"Aku akan tetap update, meski yang baca hanya satu orang.""Cerita ini akan tetap tamat, meski tidak ada yang baca."
"Karena sebaik-baiknya penulis, adalah penulis yang menyelesaikan tulisannya."
-Hanisa, penulis She Is Rein.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hari ini tiba, PORSENI yang diadakan sekolah Reina sudah berlangsung. Murid-murid menyambutnya dengan antusias, terlihat mereka menunjukkan bakat masing-masing dengan semangat.
Reina sendiri baru saja selesai mengikuti lomba menggambar 2 jam yang lalu, hasil akan keluar besok. Lomba ini akan melewati dua ronde, berarti hari kedua adalah final menentukan 3 besar pemenang.
Tema pertama, mereka disuruh menggambar anak sekolahan. Hari kedua baru bisa menggambar bebas. Reina membuat gambar yang cukup simpel, hanya satu gambar satu cowok yang berdiri.
Ya, semoga saja Reina bisa masuk ke final. Sekarang Reina kembali ke kelasnya, keadaan kelas ramai karena mungkin teman-temannya belum dipanggil untuk lomba.
"Kok masik santai kelen? Hari ini futsal kan?" tanya Reina pada Bintang, Randa, Rendi, Sanju dan Arjun. Tadi Reina mendengar pengumuman kalau pertandingan futsal akan segera dilaksanakan.
"Nanti aja lah, kan belum mulai," ucap Rendi yang masih santai meminum susu kotak rasa coklat.
"Terserah lah." Reina mengedikkan bahunya tak acuh. Lalu dia duduk di kursinya sambil membuka botol minuman kopi.
"Gimana Rein? Tadi lombanya?" Keysa yang penasaran duduk di sebelah Reina.
"Ya gitulah. Gak ada tantangannya sama sekali." Reina berucap santai. Lalu matanya tak sengaja melihat isi laci mejanya.
"Weh! Ini kenapa laci aku udah kayak tong sampah gini? Perasaan tadi enggak." Reina mengeluarkan isi laci mejanya. Dia menemukan beberapa batang coklat, dua kotak makan, dan beberapa surat yang entah apa isinya.
"Gatau, tadi aku masuk udah penuh meja kau sama begituan. Ya aku masukin aja ke laci," ucap Rasi. "Palingan itu dari fans dadakan kau," lanjut Rasi lagi.
Reina menggeleng tak percaya. "Kapan aku punya fans, anjir! Tampang kayak gini punya fans?" Reina menunjuk wajahnya sendiri. Teman-temannya memandang datar Reina, ingin sekali mereka membuangnya ke selokan.
"Kepala kau lah Rein. Merendah aja teros, sampek inti bumi." Rina ingin sekali menjitak kepala Reina. Memang Reina sangat halal untuk dijitak, terkadang perkataanya melenceng dari kenyataan.
"Cewek aja baper kau buat, apalagi cowok. Emang gatau diri nih si Reina." Alea mencibir.
"Memang kenyataan kok."
Menurut Reina perkataannya adalah benar, dia merasa hanya orang biasa. Dia tidak pantas menerima banyak cinta, karena di dalam dirinya tidak ada yang spesial. Padahal Reina saja yang tidak peka.
"Aku itu gak pernah dicintai. Karena mungkin, aku tidak pantas menerimanya." Reina berucap dengan suara tenang, yang ada di kelas terdiam.
1 detik.
5 detik.
15 detik.
Setelah cukup lama mereka terdiam, mereka menyadari sesuatu. "Kalau gitu, kita akan yang akan memberikan cinta pertama untuk Reina." Keysa yang berada di samping Reina, tiba-tiba memeluk Reina.
"Haha, lebay." Reina tertawa kecil. Tiba-tiba keributan terjadi.
Brak.
Pintu kelas ditendang dengan keras oleh seseorang. Jelas semuanya terkejut sekaligus marah, ternyata si pelaku penendang adalah anak kelas 11 TKJ 1. Mereka terlihat marah.

KAMU SEDANG MEMBACA
She Is Rein | End
Teen FictionFollow sebelum membaca. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Kalau ada yang bertanya, siapa yang hidupnya paling santai? Jawabannya adalah Reina. Yang sikapnya selalu berubah-ubah? Jawabannya adalah Reina. Siapa yang pecinta kopi? Jawabannya adalah Reina? Selalu...