"BANG FADLYYYY!"Reina yang kebetulan sudah pulang sekolah memanggil Fadly, tapi cowok itu sepertinya tidak mendengar. Karena kesal Reina sampai berteriak memanggil Fadly sampai mengundang perhatian orang lain.
"Apasih Dek, pakek acara teriak-teriak segala. Malu-maluin aja." Fadly menarik tangan Reina sampai ke parkiran sekolah.
"Isss, Abang tungki'an. Dipanggil gak nyahut-nyahut. Mangkanya kalok hari raya itu jangan beli tembak-tembakan, beli korek kuping sana!" Reina menatap Fadly datar.
"Kapan Abang beli tembak-tembakan? Kaya anak kecil aja," ucap Fadly tidak terima.
"Temenin Rein ke gramed hayuk. Rein mau cari buku reffrensi sama mau cari novel," Reina menarik-narik tangan Fadly. Fadly pun tidak bisa menolak kalau sudah begini.
"Yaudah-yaudah, ke gramed Manhattan aja ya? Deket soalnya." Fadly menyetujui permintaan Reina. Reina pun langsung senang.
"Bayarin ya? Rein gak ada uang cash, males mau ke ATM lagi," ucap Reina dengan puppy eyesnya.
"Agak ngelunjak ya." Walaupun merasa tidak terima, tapi Fadly tetap mengiyakan, karena Fadly menyayangi Reina walau mereka sering sekali berdebat.
Reina bersikap seperti itu hanya di depan Fadly saja. Karena menurut Reina, mumpung ada Fadly dia bisa bermanja bersama abangnya. Walaupun bukan abang kandung, karena abang kandung Reina terlalu kaku.
Reina dengan saudara-saudara kandungnya bukan seperti saudara pada umumnya, yang selalu bertengkar masalah sepele, memperebutkan hal-hal kecil, dan lain sebagainya. Reina tidak bisa seperti itu kalau bersama mereka.
.
.
.Sesampainya di mal Manhattan, Reina dan Fadly tidak langsung menuju ke gramed, mereka mampir dulu ke stan-stan makanan. Hari sudah siang, Reina belum makan siang.
"Itu ngapain tuh rame-rame Dek?" Fadly menunjuk kerumunan yang berada di salah satu toko baju. Reina yang sedang menikmati ice cream menoleh.
"Bodo amat lah."
"Cak kita datengin dulu yok Dek. Penasaran Abang nih." Fadly menarik tangan Reina ke arah kerumunan. Reina hanya mengikuti dengan malas.
(Cak = Coba).
"Ada apa ini?" tanya Fadly yang berhasil menembus kerumunan.
Ternyata ada seorang gadis yang sedang menangis dengan kepala menunduk, gadis itu terlihat familiar. Dan ada seorang pria yang memarahi gadis itu.
"Ini Dek. Jadi mas mas ini kan ga sengaja ditabrak sama Adek ini, terus bajunya kecipratan jus. Malah Abang ini marah-marah, cemananya tuh." Seorang ibu-ibu menjelaskannya kepada Fadly.
"Baju saya mahal, harus ganti rugi dong. Dia aja gabisa gantinya, salah dia lah!" teriak pria yang katanya kecipratan tadi. Gadis itu semakin menangis.
"J-jangan marah, aku ganti kok. Aku lagi nyari bodyguard aku," ucap gadis itu tersedu-sedu.
"Halah bodyguard bodyguard! Bilang aja miskin, sok-sok-an pake bodyguard segala!" Pria itu berteriak kembali.
"Beneran kok nanti saya ganti, uang sa-saya ada di mereka." Gadis itu belum berani mendongakkan kepalanya.
"Lebay banget sih mas, perkara kecipratan doang," ucap salah satu ibu-ibu.
Reina dan Fadly merasa mengenali suara itu. Reina mengerutkan keningnya lalu mendekati gadis itu, dia memegang pundak gadis itu. "Kak Salsa?" tanya Reina memastikan.
Gadis itu terkejut lalu reflek mengangkat kepalanya, dan ternyata benar dia adalah Salsabila. Reina dan Fadly juga ikut terkejut, lalu di detik berikutnya Salsa tanpa aba-aba memeluk erat Fadly.
"Abang ... dada Bila sesak," ucap Salsabila lirih.
Mendengar itu, Reina dan Fadly mendadak marah. Berusaha menahan amarah, Fadly mendekati pria itu dan meletakkan 10 lembar uang berwarna merah ke tangan pria itu.
"Cukup?" tanya Fadly dingin. Aura sekitar mendadak hening. Fadly menahan diri untuk tidak memukul pria itu, karena itu tempat umum. Begitu juga dengan Reina.
"Kau bilang dia tidak bisa mengganti bajumu yang gak seberapa itu? Dengar, dia anak Bratasena, Salsabila Bratasena. Bahkan harga dirimu bisa dia beli," ucap Reina dingin. Orang yang tau nama Bratasena melebarkan mata mereka.
Pria tadi mendadak takut, lututnya mendadak lemas. Habislah dia, karena dia sudah berurusan dengan salah satu anggota keluarga crazy rich itu. Pria itu menerima uang pemberian Fadly dengan tangan gemetar.
"Maaf, saya tidak tau. Maafkan saya nona, saya tidak akan mengulanginya lagi." Setelah mengucapkan itu, pria itu pergi meninggalkan tempat itu begitu saja.
"Bubar," ucap Fadly.
"Mana penjaga kamu? Apa kamu kabur dari mansion, iya? Kenapa mereka tidak ada, hm?" Fadly menatap tajam Salsabila.
"Enggak, mereka tadi ada di sini tapi tiba-tiba gak ada. Ta-tadi Bila udah izin ke Bunda," ucap Salsabila dengan suara gemetar. Salsabila sangat takut kalau Fadly sudah menatapnya seperti itu.
Tak lama Salsabila memegang dadanya sambil menuduk, sepertinya penyakitnya kambuh. "S-sakit, dada Bila sakit Bang. Ugh." Salsabila hampir terjatuh, untung Reina menahannya.
"Bawa ke rumah sakit Bang! Cepat! Biar Rein yang ngurus bodyguard-bodyguard sialan itu." Reina membantu Salsabila agar tetap berdiri. Fadly mengerti lalu dengan cepat menggendong Salsabila untuk membawanya ke rumah sakit.
Reina merogoh ponselnya mencari nomor bodyguard yang menjaga Salsabila. Tak lama panggilan langsung tersambung.
"Kau bersama temanmu, cepat ke mansion. Tidak perlu mencari Kakakku.Sebelum saya sampai, kalian harus sudah sampai." Hanya mengucapkan itu, Reina memutuskan sambungan panggilanya tanpa memberikan bodyguard itu kesempatan berbicara.
Reina dengan cepat memesan taksi agar untuk pulang. Dia sudah melupakan keinginannya untuk membeli buku tadi.
.
.
.Orang rumah merasa heran sekaligus marah, kenapa bodyguard yang ditugaskan menjaga Salsabila berbaris di ruang tamu dengan kepala menunduk, tanpa ada Salsabila bersama mereka. Di mansion kebetulan ada Mahendra dan Mahardika, ingin rasanya mereka berdua menghabisi ketiga bodyguard itu, tapi mereka menunggu penjelasan dulu.
Tak lama Reina datang dengan wajah dinginnya. Setelah sampai di ruang tamu, Reina melemparkan tasnya begitu saja ke arah sofa. Reina mendekati ketiga bodyguard itu.
Bugh.
Dipukul, Reina memukul wajah mereka bertiga. Masing-masing mendapatkan dua pukulan di wajah, ketiganya pun langsung jatuh ke lantai.
Pukulan Reina tidak main-main, walaupun tubuhnya kecil seperti tidak ada kuat-kuatnya sama sekali, tapi pukulan Reina memang keras. Itu karena Reina berlatih bela diri, dia hanya tampak lemah di luar tapi tidak di dalam.
"Kalian dibayar buat apa? BUAT MENJAGA KAKAK KAN?! LALU KENAPA KALIAN TIDAK BISA MENJAGANYA?!" bentak Reina. Lalu dia memaksa salah satunya berdiri dengan mencengkram kerah bajunya.
"Maaf nona, tadi kami kehilangan jejak nona Salsa di eskalator, tempat itu terlalu ramai," jelasnya dengan ketakutan.
"BODOH! MENJAGA SATU ORANG AJA KALIAN TIDAK BECUS!" Reina menghempaskan bodyguard itu dengan kasar.
"Kalau hal ini sampai terjadi lagi. Kalian bertiga di pecat!." Ketiganya bersyukur, untung saja Reina tidak memecat mereka atas kelalaian mereka sendiri.
Semua anggota keluarga ini memang punya hak memecat bawahannya, termasuk Reina sendiri. Tapi Reina tidak tega untuk melakukannya, karena mencari pekerjaan itu pasti sulit.
"Gara-gara kalian Kakak masuk rumah sakit! Gara-gara kebodohan kalian! Kalau sampai dia kenapa-napa, kalian juga harus masuk rumah sakit."
Setelah mengucapkan itu, Reina pergi begitu saja dengan keadaan yang masih marah. Mahardika sedikit terkejut, baru kali ini dia melihat Reina marah, begitu juga dengan Anesa, Olivia, dan Nadia.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is Rein | End
Teen FictionFollow sebelum membaca. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Kalau ada yang bertanya, siapa yang hidupnya paling santai? Jawabannya adalah Reina. Yang sikapnya selalu berubah-ubah? Jawabannya adalah Reina. Siapa yang pecinta kopi? Jawabannya adalah Reina? Selalu...