Rival

660 77 1
                                    


"Rein berangkat sama Abang yuk, dah lama loh kita ga berangkat bareng," ucap Fadly yang sudah menyelesaikan sarapannya. Reina juga telah menyelesaikan sarapannya.

"Tumben tuh mulut manis banget, biasanya kalo ngomong sama aku selalu ngajak ribut," ucap Reina sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Kamu yang sering ngajak ribut iya, kok Abang?"

"Bodo ah."

Lalu Reina menyapu pandangannya ke sekeliling, tapi dia tidak menemukan Salsabila. Lalu Reina menatap Mahendra mengangkat dagunya maksud bertanya.

"Kak Salsa mana Yah?" tanya Reina.

"Di kamar Ayah," jawab Mahendra singkat. Reina hanya ber-oh ria.

"Aku mau ke Kak Salsa dulu Bang, bentar aja." Reina beranjak dari tempat duduk dan menuju kamar Mahendra dan Nadia.

Ceklek.

Terlihat Salsabila duduk di kasur sedang merenung sendirian, tangan dan Kakinya masih terikat. Reina tersenyum sambil terkekeh kecil, pasti Kakaknya ini sedang merasa kebosanan.

"Halo Kakak bandel, bosen ya?" ucap Reina meledek. Salsabila terkejut karena tiba-tiba Reina duduk di sampingnya sambil tersenyum mengejek.

"Mangkanya jangan bandel. Denger kan apa kata mereka? Jangan main keluar, jangan kecapean, gak boleh makan ini, gak boleh makan itu, gak boleh ini, itu dan lain-lain." Reina berbicara sambil menirukan suara keluarganya ketika memberikan larangan-larangan untuk Salsabila.

"Iiiih, jangan gitu napa Dek," ucap Salsabila sambil cemberut.

"Cian, uluh-uluh. Mau coklat gak? Ini Rein ada coklat." Reina mengeluarkan sebatang coklat silverqueen dari dalam tasnya. Coklat itu sebenarnya pemberian fans dadakan Reina.

Reina membantu membukakan bungkus coklat itu, lalu mematahkan potongan kecil coklat dan menyuapkannya ke dalam mulut Salsabila. Benar-benar adik yang manis.

Reina kadang seperti itu, ketika ada seseorang yang bersedih, dia memberikan makanan manis untuk orang yang sedang bersedih. Entah itu permen, kue, ataupun coklat. Karena menurut Reina, makanan manis dapat menghilangkan kesedihan.

"Enak?" tanya Reina dan Salsabilapun mengangguk.

Lalu dengan mata berkaca-kaca Salsabila memeluk Reina. "Kamu gak akan hukum Kakak kan? Seperti yang lainnya?" tanya Salsabila lirih, Reina membalas pelukan itu.

"Rein kan gak kayak mereka. Tenang aja, Rein gak akan hukum Kakak walaupun semalem Rein sempat marah."

"Jangan ulangi lagi, gimana kalau semalem Kakak kambuh terus gak ada seorangpun yang berada di dekat Kakak?" ucap Reina dengan nada sedikit kesal.

"Iya maaf."

"Udah, jangan nangis. Nanti kambuh lagi, hari ini dia gak bermasalah kan?" Reina melepaskan pelukannya. "Dia" yang Reina maksud yaitu jantung Salsabila. Karena Salsabila kambuh tak kenal waktu dan tempat.

"Sedikit, tapi gak papa kok," ucap Salsabila memegang dada sebelah kiri. Reina mengangguk.

"Kalo sakit bilang aja. Yaudah Rein mau berangkat sekolah dulu, udah mau jam tujuh." Reina melihat jam di ponselnya.

"Daa," pamit Reina.

Salsabila menatap sendu kepergian Reina, dia ingin sekali menjadi Kakak yang bisa melindungi adiknya, bukan sebaliknya tapi apalah daya. Salsabila begitu lemah karena penyakit itu, entah kapan semua ini akan berakhir.

Mungkin di dunia ini hanya Salsabila yang tau betapa perhatiannya Seorang Reina. Betapa manisnya perlakuan anak itu, hanya Salsabila yang tau. Seperti perlakuan tadi, itu sudah cukup menjelaskan bagaimana seorang Reina.
.
.
.

Reina sedang santai duduk di kantin sekolah, dia sedang menikmati jus jeruk. Tiba-tiba ada seorang gadis yang duduk di sebelahnya. Reina mengalihkannya pandangannya pada gadis itu, matanya melebar seketika melihat siapa yang duduk.

"Kau?" Reina menunjuk gadis itu dengan ekspresi terkejut. Gadis itu malah tersenyum manis.

"Hai, gue Purnama Sari." Gadis itu memperkenalkan diri, Reina semakin menatap tajam gadis itu yang diketahui bernama Purnama Sari.

"Udah tau bangke! Ngapain kau di sini?!" sentak Reina pada gadis itu. Terlihat Reina memang sangat tidak menyukai dia, sangat jelas tatapan tidak suka itu.

"Ya gue kangen sama lo lah," ucap gadis itu santai.

"Gausah pake lo gue! Ini kota Medan, bukan tempat kau dilahirkan," ucap Reina dengan nada dingin.

Purnama Sari adalah teman Reina dulu waktu di Amerika serikat. Bukan teman, lebih tepatnya adalah rival. Purnama Sari juga berasal dari Indonesia, lebih tepatnya dari kota Jakarta sedangkan Reina dari Medan. Sebut saja Purnama Sari ini bernama Sari.

Awalnya Kehadiran Sari tidak menganggu Reina sama sekali, tapi lama kelamaan anak itu selalu membuat Reina kesal. Bahkan dia juga sering mencelakai Reina tanpa sebab, tapi di waktu yang bersamaan dia juga yang mengobati Reina. Entah apa maksud gadis itu, yang pasti Reina tidak suka.

Padahal kalau dilihat-lihat, Reina dan Sari tampak seperti hubungan pertemanan yang sangat dekat. Padahal nyatanya mereka berdua seperti Tom and Jerry, tidak ada akur-akurnya sama sekali. Ada aja yang diperdebatkan.

Sungguh aneh kan hubungan mereka berdua ini? Teman bukan, kalau musuh juga tidak bisa dibilang musuh, karena ada saatnya di mana mereka berdua saling membantu. Lalu apa dong sebutannya? Sahabat? No, itu sudah sangat salah.

"Ngapain kau ke sini? Mending balik sana ke kotamu, kasihan Mamakmu itu." Reina mengusir Sari.

"Kan udah gw bilang, gw itu kangen sama lo. Gw juga udah sekolah di sini, jurusan Akuntasi," ucap Sari dengan santainya, sampai membuat Reina ingin muntah.

"Gak nanya sumpah." Karena sudah sangat kesal, Reina berniat pergi dari tempat itu, tapi Sari menahannya.

"Eit, mau kemana? Masa lo gak kangen sama gw?"

Akhirnya Reina kembali terduduk karena gadis gila itu. Mungkin hanya Sari yang bisa membuat Reina kesal secepat itu. Hanya karena Sari, Reina tidak bisa mengontrol emosinya.

"Kenapa ada gadis gila sepertinya di dunia ini?" batin Reina.

"Kangen sama kau? Mimpi aja sana. Aku lebih berharap kau cepet-cepet menghilang aja dari dunia ini. Gak guna!" ucap Reina menghina.

Reina dan Sari adalah definisi air dan api, mereka berdua saling bertolak belakang. Jangan sampai Reina dan Sari ditinggalkan dalam satu ruangan hanya berdua aja, pokoknya jangan.

"Lo lebih gak berguna. Jauh-jauh lo dari hidup gw."

Reina menaikkan alisnya mendengar perkataan itu. "Lah? Gak salah? Kan kau duluan yang dateng ke tempat ini. Kau yang harusnya pigi jauh-jauh sana," ucap Reina mengusir. Lama-lama bisa gila dia kalau terus berada di dekat Sari.

"Mimpi apa sih semalem bisa jumpa sama titisan monyet kayak kau? cih." Reina meludah ke lantai.

"Lo induk monyetnya," ucap Sari memancing-mancing situasi. Reina hanya bisa mengelus dada guna meredakan sedikit emosi.

"Innalillahi, ya Allah. Musnahkanlah orang-orang seperti Sari dari dunia ini. Beban bumi aja dia soalnya." Reina mengangkat kedua tangannya bermaksud berdoa.

"Jangan gitu, nanti kalo gw ngilang, yang ada lo rindu sama gw. Gak ada lagi yang gangguin lo," ucap Sari.

"Amit amit rindu sama monyet." Reina langsung pergi dari tempat itu tanpa menoleh pada Sari, Sari juga tidak menahannya lagi.

Jadi apa maksud kedatangan Sari ke tempat Reina? Apakah dia memiliki niat jahat?

Bersambung~~

She Is Rein | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang