui siapa yang sudah merebut Alfino darinya. Dia sangat marah, ternyata yang membuat Fino berpaling adalah bocah berumur 15 Tahun.

Sari juga mengetahui itu, dia tidak sengaja menguping pembicaraan itu. Saat itu juga Sari mempunyai rencana yang entah apa itu.

Reina menatap Sena dengan senyuman miring. "Haha, Kau menyuruhku menjauhi Alfin? Kau tidak salah?" ucap Reina dengan kekehan kecil.

"Ya, aku menyuruhmu untuk jauhi Fino sekarang juga. Tidak ada yang boleh dekat dengannya kecuali aku." Sena menunjuk Reina.

Rasanya Reina ingin sekali tertawa. "Memangnya kau siapanya? Neneknya? Sehingga kau bisa menyuruhku melakukan hal konyol itu?" Reina berucap dengan tatapan mengejek.

"Benar-benar konyol."

Hal itu membuat Sena marah dan ingin memukul Reina, tapi ditahan oleh Sari. Sari menatap tajam Sena seakan mengatakan sesuatu. Sena mengurungkan niatnya.

"Kau." Sena menunjuk Reina.

"Apa? Ingin memukulku? Pukul saja, nih." Reina menunjuk pipi sebelah kanannya. Hal itu membuat perasaan Sena semakin kesal.

"Jangan bermain-main denganku. Atau, aku akan melakukan sesuatu yang tidak pernah kau bayangnya." Sena mengancam, membuat Reina terkekeh.

"Kau sakit jiwa. Seharusnya tempatmu bukan di sini," ucap Reina santai.

Sari yang sedari tadi diam memperhatikan perdebatan itu, maju mendekati Reina. "Reina Reina, kau berpacaran dengan orang yang masih memiliki pacar? Dasar PHO," ucap Sari sinis.

Reina kembali menaikkan sebelah alisnya. "Oh ya?"

"Dia masih punya pacar, bodoh. Kau malah berpacaran dengannya. Harusnya kau selidiki dulu masa lalunya." Sari tersenyum mengejek. Ekspresi Reina masih tetap santai.

"Fino masihlah milikku. He is mine, kami belum mengucapkan kata putus sama sekali," ucap Sena dengan amarah yang masih ada.

Mungkin saja sebentar lagi, amarah itu semakin bertambah. Reina masih diam mendengar ocehan Sena yang tidak berbobot.

"Oh, maksudmu. Kau yang belum mengucapkan kata putus? Lalu kau tidak terima karena Alfino yang memutuskanmu lebih dulu? Begitu maksudmu." Reina memberikan berbagai pertanyaan.

"Itu semua karena kesalahanmu, membuat Alfino memutuskanku. Kau harus menjauhi Alfino." Sekali lagi Sena menyuruh Reina untuk menjauhi Alfino.

"Kenapa itu salahku? Harusnya itu salahmu karena kau yang meninggalkannya lebih dulu. Aku hanya menerima dia sebagai pasanganku," ucap Reina dingin. Dia menatap datar Sena.

Sena tertegun. "Darimana kau tau?" tanyanya.

"Itu mudah saja. Saat Alfino belum bersamaku, dia hanya sendiri tanpa memiliki pasangan. Dia menjadikanku pasangannya. Lalu kau datang mengaku sebagai pacarnya," jelas Reina dengan santai.

"Dan kenapa kau baru datang sekarang? Setelah meninggalkannya begitu lama?" lanjut Reina bertanya. Reina memiringkan kepalanya sambil tersenyum.

"Kau telah menyia-nyiakannya. Bukan salah Alfin untuk memutuskan hubungan kalian berdua. Dan jangan pernah kau salahkan aku," ucap Reina lagi.

Sena terdiam mendengar kalimat-kalimat yang Reina ucapkan. Dia tidak bisa lagi berkata-kata, semua yang Reina ucapkan sangat menyayat hatinya. Sena tidak bisa menyangkal perkataan itu.

"Tetap saja, Reina. Ku beritahu kau satu hal, jangan pernah bersama dengan orang yang belum selesai dengan masa lalunya." Sari menepuk bahu Reina.

"Terus? Apakah mukakku keliatan peduli?" Reina menunjuk wajahnya sendiri.

"Sudahlah, tidak ada gunanya berbicara denganmu." Sari pergi meninggalkan Reina dan Sena sendiri. Lalu tak lama, Reina juga pergi meninggalkan Sena.

Sejenak Sena terdiam. "Awas kau, Reina. Kubalas kau." Sena menatap tajam kepergian Reina.

"Fino milikku. Akan kupastikan, dia akan bertekuk lutut lagi di hadapanku."
.
.
.

"A-Abang?"

Tubuh Reina sedikit menegang melihat kedatangan Fadly. Padahal Fadly sudah tidak dikuasai lagi oleh Fadlan, tapi Reina belum tau.

Reina mundur beberapa langkah menjauhi Fadly. Fadly menghela nafasnya mendekati Reina perlahan. Fadly tau pasti Reina takut berada di dekatnya.

"Re-Rein gak ada buat salah kok. Ini Rein mau pulang, gak keliaran lagi," ucap Reina sedikit gagap. Dirinya takut dengan Fadly, tubuhnya langsung mendingin.

Fadly dengan cepat membawa Reina kepelukannya. Reina sedikit memberontak. "Hei, tenang. Adek tenang aja, ini Abang. Bang Fadly. Abang udah kembali," ucap Fadly menenangkan.

Dia mengelus-elus punggung Reina agar merasa1 lebih tenang. Reina yang mendengar itu, sontak menatap wajah Fadly.

"Abang?"

Fadly tersenyum manis. "Hai sayangnya Abang."

"Lihat, mata Abang udah gak biru lagi." Fadly menunjukkan wajahnya.

Reina dengan cepat mengeratkan pelukannya. Fadly, abangnya yang sudah sangat dia rindukan. Reina benar-benar merindukan Fadly.

Reina memukul-mukul dada bidang Fadly. Dia menyembunyikan wajahnya di dada bidang milik Fadly. "Rein rindu Bang Fadly. Abang jangan pergi-pergi lagi ya?"

Fadly terkekeh kecil. Adiknya ini umut sekali menurutnya. "Abang juga rindu adek. Abang akan berusaha biar si sialan Fadlan gak muncul lagi. Biar dia gak nyakitin kamu lagi."

Fadly mengelus-ngelus kepala Reina dengan lembut. "Rein sayang Abang. Jangan pergi-pergi lagi."

"Uluh-uluh sayangnya Abang. Ayo kita jalan-jalan yuk?" ajak Fadly. Dia sudah menggenggam tangan Reina.

"Tapi nanti Papa Mama marah. Rein takut dihukum lagi." Reina menggelengkan kepalanya.

"Tenang aja, nanti Abang yang ngomong ke mereka. Untuk sekarang kita senang-senang dulu. Let's go?" Fadly ingin menarik tangan Reina.

"Let's goooo." Reina merasa senang. Akhirnya Reina dan Fadly menghabiskan waktu bersama. Fadly mengajak Reina ke sebuah mal terbesar di kota Medan.
.
.
.

Prang.

Alfino melempar barang yang ada di hadapannya. Dia merasa marah, kecewa dan sedih bercampur menjadi satu.

Alfino marah karena kedatangan mantannya, siapa lagi kalau bukan Sena. Orang yang membuatnya menjadi pribadi yang seperti ini. Alfino kecewa, sangat kecewa kepada Sena. Dia sangat sedih, kenapa setelah sekian lama Sena baru datang.

"Bangsat! Sialan kau!" Alfino memaki Sena, dia menatap dirinya lewat cermin."Kenapa kau harus datang, setelah semua hal yang sudah kulewati! Ha!"

Bugh.

Prang.

Alfino memukul cermin yang ada di depannya, sampai cermin itu pecah. Wajah Alfino memerah, nefasnya terengah-engah.

"Aku tidak akan pernah kembali padamu, sialan! Tidak akan pernah!" Alfino sulit mengontrol emosinya, nafasnya menderu.

Alfino menunduk melihat tangannya yang mengeluarkan darah. Alfino meluruh ke lantai.

"Aku tidak akan pernah mengecewakan Reina. Tidak akan pernah."

Bersambung~~

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang