Terpaksa

861 72 2
                                    

"Apa! Bagaimana dia bisa dilepaskan?!"

" .... "

"Fuck!"

Tuut tuut.

Prak.

Karena kesal, Alfino melemparkan ponselnya ke dinding. Dia menerima telfon kalau Sena berhasil bebas dari penjara karena bantuan ayahnya. Hal itu membuat Alfino sangat tidak terima.

"Kenapa?" tanya Sari yang baru selesai mandi.

"Si Sena bangs*t, dia berhasil bebas dari penjara karena bapak bajing*nnya itu! Ini gak bisa dibiarin!" ucap Alfino emosi.

"Wah, dasar b*bi tu orang. Mentang-mentang bokapnya pejabat. Emang t*i." Sari mengumpati Sena, dia juga ikutan tidak terima. Enak aja musuhnya bisa keliaran seenaknya.

"Ya, akupun lupa klok bapaknya pejabat." Alfino memijat pelipisnya yang sedikit pusing. Bisa-bisanya Alfino lupa, padahal dulunya Sena adalah kekasihnya.

Sari tersenyum penuh arti, membuat Alfino bergidig. "Gausah senyum kek gitu kau, tah kek apa. Nyeremin, anj*ng."

Bugh.

Alfino melempar wajah Sari menggunakan bantal. Membuat Sari kesal dan melemparkan kembali bantal itu ke wajah Alfino.

"T*i lo, kena hidung gue asu." Lalu Sari tidak ingin lagi meladeni Alfino. Dia beralih ke komputernya.

"Hm, pejabat ya. Biasanya pejabat tuh banyak sisi gelapnya, coba gue cari." Sari mulai mengotak-ngatik komputernya. Dia ingin mengumpulkan beberapa bukti kejahatan ayahnya Sena.

Jangan salah, Sari juga adalah seorang IT yang kerjanya mengumpulkan informasi-informasi yang tersembunyi. Beda dengan Reina yang kerjanya menciptakan web dan software-software baru.

Mengumpulkan bukti-bukti kejahatan, sangat mudah bagi seorang Sari. Dia bisa mencarinya dari berbagai sumber.

Alfino mengangkat sebelah alisnya, melihat apa yang dilakukan Sari. Kening Alfino mengernyit heran karena tak tau apa yang Sari lakukan.

"Nyari info itu di gugel, ini malah pake kode-kode kek gini. Nyusahin diri sendiri aja."

Sari mendelik tak suka. "Yee, pake ini lebih cepet. Tinggal sat set sat set, dapet," ucap Sari dengan santainya.

"Terserah."

Alfino memilih memainkan ponselnya. Lalu Reina datang menghampiri mereka berdua. "Udah selesai ngerjain komisnya, Yang?" Alfino langsung berdiri menghampiri Reina.

"Hari ini dapet berapa klien, Rein?" tanya Sari tanpa memandang Reina. Dia masih fokus ke layar komputernya.

"Lima belas. Itupun karena dibatasin, kalo gak, nyampe ratusan." Reina duduk  di samping Alfino.

"Beh, banyak tuh. Gak patah apa itu tangan?" tanya Alfino khawatir.

"Nggak lah, kan punya partner," jawab Reina dengan santainya. "Aku sketch sama coloring, dia yang lining. Soalnya lining tuh lama, apalagi yang detail," jelas Reina. Sari dan Alfino mengangguk.

"Yakan tetep aja capek," ucap Alfino.

"Gak gambar gak makan, sayang." Ucapan Reina membuat jantung Alfino berdetak kencang.

"Tumben bilang sayang, sering-sering ya kayak gitu. Aku seneng loh dengernya," ucap Alfino. Reina menatap sinis pada Alfino.

"Ngelunjak." Lalu Reina beranjak dari tempat duduknya. "Kak, aku keluar bentar ya? Mau beli kopi," ucap Reina pamit.

"Udah malem, Kakak temenin ya?"

"Gausah, lagian deket kok. Dah ya, babay. Jan kangen." Reina memberikan flying kiss untuk Alfino dan Sari.

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang